Semua Polisi Itu Bajingan, Kata Siapa?

Semua Polisi Itu Bajingan, Kata Siapa?

Kasus band Sukatani dan oknum polisi bajingan. Tidak semu polisi begitu, kok.

Semua Polisi Itu Bajingan, Kata Siapa?

Saat ini ada banyak narasi negatif yang menyebut bahwa semua polisi itu buruk. Bahkan ada kode khusus dengan angka 1312 yang merujuk pada akronim A.C.A.B atau all cops are bastards (semua polisi itu bajingan). Terlebih setelah ada keributan lagu berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’ dari grup musik punk Sukatani asal Purbalingga.

Tentu saja ini sebuah generalisasi yang tidak bisa ditelan mentah-mentah. Tuduhan semacam itu hanya mungkin dengan pola pikir yang esensialis dan terpolarisasi. Misalnya, ada seorang menteri yang berbuat baik lalu menyebut semua menteri itu baik. Atau ada pejabat yang menggunakan transportasi umum untuk konten, lalu menuduh semua pejabat mau menggunakan transportasi umum di kehidupan nyata.

Begitu juga dengan tuduhan semua polisi itu bajingan. Masak tidak ada satu pun polisi yang baik? Sementara, saya punya pengalaman bertemu polisi yang sungguh sangat baik. Melalui tulisan ini, saya akan menyampaikan kebenaran itu walau mungkin akan ada banyak yang kecewa dengan tulisan ini.

Begini ceritanya…

Saat itu, saya naik kendaraan umum dari pusat kota menuju penginapan. Karena sudah kehabisan uang, saya pun memutuskan berjalan dari stop point untuk sampai ke penginapan. Menurut Mbah Google jarak antara tempat turun transum ke penginapan sekitar 25 menit dengan jalan kaki.

Yaweslah, piye maneh?! Batin saya.

Namun Mbah Google tampaknya ngajak guyon. Ia membawa saya ke gang perumahan yang juga cukup sepi. Sialnya, beberapa kali terdengar gonggongan anjing yang bikin merinding.

Google kemudian membuat saya semakin kebingungan saat ia menawarkan saya melewati jalan yang waduh sekali: tanpa penerangan. Saya pun dilema. Mau ikut tapi, ya, kok gelap. Mau tidak ikut lalu mau nyari fatwa siapa lagi? Sialnya, tidak ada orang yang ditanya. Mungkin karena sudah terlalu larut.

Karena tidak punya pilihan, saya pun memutuskan menyusuri kegelapan itu menggunakan lampu flash smartphone. Namun semakin melangkah, semakin tidak yakin menemukan jalan yang tepat. Saya pun berbalik arah untuk berada di titik sebelum kegelapan itu.

Guk, guk! Tiba-tiba ada suara anjing menyalak di belakang tengkuk. Seorang di kejauhan memanggil nama yang mungkin merupakan nama anjing itu. Ia meyakinkan saya bahwa si anjing jinak. Jinak apanya? Hampir saja jantung saya copot dibuatnya.

Ternyata, itu adalah anjing pelacak. Di badannya tersemat semacam pakaian yang bertuliskan ‘policie‘. Si empunya anjing juga mengenakan baju seragam berwarna biru dan rompi gelap dengan tulisan serupa. Waduh, jarang-jarang lihat polisi bertugas sampai jam segitu kecuali patroli pakai mobil yang lampunya mengganggu, kata saya dalam hati.

“Aman, mas. Ini sudah terlatih, kok. Toh, talinya gak mungkin bisa jauh-jauh dari kontrol saya,” ujarnya.

“Oh, oke baik. Terima kasih.”

“Tersesat, mas?”

“Iya, Google mengarahkanku ke jalan yang aneh.”

Saya menunjukkan peta Google itu. Dia manggut-manggut.

“Hooh, ini bukan jalan yang benar. Mau tak antar ke jalan yang gampang, mas?”

“Eh, serius?”

“Yuhi. Yuk, ikutin aku. Agak jauh, tapi nanti bisa lebih gampang ke lokasi tujuanmu.”

Akhirnya, saya pun mengikuti polisi perempuan itu. Dia sangat ramah, bertanya saya dari mana dan ada acara apa selama di sana. Hingga tak terasa kami sudah ada di sebuah persimpangan.

“Oke, sampai di sini ya. Nanti tinggal ngikutin jalan terus akan ketemu lokasi yang kamu maksud,” ujarnya.

Saya pun mengucapkan terima kasih. Sempat berpikir dia minta tips ga ya? Ternyata tidak. Alhamdulillah, bukti tidak semua polisi minta dibayar.

Catatan: Oh, ya. Ini cerita tentang polisi di Kota Praha, Ceko saat saya berkesempatan dolan di sana pada November, 2023. Tidak bisa digeneralisir untuk konteks negara lain. Seluruh percakapan menggunakan bahasa Inggris. Saya terjemahkan untuk memudahkan penceritaan saja.

(AN)