Saat Maulid Nabi Muhammad Bergema dengan Indah di Negeri Kincir Angin

Saat Maulid Nabi Muhammad Bergema dengan Indah di Negeri Kincir Angin

Saat Maulid Nabi Muhammad Bergema dengan Indah di Negeri Kincir Angin
Pameran Lukisan Festival Islam Kepulauan PCINU Belanda (Doc Panitia)

Bagaimana ketika maullid Nabi bergemu dengan begitu indah di Negeri Kincir Angin Belanda?

Hal itulahyang dilakukan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda bersama-sama dengan Yayasan Masjid al-Hikmah dan Pengjian Tombo Ati menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid al-Hikmah Den Haag pada Ahad (15 September 2024).

Rangkaian acara diawali dengan pembukaan yang dipimpin oleh oleh Dawam Multazam selaku Wakil Khatib Syuriah PCINU Belanda.

Dalam pembukaannya, Dawam menyampaikan pentingnya untuk terus menjaga rasa kebersamaan sebagai Muslim di negeri yang mayoritas non-Muslim. Acara Maulid ini merupakan salah satu wadah untuk sarana silaturahmi tersebut.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pelantunan Kitab Maulid ad-Diba’i yang diiringi oleh group rebana Noer Hollandia. Acara puncaknya adalah mauidzah hasanah dari Nur Ahmad selaku Ketua PCINU Belanda dan Moch. Rafly Try Ramadhani, mahasiswa Master of Theology and Religious Studies, Vrije Universiteit, Amsterdam.

Dalam tausiahnya, Rafly menyampaikan keistimewaan Nabi Muhammad dalam hal menunjukkan rasa cinta kepada umatnya. Hal ini ditunjukkan oleh Nabi Muhammad ketika beliau diberikan kesempatan untuk meminta apapun, beliau hanya meminta supaya tidak ada di antara umatnya yang kekal di neraka. Untuk itu, menurut Rafly, kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad layaknya juga dipupuk sebagai rasa terima kasih atas kasih sayang beliau yang luar biasa terhadap umatnya.

Menyambung tausiah sebelumnya, Ketua PCINU Belanda, Nur Ahmad, menyebut bahwa agama Islam di bangun atas dasar cinta Allah kepada makhluknya. Oleh sebab itu, peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu perwujudan bentuk cinta yang disyariatkan dalam agama.

Ahmad juga mengingatkan kepada para jamaah yang hadir bahwa jika masih beredar isu bahwa memperingati Maulid Nabi adalah bidah maka kita perlu menjawabnya. Maulid adalah sesuatu yang disyariatkan dibangun atas alur pengambilan dalil sebagai berikut.

Pertama kita diperintahkan oleh Allah untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. an-Nisa 4:59). Kemudian, Allah memerintahkan bahwa kecintaan kita kepada leluhur, keturunan, saudara, istri, bangsa, harta, pekerjaan, dan tempat tinggal tidak boleh lebih besar daripada kecintaan kita kepada Allah dan Rasulnya (QS. At-Taubah 9:24).

Dari sini maka kecintaan kepada Rasulullah adalah suatu perintah agama. Hal ini dipertegas lagi dengan hadis dalam Shahih Bukhari (Nomor 15) bahwa Rasul bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.”

Ahmad melanjutkan, “Bagaimana cara agar kita bisa mencintai Rasulullah?” Jawabannya adalah dengan mengenal kisah hidup dan keteladan beliau. Apabila karena kesibukan kita hingga tidak ada waktu khusus bagi kita untuk mendapatkan kesempatan membaca kisah hidup beliau, atau mendengar dendang kecintaan kepada beliau, maka maulid adalah momen yang tepat.

Menggunakan kaidah “Sesuatu yang menjadi prasyarat terpenuhinya hal yang wajib, maka hukum sesuatu itu juga wajib.”

Cinta kepada Nabi yang disyariatkan tidak sempurna dengan pengenalan kepada beliau dan pengenalan kepada beliau tidak bisa dilakukan oleh sebagian besar manusia modern yang selalu sibuk, maka maulid menjadi disyariatkan sebagaimana cinta kepada Nabi saw. itu disyariatkan.

Untuk tujuan inilah kita melaksanakan peringatan Maulid Nabi. Kita menembangkan kasidah-kasidah yang berisi kisah hidup Rasul yang disusun oleh orang-orang yang dalam keadaan cinta mendalam kepada Rasul (isyq). Dalam Qasidah Burdah, misalnya, al-Bushiri mengawali kerinduannya dengan ungkapan cinta yang mendalam.

“Apakah karena ingat kepada kekasih (Nabi saw.), yang ada di negeri Dzu Salam (Pemilik Kedamaian), engkau mengalirkan air mata hingga bercampur dengan darah.” Demikian tutur Ahmad.

Dengan menembangkan kasidah-kasidah ini, lalu seorang penceramah menyampaikan makna dan kandungannya, sebagaimana umumnya dalam maulid, harapannya kita dapat merenungi kerinduan dan kecintaan para penggubahnya hingga masuk ke dalam hati sanubari kita. Pada akhirnya, dengan Maulid, kita berharap bisa menumbuhkan cinta kita kepada Rasulullah saw. secara terus-menerus.

Dilaporkan Fatimatuz Zahra (LTN PCINU Belanda