Oktober adalah bulan perjuangan ulama. Salah satunya mengenabg Pemikiran dan perjuangan Hadlratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang terus dikobarkan dan dikembangkan.
Untuk itu, sejumlah ulama gelar Halaqoh. Hal itu sebagai komitmen ulama pendiri NU untuk memperjuangkan, mempertahankan dan kini mengisi kemerdekaan Indonesia.
“Bila dicermati pemikiran dan langkah perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari, sesungguhnya lebih maju dan melampaui zaman bagi kalangan santri. Karena itu, kita bertanggung jawab untuk terus merawat dan selalu mengobarkan semangatnya,” tutur KH Abdul Hakim Mahfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, dalam keterangan Minggu 29 September 2024.
Kiai Kikin menegaskan hal itu, terkait dengan Halaqoh Pemikiran Hadratussyaik KH. M. Hasyim Asyari yang digelar di Gedung Monumen Resolusi Jihad NU, di Surabaya pada Sabtu, 28 September 2024.
Selain Kiai Kikin, yang Ketua PWNU Jawa Timur, pembicara Riadi Ngasiran (Pemerhati sejarah dan Sejarawan NU), Kombes (Pol) Nanag Juni Mawanto (Direktur Direktoran Intelijen dan Keamanan Polda Jatim), dan Fahrul Muzaqqi (Fisipol Unair).
Hadir pada kesempatan itu, Rais Syuriah PCNU Surabaya KH Ahmad Zulhilmi Ghazali, KH Abdul Hari (Wakil Rais) dan KH Achmad Saiful Chalim (Katib Syuriah PCNU Surabaya), H Roisuddin Bakri (Ketua Ikapete Jatim), H Moch Saiful Bachri (pengurus Ikapate yang juga Wakil Sekretaris PCNU Surabaya).
Pada kesempatan itu, Riadi Ngasiran mengingatkan keberadaan Fatwa Djihad Kiai Hasyim Asy’ari (17 September 1945), yang ditujukan kepada masyarakat luas, terutama kaum santri dan umat Islam. Diperkuat dengan keputusan PBNU yang mengeluarkan ‘peringatan’ untuk pemerintah pada saat itu, yakni Resolusi Djihad NU di Surabaya (22 Oktober 1945).
“Pada saat perang dan kondisi belum aman, masa Revolusi Fisik 1945-1945, ini telah mengeluarkan Resolusi Djihad NU di Purwokerto (hasil Muktamar NU pada tanggal 26-29 Maret 1946). Semua itu menjadi bukti andil nyata yang diberikan umat Islam pada umumnya dan Nahdlatul Ulama pada khususnya bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” tutur Riadi Ngasiran, yang penulis buku Perang Sabil di Surabaya, Resolusi Jihad NU 1945, segera terbit.
Diingatkan, santri yang aktivis budaya dan pemikiran ini, untuk mengenang perjuangan para ulama dan kaum santri, terutama pada saat terjadinya pertempuran 10 November 1945, didirikan Monumen Resolusi Djihad yang telah diresmikan pada 22 Oktober 2011 oleh Ketua Umum PBNU
KH Said Aqiel Siroj. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan gambaran akan nilai-nilai perjuangan kepada generasi muda, khususnya di Surabaya dan secara umum generasi muda Indonesia.
“Alhamdulillah, sejak 2015, tanggal 22 Oktober ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Hari Santri Nasional,” tutur Riadi Ngasiran.
*Mengobarkan Api Pemikiran*
Pengalaman seorang ulama besar di masa lalu, yang dikenal alim dan berpikiran maju namun hilang ditelan waktu. Hal itu menjadi pelajaran bagi para santri Ikatan Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete) Jawa Timur untuk menggelar Halaqoh Pemikiran tersebut.
Halaqoh bertema “Mengaktualisasikan Resolusi Jihad dalam Pembangunan Indonesia Sepanjang Masa” ini dihadiri tokoh-tokoh muda NU secara langsung. Mereka memenuhi ruangan gedung PCNU Surabaya dengan penuh semangat. Karena ingin mengetahui pengaruh pemikiran Pendiri NU itu.
*Pengaruh Resoloesi Jihad NU 1945*
Pada bagian lain, Riadi Ngasiran pada sejak awal berdirinya, sebagai Tim Kerja Museum NU di Surabaya menegaskan pengaruh dari fatwa Kiai Hasyim Asy’ari.
“Kedua keputusan agama dan politik NU (Fatwa Jihad Kiai M Hasyim Asy’ari tanggal 17 September 1945 dan Resoloesi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945) kemudian memperoleh dukungan besar dari organisasi keagamaan di Indonesia.
“Rakyat Muslimin Kebumen mengeluarkan mosi agar umat Islam bersungguhsungguh mempertahankan Republik Indonesia. Mosi tersebut dimuat di Suratkabar Harian
“Pada tanggal 7-8 November 1945, Umat Islam Indonesia menyelenggarakan Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta. Muktamar Islam Indonesia menyerukan seluruh umat Islam Indonesia untuk memperkuat persiapan
untuk berjihad fi Sabilillah”.
Dalam muktamar tersebut, PBNU mengeluarkan sebuah dukungan spiritual kepada para pejuang Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan
pada 17 Agustus 1945.
“Resolusi Djihad Fii Sabilillah NU tersebut mengatakan bahwa berperang melawan penjajah dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah fardlu ’ain, dan mereka yang merusak persatuan rakyat harus dibinasakan. Resolusi tersebut disampaikan kepada Presiden RI, Panglima tertinggi TRI, Markas Tinggi Hizbullah, Markas Tinggi Sabilillah, dan seluruh Rakyat Indonesia. Resolusi tersebut dikenal dengan Resolusi Jihad Purwokerto.
Fahrul Muzaqqi tentang kaitan negara bangsa dengan ide pemikiran Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari.
Mengingat selama ini belum begitu banyak yang mengetahui karya tulis KH. Hasyim Asyari yang beredar di masyarakat. Juga baru kali ini dibicarakan dalam bentuk halaqoh.
Oleh karena itu, dari awal halaqoh hingga akhir tidak ada yang meninggalkan tempat. Duduk dan saling tanya jawab antara pemateri dengan audien yang sebagian besar ikut halaqoh adalah tokoh tokoh muda NU. (***)