Membongkar Kesalahpahaman Usang, Mengapa Islam kok Seperti Me-Rumah-kan Perempuan?

Membongkar Kesalahpahaman Usang, Mengapa Islam kok Seperti Me-Rumah-kan Perempuan?

Membongkar Kesalahpahaman Usang, Mengapa Islam kok Seperti Me-Rumah-kan Perempuan?
Ilustrasi perempuan menyembelih qurban

Menurut kalian, bagaimana sih seorang perempuan yang baik itu?

Mungkin kebanyakan orang akan menjawab: Mereka yang diam di rumah, tidak ramah kepada laki-laki, dan sibuk melayani suami, mengurus anak dan rumah tangga.

Lalu, apakah benar sikap tersebut adalah keharusan atau hanya konstruksi sosial semata?

Dalam masyarakat yang masih terbelenggu oleh sistem patriarki, perempuan terus menghadapi sinisme dan penghakiman yang tak kunjung padam. Segala tindakan mereka, seolah-olah selalu salah di mata dunia. Hukum pun terasa lebih tajam kepada perempuan, seperti dalam kasus kekerasan rumah tangga yang kerap memihak pelaku, atau kasus pelecehan seksual yang cenderung menyalahkan korban.

Stereotipe tentang perempuan “baik” dalam Islam, yang kerap dikonstruksikan sebagai sosok yang pendiam, tertutup, dan hanya bertugas melayani, merupakan distorsi yang merugikan. Pandangan ini membatasi peran perempuan dan mengabaikan potensi mereka untuk berkontribusi dalam berbagai bidang kehidupan.

Melihat kenyataan tersebut, timbullah pertanyaan: Benarkah Islam begitu mengekang dan membatasi gerak perempuan? Apakah seorang perempuan diciptakan hanya untuk menjadi “pelengkap” hidup laki-laki?

Jawabannya: Tentu tidak. Islam yang sesungguhnya mengajarkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan. Perempuan memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan laki-laki, serta memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, ilmuwan, pejuang kemanusiaan, atau apapun yang menjadi pilihannya.

Menjadi perempuan terbaik dalam Islam bukanlah tentang jadi pasif dan pengabdian semata, tetapi tentang menjalankan peran dengan penuh tanggung jawab, berilmu, berakhlak mulia, dan berkontribusi dalam membangun masyarakat.

Al-Quran dengan tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan laki-laki. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 1:

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan menjadikan pasangannya daripadanya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu.”

Ayat ini menegaskan bahwa perempuan diciptakan sebagai pasangan laki-laki, bukan sebagai makhluk yang inferior. Pasangan, artinya, walaupun berbeda, memiliki nilai yang sama. Keduanya sama-sama memiliki peran penting dalam kehidupan dan memiliki hak yang sama untuk beribadah, berpendidikan, dan berkontribusi dalam masyarakat.

Bayangkan layaknya pasangan Sepatu. Sepatu kiri dan sepatu kanan, keduanya memiliki fungsi yang sama, bukan? Yaitu melindungi kaki dan membantu kita berjalan. Namun, keduanya berbeda bentuk dan ukuran agar pas di kaki masing-masing.

Begitu pula dengan pasangan setara.

Keduanya memiliki nilai yang sama, namun memiliki perbedaan dalam hal karakter, bakat, dan peran. Seperti halnya sepatu, meskipun berbeda, keduanya saling melengkapi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu berjalan dengan nyaman dan stabil.

Dalam sejarah Islam, banyak sekali kisah dan contoh-contoh perempuan hebat. Dan ini membuktikan bahwa Islam tidak pernah membatasi peran perempuan. Beberapa di antaranya:

Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW: Seorang pengusaha sukses yang memberikan dukungan penuh kepada Nabi dalam menyebarkan islam. Khadijah adalah sosok yang cerdas, berwibawa, dan berani.

Fatimah, putri Rasulullah SAW: Dikenal karena kecerdasannya, keteguhan imannya, dan pengabdiannya kepada Islam. Fatimah adalah contoh perempuan yang kuat dan mandiri.

Aisyah, istri Rasulullah SAW: Dikenal karena kecerdasannya, ketajaman pikirannya, dan perannya dalam menyebarkan ilmu agama. Aisyah adalah contoh perempuan yang berilmu dan berpengetahuan luas.

Nusaibah binti Ka’ab (Ummu Umarah): Perisai Rasulullah yang dikenal dengan keberaniannya di medan perang. Ia awalnya bertugas sebagai petugas medis, namun turun ke medan perang saat melihat kaum muslimin porak-poranda. Keberaniannya menjadi teladan bagi wanita muslim di dunia hingga saat ini.

Rufaidah Al-Aslamiyyah: Dokter perempuan pertama dalam Islam yang dikenal dengan keahliannya dalam mengobati orang-orang terluka di medan perang. Ia mengobati dengan hati Ikhlas dan menjadi teladan bagi para wanita yang ingin berkontribusi dalam bidang kesehatan.

Perempuan-perempuan ini membuktikan bahwa Islam tidak pernah membatasi peran dalam masyarakat. Mereka adalah bukti bahwa Islam memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mencapai kesuksesan dan kejayaan.

Rasulullah SAW adalah contoh teladan dalam memperlakukan perempuan dengan hormat dan adil. Beliau selalu memperlakukan istri-istrinya dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Beliau juga mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati perempuan dan memberikan hak-haknya.

Rasulullah SAW berpesan:

“Perempuan adalah tiang agama. Jika baik perempuannya, baiklah agamanya. Jika buruk perempuannya, buruklah agamanya.” (Haidts Riwayat At-Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang baik dan agamis. Islam menghargai perempuan dan mendorong mereka untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan berilmu.

Ajaran Islam tentang perempuan sangatlah jelas. Islam mengajarkan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan. Melalui kisah-kisah perempuan hebat di masa Rasulullah SAW dan sikap beliau terhadap perempuan, kita dapat melihat bahwa Islam tidak pernah membatasi peran perempuan dalam masyarakat. Justru sebaliknya, Islam datang memberikan kebebasan dan harapan bagi kaum perempuan dengan mengangkat derajat mereka.

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengakhiri kesalahpahaman yang telah lama mengakar tentang peran perempuan dalam Islam. Kesalahpahaman ini, jika dibiarkan berlanjut, akan menjadi tradisi yang turun menurun, mewariskan pandangan yang salah tentang ajaran Islam kepada generasi mendatang.

Memutus rantai mitos ini bukan hanya tentang meluruskan persepsi, tetapi juga tentang memulihkan citra Islam yang sesungguhnya. Islam mengajarkan kesetaraan dan keadilan bagi semua, termasuk perempuan. Dengan menghapus stigma dan prasangka yang tidak berdasar, kita dapat membuka jalan bagi perempuan untuk mencapai potensi terbaik mereka dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.