Pembahasan nasab Baalawi masih menjadi isu hangat di media sosial. Sekalipun intensitasnya tidak sekuat dulu, namun beberapa influencer masih tetap menjadikan isu ini sebagai konten andalan media sosial mereka. Rhoma Irama salah satunya, dalam program Bisikan Rhoma yang diunggah di akun You Tubenya, dia kerap kali mengundang narasumber untuk mendiskusikan polemik Baalawi. Bahkan ia juga mengundang Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar untuk membahas persoalan ini.
Kalau ditonton dari awal sampai akhir, tampaknya kehadiran Menteri Agama dalam program Bisikan Rhoma tidak dimaksudkan untuk membahas polemik Baalawi secara khusus. Hanya saja di bagian akhir, Rhoma menyelipkan pertanyaan tentang hal ini. Dia menyebut polemik ini sudah berjalan beberapa tahun, tapi sayangnya pemerintah belum hadir dalam masalah ini.
Menanggapi hal itu, Prof. Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa kita kerapkali membesar-besarkan hal yang kecil dan mengecilkan hal yang besar. Ia mengingatkan, “Jangan membuayakan cicak dan jangan mencicakkan buaya. Jangan mengharimaukan kucing dan jangan pula mengkucingkan harimau. Bahaya itu.”
Menurut Menteri Agama, Islam memuliakan orang yang bertakwa. Allah tidak menilai manusia dari nasabnya, tetapi dari amal ibadahnya. Inna akramakum ‘indallahi atsqakum, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa (QS: Al-Hujurat ayat 13)
“Jadi kita tidak boleh membanggakan nasab ini, sekalipun keturunan Rasulullah,” Tegas Prof. Nasaruddin Umar.
Menteri Agama yang juga sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal ini menyarakan agar para habaib, sebutan untuk keturunan Rasulullah di Indonesia, supaya tidak mengekploitasi status nasab itu. Jangan sampai menganggap diri lebih baik dari yang lain. Kita mesti menghormati siapapun, terutama orang yang nasab spritualnya mendekati Rasulullah.
“Saya pribadi tidak memiliki hubungan darah dengan Rasulullah, tapi saya pengen nasab spritual saya dekat dengan Rasulullah. Apa arti nasab biologis dekat, tetapi perilaku seperti Abu Jahal atau Abu Lahb,” Tegas Prof. Nasaruddin Umar.
Ia mencontohkan, Kan’an itu puteranya Nabi Nuh, anak biologisnya Nabi Nuh. Tapi yang diizinkan naik perahu oleh Allah SWT hanyalah anak spritualnya Nabi Nuh. Sementara anak kandungnya sendiri tenggelam, yang selamat justru orang yang memiliki nasab spritual dengan Rasulullah.
Terkait dengan peran pemerintah dalam polemik nasab Baalawi ini, Prof. Nasaruddin Umar menyarankan baiknya pemerintah tidak perlu ikut campur dalam proses perdebatan apakah Baalawi keturunan Rasulullah atau tidak. Agama punya batasannya dan pemerintah juga punya batasan. Ada masalah yang pemerintah mesti terlibat, tetapi juga ada persoalan di mana pemerintah tidak perlu terlibat.
“Kalau pemerintah terlibat, itu bukan jalan untuk memecahkan persoalan, tapi malah menambah masalah. Dalam menyikapi persoalan, adakalanya pemerintah mesti terlibat dan adakalanya pemerintah tidak boleh terlibat. Mencampuri urusan individu masyarakat itu jangan. Agama punya batasnya dan negara punya batasnya. Jangan negara mencampuri urusan privat masyarakat. Tapi saat yang sama, agama juga jangan masuk dapur pemerintah,” Ujar Imam Besar Masjid Istiqlal.
Memang Islam tidak membuat garis yang tegas antara pemerintah dan agama. Akan tetapi, menurut Prof. Nasaruddin Umar, di Indonesia kita memiliki ulama dan umara, di mana tugas ulama adalah memberi fatwa, sementara umara merealisasikan fatwa tersebut.