Tiga Tesis Snouck Hurgronje, Ada Poin Nasab Baawaly yang Diperdebatkan

Tiga Tesis Snouck Hurgronje, Ada Poin Nasab Baawaly yang Diperdebatkan

Tiga Tesis Snouck Hurgronje, Ada Poin Nasab Baawaly yang Diperdebatkan
Snouck Hurgronje (Koleksi Perpustakaan Leiden)

Berikut, saya kutipkan 3 tesis Snouck Hurgronje dalam mengendalikan pengaruh Islam dalam nasionalisme Indonesia :

Snouck Hurgronje membedakan Islam ”ibadah” dengan Islam “sosial politik”. Dia membagi atas tiga kategori,

Pertama, dalam masalah ritual keagamaan, aspek ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya.

Kedua, sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam, atau aspek muamalat dalam Islam, seperti perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan-hubungan sosial lain, pemerintah harus berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaannya.

Ketiga, dalam masalah-masalah politik, pemerintah dinasihatkan untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan oleh kaum Muslim yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda.

Snouck Hurgronje menekankan pentingnya asosiasi kaum Muslim dengan peradaban Barat, yakni bagaimana mengikat jajahan itu lebih erat kepada penjajah.

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 26.)

Tiga tesis Hurgronje ini masih berdampak sampai sekarang.

Satu yang sekarang menjadi polemik adalah masalah kesahihan nasab Bani Alawiyyin (Ba’Alawy). Gelar Habib dipertanyakan.

Ini adalah penyakit ikutan sebuah bangsa bekas jajahan. Polemik Ba’Alawy adalah ujian bangsa Indonesia untuk jujur terhadap sejarah dirinya sendiri dan mencari identitas ke-indonesiaan yang otentik.

Baca juga: Snouck Hurgronje Dijuluki Habib Kulit Putih di Aceh

Saya berpandangan, saat ini adalah waktu yang tepat membuka lagi pandangan AR Baswedan tentang Arab yang meng-Indonesia.

Arab yang meletakkan nasionalisme-nya sebagai warga bangsa Indonesia, bukan sebagai orang Arab yang menjaga jarak dengan ke-indonesiaan.

Ba’Alawy mungkin batal sebagai nasab nabi Muhammad, tetapi Ba’Alawy tidak pernah batal menjadi bagian bangsa Indonesia.

Dibutuhkan kearifan kita untuk membangun dialog kebudayaan yang elegan antara ke-Arab-an dan Ke-indonesiaan, bukan saling mengolok-olok sebagai sesama anak bangsa.