Buat kita yang sering berkunjung atau tinggal di kota Bogor, pasti akan lekat di pikiran kita dengan kota hujan. Namun, selain itu juga Bogor dikenal sebagai pusat ilmu salaf dan kewalian, termasuk ilmu hikmah yang mengajarkan masyarakat untuk mengenal Allah SWT.
Tokoh yang memiliki peran penting tersiarnya Islam di Bogor salah satunya ialah K.H Tubagus Muhammad Falak bin Abbas atau lebih familiar dengan nama panggilan Abah Falak. Semasa hidupnya, beliau cukup disegani, karena beliau adalah mursyid tariqat dan pencetak ulama besar.
Riwayat Singkat Abah Falak
Abah Falak adalah seorang ulama kharismatik yang lahir di Banten pada tahun 1842 masehi, tepatnya di Pondok Pesantren Sabi, Desa Purbasari Kabupaten Pandeglang Banten. Nama asli beliau sendiri adalah KH. Tubagus Muhammad Falak Abbas bin KH. Tubagus Abbas, sedangkan nama kecil beliau adalah Tubagus Muhammad, tetapi ada juga yang mengatakan nama kecil beliau adalah Abdul Halim kemudian diubah menjadi Abdul Haris. Sedangkan gelar falak itu sendiri diberikan oleh gurunya Syekh Sayyid Afandi Turqi, pada saat beliau mempelajari ilmu khasaf dan falak (perbintangan-red) di Mekkah.
Sejak kecil beliau diasuh oleh ayahandanya KH. Tubagus Abbas dan ibundanya Ratu Quraysin. Ayahnya sendiri adalah keturunan keluarga kesultanan Banten, silsilah dari Syaikh Syarif Hidayatullah, sedangkan ibunya ratu Quraysin merupakan keturunan dari Sultan Banten.
Ayahandanya KH. Tubagus Abbas merupakan seorang ulama besar di Banten. Ia merupakan pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Sabi, dari beliaulah pertama kali Abah Falak mendapat pendidikan dalam bidang baca tulis Al Qur’an, Sufi dan terutama pemantapan Aqidah Islam. Saking cintanya pada ilmu agama beliau sampai pernah mengembara di usia yang sangat muda yaitu 15 tahun. Ia berguru pada ulama Banten dan Cirebon untuk menuntut dan memperdalam ilmunya.
Melalui garis keturunan dari Ayahnya. Abah Falak berasal dari keturunan keluarga besar kesultanan di Banten, bahkan merujuk kepada silsilah keluarganya, Abah Falak termasuk keturunan salah seorang mubalighin utama (Walisongo) yang memiliki putra bernama Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati.
Abah Falak Menimba Ilmu ke Mekkah
Pada usia 17 tahun tepatnya tahun 1857 untuk pertama kalinya beliau berangkat ke tanah suci untuk menimba ilmu selama kurang lebih 21 tahun. Beberapa bidang keilmuan yang beliau pelajari dan perdalam hingga ke Timur Tengah antara lain ilmu Tafsir Al-Qur’an (dari Syaikh Nawawi Al-Bantany dan Syaikh Mansur Al-Madany), ilmu Hadits (dari Sayyid Amin Quthbi), ilmu Tasawwuf (dari Sayyid Abdullah Jawawi), ilmu Falak (dari Affandi Turki), ilmu Fiqh (dari Sayyid Ahmad Habsy, Sayyid Baarum, Syaikh Abu Zahid dan Syaikh Nawawi Al-Falimbany), ilmu Hikmat dan ilmu (dari Syaikh Umar Bajened-Makkah, Syaikh Abdul Karim dan Syaikh Ahmad Jaha-Banten) dan beberapa ulama besar lainnya antara lain Syaikh Ali Jabra, Staikh Abdul Fatah Al-Yamany, Syaikh Abdul Rauf Al-Yamany, Sayyid Yahya Al-Yamany, Syaikh Zaini Dahlan-Makkah, dan ulama-ulama besar dari Banten di antaranya, Syaikh Salman, Syaikh Soleh Sonding, Syaikh Sofyan dan Syaikh Sohib Kadu Pinang.
Selama berada di mekkah beliau tinggal bersama Syekh Abdul Karim, dari Syekh Abdul Karim beliau mendapatkan kedalaman ilmu thorekat dan tasawuf, bahkan oleh Syekh Abdul Karim yang dikenal sebagai seorang Wali Agung dan ulama besar dari tanah Banten yang menetap di Mekah itu, Abah Falak dibai’at hingga mendapat kepercayaan sebagai mursyid (guru besar) Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Kepulangan Abah Falak ke Tanah Air
Pada tahun 1878 beliau kembali ke tanah air. Sebelum beliau menetap dan mendirikan pesantren di Bogor, beliau sempat tinggal di tempat kelahirannya Pandeglang Banten dan mendapat kepercayaan memimpin Pondok Pesantren Sabi yang ditinggalkan ayahandanya.
Tetapi seperti perjalanan seorang mubalighin pada umumnya, aktivitas dakwah dan tablignya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam tidak akan terhenti sampai disana. Sebagai wujud untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmunya, sejak tahun itu beliau mulai melancarkan aktivitas tablig dan da’wah secara estafet. Dimulai dari daerah Pandeglang, Banten hingga sampai ke Pagentongan Bogor.
Konon pada masa itu masyarakat Pagentongan masih kental diwarnai kultur kehinduan, bahkan sebagian besar dari mereka masih akrab dengan praktek perdukunan, seperti teluh, santet, pelet dan segala bentuk ilmu guna-guna lainnya, keadaan seperti itu masih terus berlangsung hingga 20 tahun menjelang wafatnya K.H. Falak.
Namun berkat kegigihan, ketulusan, dan kesabaran syiar Islam yang dilakukan oleh KH. Falak, dengan melalui da’wah, tabligh dan pendekatan kepada masyarakat setempat, perlahan-lahan pengaruh animisme itu mulai terkikis dan ditinggalkan oleh masyarakat di sana, hingga akhirnya masyarakat Pagentongan menjadi masyarakat Islami yang berpedoman kepada Al-Quran dan Hadis.
Di Pagentongan pulalah beliau kemudian mempersunting seorang istri yang bernama Siti Fatimah, dari Siti Fatimah beliau kemudian dikaruniai seorang putra yang bernama Tubagus Muhammad Thohir atau yang lebih dikenal dengan bapak Acenk. Dari Tb.Muh.Thohir lahirlah beberapa orang cucu dan buyut yang sekarang beberapa diantaranya mengabdi di Pesantren Al-Falak dan sekitarnya. Abah falak bermukim di Pagentongan hingga akhir hayatnya.
Wallahu a’lam