
“Beliau mencintai fakir miskin, duduk bersama mereka, membesuk mereka yang sedang sakit, mengiring jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang fakir,”
Demikian madah atau pujian yang digarap oleh Syekh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji.
Bunyi puji-pujian di atas bukan barang baru bagi masyarakat muslim di Indonesia khususnya kalangan pesantren. Seringkali didedahkan setiap malam Jum’at di surau-surau atau aula bahkan di dalam rumah warga. Dilantun dan dengarkan oleh masyarakat yang memuji perilaku dan kisah perjalanan Nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana yang kita tahu, Nabi Muhammad selain diutus membawa risalah ketuhanan, akidah dan keimanan, Nabi pun diutus pula untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan ketidakadilan yang menimpa manusia.
Baca juga : Islam Pembebasan dan Mahasiswa Muslim
Tentu kita sadar, Nabi Muhammad hadir di tengah masyarakat Arab Mekkah yang hidup dalam tema besar penindasan. Golongan elit Mekkah gemar mengeksploitasi golongan yang kecil lainnya. Perempuan-perempuan digunakan seenak jidatnya. Yang kaya semakin kaya, pemerataan ekonomi sangatlah jauh dari kata adil. Konteks sosial masyarakat yang demikianlah yang hendak Nabi Muhammad Saw rubah. Bukan barang mudah tentunya, tetapi perjuangan tidak boleh berhenti.
Kehadiran Nabi Muhammad adalah usaha-usaha untuk mengajarkan semangat egaliter kepada semua golongan, mendorong pembebasan budak, memberi perlindungan kepada perempuan, meratakan ekonomi dan membela siapa saja yang mengalami nasib penindasan. Pujian-pujian di atas adalah bukti kecil kepedulian dan pembelaan Nabi Muhammad Saw kepada mereka yang terpinggirkan dan dilemahkan.
Usaha menghadirkan Nabi di Kehidupan Sosial
Hari ini, harus kita akui bersama banyak sekali di antara kita yang sangat saleh dengan peribadatannya dengan Allah Swt, tidak kurang-kurang sajadah tergelar dan tangan menengadahkan doa-doa. Malam-malamnya rajin membaca ayat-ayat kitab sui dan pagi siangnya menari rezeki. Namun di saat bersamaan, kita melupakan persoalan aktual kemanusiaan, seperti tetangga yang kelaparan, kurangnya pendidikan, kesulitan untuk berobat dan semacamnya. Singkat kata, Saleh keimanan, tapi miskin nilai kemanusiaan.
Padahal Nabi Muhammad dengan tegas mengatakan “Perumpamaan kaum mukminin dalam hal jalinan kasih sayang, kecintaan, dan kesetiakawanan, seperti halnya satu tubuh, yang jika salah satu anggotanya mengeluh karena sakit, maka seluruh anggota lainnya menunjukkan simpatinya dengan berjaga semalaman serta turut menanggung demam (ikut merasakan sakitnya)” (HR. Bukhari-Muslim). Kemampuan peduli dan kepekaan sosial yang ditekankan oleh Nabi adalah dalil lain dari orang-orang yang menyatakan dirinya beriman.
“Carilah aku di antara orang-orang lemah di antara kamu. Carilah aku di tengah-tengah kelompok kecil di antara kamu”. Demikian ucap Nabi Muhammad.
Dua sabda Nabi Muhammad di atas berdasarkan pada kitab suci yang di terima Nabi Muhammad yakni Al-Qur’an. Ada banyak sekali ayat yang menyinggung persoalan pembebasan, monopoli ekonomi, keadilan dan hal-hal semacamnya.
Katakanlah Tuhanku memerintahkan supaya kamu berbuat adil’” (Al-Qur’an, 7:29). Dan juga, “Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil” (Al-Qur’an, 49:9)
Meminjam istilah yang dipopulerkan Asghar Ali Engineer “Teologi Pembebasan”. Selanjutnya Islam Pembebasan menurut tokoh kelahiran negara India ini menemukan akarnya dalam prinsip-prinsip yang tertuang dalam Al-Qur’an yakni keadilan sosial dan penolakan terhadap segala bentuk penindasan.
Di Indonesia, agaknya pesan semangat pembebasan menemukan relevansinya. Negara ini diisi oleh mayoritas muslim namun ironinya ketimpangan sosial masih mengemuka di mana-mana. Ajakan Islam pembebasan menjadi panggilan moral bersama masyarakat muslim kepada orang-orang sekitar. Sebab, Nabi Muhammad Saw berlaku demikian, menjadi teladan dengan memperjuangkan hak-hak budak, perempuan, dan kaum miskin.
Baca juga : Gus Baha Ungkap Waliyullah Hobi Tidur, Ada di Dekat Kita
Meski perjuangan ini terkesan memaksakan karena tak semudah yang dibayangkan sebab kompleksnya permasalahan yang akan dihadapi, harapannya: sekurang-kurangnya informasi di dalam tulisan ini dapat menyengat penyadaran pembaca, bahwa beginilah prinsip Islam yang sering terlewatkan. Sering kali masyarakat muslim gegap gempita membangun megahkan masjid, tetapi orang-orang sekitarnya ringkih kekurangan makan, kesulitan hidup. Bahkan ironinya lagi, dana operasional pembangunan masjid dikorupsi. Ini jelas-jelas menyeleweng dari semangat Nabi Muhammad Saw.
Pada akhirnya, pujian kepada Nabi Muhammad dalam syair Barzanji bukan sekadar penghormatan, tetapi juga pengingat akan misi beliau sebagai pembebas manusia dari segala bentuk ketidakadilan. Islam pembebasan sebagaimana yang digagas Ashgar Ali Engineer adalah kelanjutan dari misi ini, menyerukan perlawanan terhadap penindasan dan upaya untuk menciptakan masyarakat yang adil dan egaliter.
Dalam konteks Indonesia, nilai-nilai ini sangat penting untuk dihidupkan kembali. Kesalehan tidak cukup hanya terwujud dalam doa dan ibadah, tetapi juga harus nyata dalam kepeduliannya membela kaum lemah, menegakkan keadilan, dan menciptakan kehidupan yang lebih bermartabat bagi. Wallahu ‘alam.