Rosulullah telah melewati kehidupannya dengan banyak kesedihan dan cobaan, dimulai dengan wafatnya sang ayah saat ia masih dalam kandungan, hingga kepergian ibunda tercintanya. Hal ini membuat Rasulullah harus menjalani hidup yang berbeda dengan teman-teman sebayanya. Meski tak mendapatkan kasih sayang kedua orang tua semasa kecil, namun hal ini tidak membuat Muhammad terpuruk dan lemah. Bahkan setelah kedua orang tuanya meninggal, Rasulullah tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang, karna banyak orang di sekitarnya yang selalu menyayangi dan mendukungnya.
Berikut ini beberapa orang yang sangat menyayangi Rasulullah SAW, bahkan sangat berjasa karena dengan suka rela ikut merawatnya.
Ummu Aiman
Ummu Aiman adalah seorang budak perempuan berkebangsaan Habasyah yang dimiliki Abdullah. Ia memiliki nama lengkap Barokah binti Tsa’labah bin Amr, lebih dikenal dengan Ummu Aiman karena di ambil dari nama putra pertamanya yang bernama Aiman bin Ubaid.
Ummu Aiman merupakan seorang budak yang memang sudah dipersiapkan untuk melayani Aminah binti Wahab sejak mengandung janin Muhammad. Semenjak bayi Muhammad lahir, Ummu Aiman selalu berada di sisinya.
Suatu hari Aminah binti Wahab membawa Muhammad kecil pergi ke Yatsrib, bersilaturrahmi dengan keluaga yang berada di sana. Ia mengunjungi Bani Najjar, yang merupakan bagian dari rumpun keluarganya. Dalam kesempatan ini, Ummu Aiman ikut serta menemani perjalanan Rosulullah dan Aminah. Sayangnya, ketika sampai di desa Abwa’ saat perjalanan pulang, Aminah jatuh sakit dan ajal pun menjemputnya. Saat itu sang putra masih berusia enam tahun.
Sepeninggal Aminah dan Muhammad kecil menjadi yatim-piatu, Ummu Aiman lah yang bertindah merawatnya. Ia lalu mengajak Muhammad kecil pulang ke Makkah untuk menemui kakek dan paman-pamannya. Sejak saat itu, Ummu Aiman berperan sebagai ‘ibu’ Muhammad yang mengasuh dan membimbingnya sewaktu masih kecil hingga dewasa. Berkat itu, dirinya dikenal sebagai ibunda kedua Rasulullah.
Setelah Nabi Muhammad tumbuh dewasa, dan menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, beliau memerdekakan Ummu Aiman. Nabi pun menikahkannya dengan Ubaid bin Harits. Dalam pernikahannya, Ummu Aiman dikaruniai seorang anak bernama AimanĀ Setelah suaminya meninggal, Ummu Aiman kembali ikut Nabi Muhammad tinggal di Makkah.
Abdul Muthalib
Lima hari setelah kewafatan ibunda tercinta, Muhammad kecil diasuh oleh sang kakek, Abdul Muthalib. Namun, baru dua tahun Nabi Muhammad merasakan kasih sayang yang melimpah dari sang kakek, ia harus kembali berduka karena sang kakek menghembuskan nafas terakhirnya. Usia nabi saat itu baru 8 tahun, namun pengalaman pahit begitu kerap menghampirinya. Lahir tanpa memiliki kesempatan melihat sang ayah, kemudian disusul kewafatan ibunya. Saat itu sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya setelah pulang dari ziarah ke makam ayahandanya. Setelah itu, giliran kakeknya.
Sebelum meninggal, sang kakek berwasiat agar Nabi Muhammad diasuh pamannya, Abu Thalib. Nabi Muhammad pun akhirnya diasuh sang paman. Wafatnya ‘Abdul Muthallib membawa duka yang mendalam bagi seluruh penduduk Mekah. Kaum Quraisy merasa sangat terpukul dengan kepergian kakek nabi itu. Ia adalah pemimpin yang bijak dan sangat disegani. Bahkan, pasar-pasar yang ada di kota Mekah pun tutup dalam waktu beberapa hari karena suasana berkabung. Pemakaman beliau pun sempat diundur selama 4 hariĀ karena banyaknya pelayat,.
Abu Thalib dan Keluarganya.
Sepeninggal ‘Abdul Muthallib, Nabi Muhammad Saw. diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Dengan ketulusan, Abu Thalib sangat menyayangi Nabi Muhammad Saw. Sejak saat itu, berbagai upaya dicurahkan untuk membahagiakan keponakannya. Pasalnya sang Muhammad kecil selalu didera kesedihan sejak masih dalam kandungan. Bahkan karena begitu sayangnya terhadap Nabi Muhammad Saw., beliau tidak dapat memejamkan mata sebelum putra saudaranya itu berada di sisinya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. bergabung dalam keluarga Abu Thalib, kondisi perekonomian beliau kurang begitu menguntungkan. Meskipun sekali dua kali beliau mampu melakukan perdagangan keluar daerah, namun hasil yang didapatkan hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Secara kasat mata kehadiran Nabi Muhammad SAW memang akan menjadi bebannya kian berat. Namun kenyataan ternyata berkata lain, kondisi keluarga beliau justru kian merangkak naik ke tahapan yang lebih nyaman. Sebelum Nabi Muhammad Saw. bergabung dalam keluarga tersebut, bisa dipastikan tidak ada satu pun yang merasa cukup kenyang saat makan. Kini setelah putra ‘Abdullah itu hadir di tengah-tengah keluarganya, semua itu hampir tidak pernah terjadi. Mereka yakin semua ini terjadi akibat keberkahan yang dibawa oleh Muhammad kecil. Karena itulah, seluruh keluarga tidak pernah protes saat ketika Abu Thalib berkata, “Jangan ada yang makan sebelum Nabi Muhammad Saw. datang!” Begitu Nabi Muhammad Saw. datang, barulah dimulai makan bersama.
Meskipun Nabi Muhammad Saw. mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anak dan istri pamannya, namun hal ini tidak membuat beliau menjadi anak yang pongah. Beliau tetap santun, bahkan kesantunannya melebihi anak-anak Abu Thalib. Nabi Muhammad Saw. tetap menjaga sikapnya yang lembut. Hal ini di kemudian hari diceritakan oleh Ummu Aiman. Wanita yang dulunya adalah budak ibunda Nabi Muhammad Saw. ini pernah berkata, “Putra Aminah itu tidak pernah melakukan kenakalan- kenakalan yang umumnya dilakukan teman-teman sebayanya.”