Abu Yusuf, Ulama dan Ekonom Pendamping Pemerintah

Abu Yusuf, Ulama dan Ekonom Pendamping Pemerintah

Abu Yusuf, Ulama dan Ekonom Pendamping Pemerintah
Ilustrasi seorang ulama yang sedang mempelajari kitab.

Nama asli Abu Yusuf adalah Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad bin Husein al-Anshori. Beliau lahir di kufa pada tahun 113H dan wafat pada tahun 182H. Dalam sebuah kesibukannya sebagai murid, guru, hakim, serta  pejabat penting, Abu Yusuf masih menyepatkan waktu untuk menulis berbagai buku yang berpengaruh penting dalam memprbaiki suatu sistem pemerintahan dan peradilan serta penyebaran mazhab hanafi. Banyak buku-buku Abu Yusuf tulis di antaranya kitab al-Asar, kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa ibn Abi Laila, kitab Al-Radd ’ala Siyar alauza’i dan kitab Kharaj.

Dari berbagai banyak karangan buku yang Abu Yusuf tulis, hanya kitab Kharaj yang terpopuler. Melalui kitab Kharaj ini Abu Bakar menuangkan pemikiran fikihnya dalam berbagai aspek, seperti, keuangan negara, perpajakan tanah, pemerintahan, dan permusyawarahan.

Kebijakan fiskal

Abu Yusuf adalah seorang ahli fikih yang terkenal dalam penanganan masalah ekonomi. Tema yang menjadi sorotan dalam kitabnya adalah sebuah jawaban ekonomi penguasa terhadap suatu kebutuhan masyarakat, pemerataan dalam pajak, pentingnya keadilan, serta kewajiaban penguasa untuk menghargai uang yang harus digunakan sebaik-baiknya.

Kitab al-Kharraj ini ditulis sebagai sebuah jawaban atas pertanyaan Khalifah Harun ar Rasyid seputar keuangan negara sesuai dengan ajaran Islam, untuk menghindari ketidakadilan serta kezaliman terhadap masyarakat.

Abu Yusuf menganalisa semua permasalahan fiskal dan memberi saran kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi yang mesejahterakan masyarat. Abu Yusuf menggunakan Al-Quran dan hadis sebagai pendukung saran-sarannya. Abu Yusuf menekankan pentingnya pengawasan pada petugas pengumpulan zakat agar tidak terjadi suatu korupsi dan menghilangkan penindasan, serta membangun infrastuktur untuk mendukung produktivitas dalam meningkatkan pendapatan Negara. Kitab al Kharajlah yang menjadi kitab panduan dalam permasalahan ekonomi saat itu.

Menurut Amalia dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Abu Yusuf juga menulis dalam bukunya bahwa penerimaan negara dapat di dalam tiga kategori yaitu: Ghonimah, adaqoh, harta Fay. Penerimaan ini dapat digunakan untuk pembiayaan aktivitas pemerintah. Namun Abu Yusuf tetap menekankan bahwa ini adalah sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

Ketiga sumber penerimaan tersebut memiliki aturan aturan dalam pengumutannya, dengan rincian sebagai berikut:

Pertama, Ghanimah. Ghonimah adalah harta rampasan perang dari orang orang kafir. Harta ini biasanya berupa uang, senjata barang barang dagangan, atau pun bahan pangan. Harta ghonimah kaum muslim adalah ghanimah Abdullah bin Jahsyi, ghanimah ini berupa seekor unta Quraisy yang membawa barang dagangan.

Abu Yusuf mengatakan bahwa ghanimah ini adalah sebagai awal pemasukan Negara, akan tetapi karena sifatnya yang tidak rutin maka ghanimah ini bisa dibilang sebagai pemasukan yang tidak tetap untuk negara. Harta ini bisa didapatkan ketika terjadi peperangan terhadap musuh saja. Maka harus dibagikan sesuai dengan panduan Al-Quran surat al anam ayat 41.

Kedua, Zakat. Di antara objek zakat yang menjadi perhatian adalah, zakat pertanian, jumlah pembayarannya sebesar 10% dan 5% tergantung pada jenis tanah. Menuurut Abu Yusuf, Yayah bin Adam dan para tokoh lain, hasil produksi agrikultur akan dikenakan pajak apabila telah mencapai nishabnya 623 Kg, jika kurang dari itu maka tidak diwajibkan.

Ketiga, harta Fay’ adalah harta yang dikuasai oleh umat muslim dari orang kafir tanpa peperangan, termasuk harta yang mengikutinya seperti kharaj, jizyah, dan usyr. Semua ini merupakan harta yang boleh digunakan oleh kaum muslim dan disimpan di Bait al-Mal sebagai pemasukan Negara. Harta tersebuat boleh di belanjakan untuk mewujudkan suatu kemaslahatan masyarakat.

Keempat, Jizyah (perorangan). Jizyah adalah pajak yang ditarik dari penduduk non muslim di negara Islam sebagai pembiyaan perlindungan mereka. Dengan kata lain, jizyah ini adalah kewajiban yang dibebankan kepada non muslim sebagai biaya keamanan.

Agar adminitrasinya berjalan dengan lancer, Abu Yusuf menyarankan untuk memilih tukang pungut biaya yang amanah jujur dan dapat dipercaya, agar memasukan kas negara bertambah dan bisa langsung didistribusikan kepada masyarakat dan terhindar dari berbagai kecurangan atau korupsi.

Kelima, Kharaj. Sebuah pajak tanah yang didapatkan dari non muslim. Khaibar adalah kharaj pertama yang ditaklukan pada masa Rasulullah SAW. Beliau pernah menjadikan tanah Fadak dari Bani Nadhir sebagai tanah fay’ ketika mereka tunduk di bawah pemerintahan Islam tanpa melalui peperangan.

Setelah Rasulullah SAW wafat, terjadi ekspansi negara Islam dengan tunduknya Byzantium, Mesir, Palestina, dan Persia. Ketika tanah tersebut tidak dibagikan dan tetap berada ditangan pemiliknya dan kemudian mengelolanya, maka pemilik tersebut harus membayar kharaj kepada negara sebagai sebuah pendapatan untuk Negara.

Kharaj ini adalah sebuah jenis pajak tanah yang paling tua dan banyak digunakan. Dari penerapan kharaj ini bisa menghasilkan sebuah pendapatan untuk keuangan Negara, sehingga kharaj ini bisa dijadikan pendapatan tetap negara. Pendapatan ekonomi pun bertambah dalam kas Negara sehingga masyarakat pun terhindari dari kata kesengsaraan dan meraih kesejahteraan.

Wallahu A’lam.