Nabi Ismail Ternyata Alami Naturalisasi

Nabi Ismail Ternyata Alami Naturalisasi

Nabi Ismail Ternyata Alami Naturalisasi

Tren naturalisasi kini tengah berkembang di Asia Tenggara, khususnya dalam bidang olahraga sepakbola. Pemain asing yang telah tinggal di negara-negara ASEAN untuk beberapa tahun atau yang memiliki ‘darah’ Indonesia, diberi kewarganegaraan agar bisa membela tim nasional. Naturalisasi atau pewarganegaraan adalah proses bagi seorang warga negara asing untuk mendapatkan kewarganegaraan di suatu negara.

Meski tak sepenuhnya sama, Nabi Isma’il as. pun ternyata mengalami tren ini. Tentunya hal ini terjadi pada nabi yang hampir disembelih ini secara nonformal. Nabi Isma’il sendiri adalah seorang blasteran Koptik-Mesopotamia. Nabi Ismail mendapat darah Koptik (Mesir) dari ibunya, Siti Hajar dan DNA Mesopotamia (Irak) dari bapaknya, Nabi Ibrahim as. Pada awalnya, Mereka bertiga bersama istri pertama Nabi Ibrahim, Sarah tinggal di Palestina.

Sarah yang merupakan istri pertama Nabi Ibrahim belum bisa mengandung anak, merasa cemburu karena Hajar sudah memberikan Nabi Ibrahim anak. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim memindahkan Hajar dan puteranya Ismail ke sebuah lembah gersang nan tandus di Hijaz yang kelak akan menjadi Makkah. (Shafiyurahman Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum,[Qatar: Kementrian Wakaf dan Urusan Agama, 1468 H/2007 M], hal.17-18).

Nabi Isma’il as. datang ke Hijaz sebagai orang asing. Awalnya, ia sama sekali tak bisa berbahasa Arab, bahasa para penduduk Semenanjung Arab. Menurut para sejarawan, Nabi Isma’il kecil kemungkinan besar menuturkan bahasa Ibrani, bahasa Kasdim, atau bahasa Aram. Nabi Isma’il belajar bahasa Arab dari Suku Jurhum (Abu al-Hasan ‘Ali bin al-Hasan, Muruj al-Dzahab wa Ma’adin al-Jawhar, [Beirut: Dar al-Andalus], hal.262).

Nama Isma’il sendiri diyakini bukanlah nama Arab. Nama ini merupakan nama hasil domestikasi dari sebuah nama dari bahasa bangsa Babilonia, Yishma’el. Secara etimologis, nama ini berarti ‘Tuhan telah mendengar’ (Fredrick E. Greenspahn, Encyclopedia of Religion,[Amerika Serikat: Macmillan Reference US, 2005], Volume 7, hal 4551-4552).

Suku Jurhum sendiri adalah salah satu suku yang masuk dalam golongan Arab ‘Aribah (berasal dari Yaman) yang menetap di Makkah selepas munculnya sumber air zamzam. Nabi Ismail as. yang blasteran Mesopotamia-Koptik menikahi salah satu wanita Suku Jurhum dan melakukan asimilasi. Asimilasi ini melahirkan sub-bangsa Arab baru yang disebut Arab Musta’ribah. Bangsa Arab Musta’ribah inilah yang kelak akan melahirkan Suku Quraisy, suku Nabi Muhammad saw. Dalam hal ini, apa yang dialami Nabi Isma’il mirip dengan konsep naturalisasi.

Berikut uraian nasab Nabi Muhammad saw. hingga Nabi Isma’il as., (Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, [Dar al-Kutub al-‘Arab, 1990] juz 1, hal. 11-16),

هَذا كِتَابُ سِيْرَةِ رَسُوْلِ اللهِ صلي الله عليه وسلّم، هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بن عَبْدِ الْمُطَّلِبِ — وَاسْمُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ: شَيْبَةَ بن هَاشِمِ — وَاسْمُ هَاشِمِ: عُمَرُو بن عَبْدِ مَنَافِ — وَاسْمُ عَبْدِ مَنَافِ: المغِيْرَةُ بن قُصَيّ بن كِلَابِ بن مُرَّةَ بن كَعْبِ بن لُؤَيِّ بن غَالِبِ بْن فِهْرِ بن مالِكِ بن النَّضْرِ بن كِنَانَةَ بنِ خُزَيْمَةَ بن مُدْرِكَةَ — واسمُ مُدْرِكَةَ: عَامِرِ بن إِلْيَاس بن مُضَر بن نِزَار بن مَعَدِّ بن عَدْنَانَ بن أُدَّ — ويقالُ أُدَدَ بن مُقَوِّمِ بن نَاحُوْر بن تَيْرَح بن يَعْرُبَ بن يَشْجُبَ بن نَابَت بن إِسْمَاعِيْلَ بن إِبْرَاهِيْمَ — خليلُ الرَّحمنِ —

  “Ini adalah kitab Sirah Rasulullah , dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib — nama asli Abdul Muttalib adalah Syaibah bin Hasyim — nama asli Hasyim adalah Umar bin Abdu Manaf — nama asli Abdu Manaf adalah Mughirah bin Qusayy bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadlr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah — nama asli Mudrikah adalah ‘Amr bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘Adnan bin Udda — dilafalkan juga Udada bin Muqawwim bin Nahur bin Tayrah bin Ya’ruba bin Yasyjuba bin Nabat bin Ismail bin Ibrahim — khalil al-rahman …”

Berdasarkan eksistensinya, bangsa Arab dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni Arab Baidah dan Arab Baqiyah (Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, [Kairo: Dar al-Ma’arif, 1960], Juz 1, hal.618-626). Orang-orang Arab Baidah adalah suku-suku Arab kuno yang pada dewasa ini telah punah. Suku-suku yang masuk golongan ini adalah Suku ‘Ad, Tsamud, Judays, ‘Imlaq, Umaym, dll.

Sebaliknya, bangsa Arab Baqiyah adalah bangsa Arab yang masih eksis. Arab Baqiyah dibagi lagi menjadi Arab ‘Aribah dan Arab Musta’ribah. Arab ‘Aribah adalah bangsa Arab keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan. Oleh karena nama nenek moyangnya ini, Arab ‘Aribah disebut juga sebagai bangsa Arab Qahthaniyah. Kabilah-kabilah Arab ‘Aribah banyak tinggal di Yaman, Semenangjung Arab bagian Selatan.

Melalui Kabilah Jurhum yang masuk dalam golongan ini, Bangsa Arab ‘Aribah nantinya mengalami kawin campur. Dua wanita dari kabilah ini dinikahi Nabi Isma’il yang bukan orang Arab. Nabi Isma’il dan anak turunnya mengalami ‘naturalisasi’ dan kemudian disebut sebagai Bangsa Arab Musta’ribah.

Yang menarik dari penyebutan ini adalah kata ‘musta’ribah’ yang merupakan ism fa’il (kata benda yang menunjukkan pelaku pekerjaan) dari fi’il madli (kata kerja yang dilaksanakan di masa lampau) ‘ista’raba.’ ‘Ista’raba’ sendiri memiliki wazn ‘istaf’ala’. Dalam kaidah Ilmu Sharaf (Ilmu Morfologi dalam bahasa Arab), ‘Istaf’ala’ dan derivasinya menyimpan makna tahawwul, menjadikan suatu hal menjadi hal lain.

Fi’il Madli dari ‘musta’ribah,’ ista’raba berarti ‘menjadikan sesesuatu/seseorang yang bukan Arab menjadi Arab.’ Maka, secara etimologi bangsa Arab Musta’ribah adalah bangsa non-Arab yang menjadikan diri sebagai bangsa Arab. Dengan kata lain, bangsa keturunan Nabi Isma’il ini adalah bangsa yang telah melakukan proses naturalisasi menjadi bangsa Arab.

Uraian di atas memberi kesimpulan bahwa Nabi Isma’il adalah seorang ‘ajam (non-Arab) yang datang ke Tanah Arab. Ia berasimilasi dengan Suku Jurhum yang merupakan salah satu suku Arab dang kemudian dinaturalisasi menjadi bagian dari bangsa Arab. Darinya, lahir keturunan yang nantinya disebut bangsa Arab Musta’ribah. Secara etimologis, subbangsa Arab ini berarti bangsa non-Arab yang mengarabkan diri.