Mayoritas ulama berkeyakinan bahwa surga yang diceritakan al-Quran adalah surga akhirat yang abadi. Kemudian orang-orang bertanya; bagaimana mungkin surga tempat orang-orang taat bisa dimasuki oleh orang maksiat? Lalu bagaimana mungkin orang seenaknya bisa masuk dan keluar surga, padahal Allah menetapkan siapapun yang masuk surga tidak akan bisa keluar?
Kata surga mempunyai banyak arti, namun orang-orang akan menyangka jika disebut surga pasti merujuk pada surga yang abadi. Namun terkait penggunaannya dalam al-Qur’an hanya Allah lah yang tahu. Adapun menganggap kata surga mempunyai banyak arti merupakan hal yang dibolehkan, itu seperti kata haji dan shalat. Kedua kata tersebut mempunyai arti yang berbeda ketika Islam datang. Kata shalat secara bahasa berarti do’a, namun ketika Islam datang arti tersebut berkembang menjadi praktek ibadah yang ditentukan oleh syariat.
Menurut bahasa, kata surga berarti penutup (as-Satr), sebuah tempat yang rindang akan pohon yang sangat banyak sehingga memungkinkan manusia itu tertutup (dibatasi) olehnya. Atau sebuah tempat yang banyak pohon dan buah-buahan sehingga manusia leluasa mengambilnya. Atau, surga adalah tempat yang sangat tertutup sehingga manusia tidak mungkin bisa keluar dan hidup di sana secara tertutup namun terpenuhi segala kebutuhannya.
Terdapat dua arti surga dalam al-Qur’an, yaitu arti bahasa dan arti surga akhirat. Disebutkan dalam surat al-Baqarah: 266 “apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir“. Begitupun dalam surat al-Baqarah: 265, surat al-Kahfi: 32 dan surat Saba: 15.
Dalam ayat-ayat di atas disebutkan kata surga yang berarti surga dunia, bukan surga akhirat. Sebagian ulama berpendapat bahwa Allah membedakan antara surga dunia dan surga akhirat. Memang secara mutlak, jika disebutkan surga pasti surga akhirat, namun jika lafadz surga (jannah) tanpa ada perangkat al (untuk membuat makrifat: tertentu) maka dinamakan surga dunia.
Namun sebagian ulama yang lain tidak sepakat dengan pendapat di atas, karena ternyata terdapat kata surga tanpa perangkat makrifat namum bermakma surga akhirat. Adapun yang lain berpendapat bahwa Allah memasukan Adam dan istrinya, Hawa ke dalam surga yang abadi, namun ketika keduanya ingkar kemudian mereka dikeluarkan darinya, sehingga jika tidak bermaksiat niscaya keduannya kekal di surga.
Pertanyaan, nabi Adam adalah makhluk yang diciptakan untuk hidup dan menjaga bumi. Karena itu, tidak dikatakan: jika nabi Adam tidak bermaksiat niscaya senantiasa di surga. Adapun pertanyaanya adalah: nabi Adam adalah pengganti Allah di bumi (khalifah fil ardh) kenapa harus tinggal di surga dahulu?
Ternyata di situ ada hikmah yaitu supaya nabi Adam paham metode Allah yaitu sebuah perintah dan larangan. Ketika setan datang, maka perintah setan adalah larangan Allah, begitu sebaliknya. Di situ setan telah mengubah apa yang diberikan oleh Allah. Karena itu, ketika nabi Adam sudah memahami metode tersebut maka dia akan tahu konsekuensinya; apa yang akan terjadi jika dia patuh atau jika dia tidak patuh (mbalelo). Perintah untuk mengambil sesukannya ketika di surga dan melarang untuk mendekati pohon itu (khuldi) adalah metode (syariat) Allah.
Jadi, sekarang kita tahu dulu nabi Adam tidak tinggal di surga akhirat. Surga akhirat diperuntukan setelah ada pembebanan syariat (taklif) yaitu untuk pembalasan (reward) bagi yang menjalankan metode Allah berupa perintah dan larangan. Lagi pula, dalam konsep surga akhirat, siapapun yang telah masuk maka tidak bisa keluar selamanya. []
*Dikutip dari kitab Qasas al-Anbiya’: Syeikh Muhammad Mutawally Sya’rawi