Kisah Sufi Abu Yazid Makan Roti Siang Hari

Kisah Sufi Abu Yazid Makan Roti Siang Hari

Kisah Sufi Abu Yazid Makan Roti Siang Hari
Ilustrasi seseorang yang sedang merenungi diri.

Diriwayatkan di satu hari Abu Yazid Basthami berkunjung ke negeri Hijaz. Dapat beberapa hari. Terdengar oleh warga Madinah. Beliau diundang untuk berkunjung ke Madinah. Karena di Madinah banyak yang mengagumi dan kepo penasaran ingin bertemu secara langsung dengan Abu Yazid.

Selama itu mereka hanya mendengarkan pandangan dan ujaran Abu Yazid dari mulut ke mulut yang sedikit banyak menggelitik, menghentak, bikin kaget, dan kadang kontroversial.

 

Lalu Abu Yazid datang ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Diam-diam tanpa diketahui masyarakat Abu Yazid memasuki Madinah.

Seluruh masyarakat berbondong-bondong berdatangan dan memasuki Madinah dengan sikap memuliyakan untuk sowan dan bertemu tokoh yang diidolakan, Abu Yazid. Setelah berkumpul bertemu Abu Yazid di pasar. Pada saat itu bertepatan pada bulan Ramadhan.

Mereka ngerumpi, sibuk dengan basa-basinya. Abu Yazid mengeluarkan sepotong roti dari saku bajunya dan memakannya di hadapan mereka sedangkan pada saat itu bulan Ramadhan.

Melihat itu, semua orang balik dan meninggalkan Abu Yazid sendirian. Yang tersisa hanya satu muridnya saja.

Kemudian Abu Yazid berkata pada muridnya, “apakah kamu tidak melihat bagaimana kala aku meninggalkan satu persoalan saja dari syariat, lalu semua manusia meninggalkanku?”

Mungkin hendak dikatakan, kebanyakan orang hanya melihat dari prilaku lahiriyah yang dilihat saja, mudah dan tergesa-gesa dalam menilai, gambang stigmatisasi, dan tidak bijaksana dalam melihat sesuatu. Setelah peristiwa makan roti di siang bolong pada bulan Ramadhan itu, Abu Yazid ditinggal, dihakimi dan disetigma sedemikian rupa sebagai orang yang tidak taat menjalankan ibadah.

Abu Yazid tak mempermasalahkan sikap mereka. Malahan beliau membiarkan sikap stigmatisasi mereka.

Nah, menurut para sufi, bahwa ketika seorang sufi melakukan pelanggaran syariat yang sejatinya bukan pelanggaran lalu mengakibatkan citranya buruk dan tidak lagi dipandang sebagai seorang ahli ibadah atau bahkan wali, itulah malamatiyah.

Berhasil melepaskan diri dari sikap pengkultusan individu.

Padahal, jika mereka bijaksana maka akan mempertimbangkan bahwa Abu Yazid adalah seorang musafir kelana dari negeri Bustham yang sekarang masuk wilayah Iran menuju Hijaz, lalu ke Madinah. Menurut fikih, seorang musafir mendapatkan rukhshah (dispensasi/keringanan) boleh membatalkan puasa.

Tetapi kenyataan Abu Yazid makan roti di bulan Ramadhan itu di luar dari ekspektasi dan harapan mereka yang sudah kadung membayangkan dalam imajinasinya Abu Yazid sebagai ahli ibadah dan wali. Label wali pun seketika itu ambyar!!! Label ahli ibadah rungkad!!!Itulah yang diinginkan Abu Yazid.