Dosen Universitas Gadjah Mada sekaligus Steering Committee MOSAIC Abdul Gaffar Karim menyampaikan perlunya pendekatan kolaboratif untuk mengatasi isu iklim di kalangan umat Islam. Hal ini ia sampaikan di forum penyampaian hasil survei iklim nasional yang dilakukan oleh Purpose dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Jum’at (8/11/2024)
“Bagi kami kata kuncinya aksi dan kolaborasi, itu adalah interpretasi sholat berjamaah dalam versi sosial.” ungkap Abdul Gaffar Karim.
Ia mengeluhkan, kalangan muslim hari ini lebih fokus pada kesalehan personal daripada kesalehan sosial, sehingga persoalan-persoalan sosial seperti isu iklim tidak terlalu dipedulikan.
“Yang namanya berjamaah itu cukup selesai di Shalat Subuh, makannya ada celoteh lelaki sejati itu sholat Subuh, tetapi tidak ada itu lelaki sejati berkolaborasi menjaga iklim,” imbuh Abdul Gaffar Karim disambut gelak tawa peserta.
Karenanya, Mosaic menggandeng organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah untuk bersama mengatasi isu-isu iklim. Selain itu, MOSAIC juga mengembangkan gerakan aksi iklim seperti Wakaf Hutan, Bengkel Hijrah Iklim dan Sedekah Energi.
Sementara pendiri dan ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyatakan dengan meningkatnya religiusitas global, termasuk di Indonesia, penting jadinya untuk menyesuaikan solusi iklim dengan ajaran agama Islam.
“Penting bagi pemerintah dan para pembuat kebijakan untuk memahami bahwa target iklim bisa selaras dengan ajaran Islam. Namun, masih ada banyak hambatan untuk mengubah keyakinan ini menjadi aksi nyata terhadap iklim dan pengurangan emisi,” kata Dino Patti Djalal.
Bagi Dino, pemuka-pemuka agama memiliki peran untuk mengajak umatnya untuk menjaga dan merawat iklim.
”Pertanyaan di Indonesia adalah bagaimana tokoh muslim di Indonesia berkontribusi dalam isu perubahan iklim? Mereka harus jadi bagian dari solusi. MUI (Majelis Ulama Indonesia) harus mengeluarkan fatwa tentang perubahan iklim,” tuturnya.
Dengan adanya hasil survei iklim nasional tersebut, Dino berharap agar pemerintah dan pemangku kebijakan mendorong aksi-aksi nyata yang sejalan dengan ajaran Islam demi perbaikan iklim yang lebih baik. “Pengaruh mereka dalam memobilisasi masyarakat sangat besar, dan melibatkan mereka dalam aksi iklim dapat memberikan dampak nyata,” ungkap Dino.
Untuk diketahui, survey iklim nasional yang melibatkan 3.000 responden Muslim dan 100 tokoh agama Islam di Indonesia menunjukkan bahwa sebanyak 22% responden menyatakan bahwa mereka lebih mempercayai pemuka agama dalam hal isu lingkungan dibandingkan dengan aktivis, ilmuwan, atau pemerintah nasional. Temuan tersebut menunjukkan potensi besar bahwa kalangan pemuka agama itu dapat meningkatkan kesadaran umat terhadap krisis iklim.