Jeddah, kota pelabuhan di tepi Laut Merah yang juga menjadi pintu gerbang utama bagi para jemaah haji menuju Mekah dan Madinah, memiliki banyak landmark menarik yang sering kali menjadi perbincangan. Salah satu landmark yang paling unik dan mengundang rasa penasaran adalah “Sepeda Raksasa” yang berdiri megah di salah satu bundaran kota. Banyak jemaah asal Indonesia yang percaya bahwa sepeda ini adalah milik Nabi Adam, sebuah mitos yang berkembang luas. Namun, apa sebenarnya kisah di balik sepeda raksasa ini?
Sejarah Pembuatan Landmark Sepeda Raksasa
Landmark sepeda ini dibangun pada tahun 1982 oleh seniman asal Spanyol, Julio Lafuente. Lafuente, yang dikenal dengan karya-karya seni publiknya, diminta oleh pemerintah Saudi untuk menciptakan sebuah instalasi yang unik dan berkesan di Jeddah. Proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempercantik kota dan menjadikannya lebih menarik bagi penduduk lokal serta pengunjung.
Sepeda raksasa ini bukanlah sembarang sepeda. Dengan tinggi sekitar 15 meter dan panjang mencapai 10 meter, sepeda ini dibuat dari bahan-bahan tahan lama yang mampu bertahan di bawah cuaca ekstrem Jeddah. Bagian-bagian sepeda, termasuk rangka, roda, dan setang, semuanya dibuat dengan detail yang sangat teliti, menunjukkan keahlian luar biasa dari Lafuente.
Julio Lafuente terinspirasi oleh gagasan tentang gerakan dan kebebasan. Sepeda, bagi Lafuente, melambangkan dua hal tersebut dengan sangat baik. Dalam wawancaranya, Lafuente menjelaskan bahwa sepeda adalah simbol dari perjalanan, baik secara fisik maupun spiritual. Jeddah, sebagai titik awal perjalanan spiritual bagi jutaan jemaah haji, sangat cocok untuk menampilkan simbol semacam ini.
Selain itu, Lafuente juga terinspirasi oleh kota Jeddah yang terus berkembang dan bergerak maju. Sepeda raksasa ini diharapkan bisa menjadi pengingat bagi warga kota tentang pentingnya inovasi dan semangat untuk terus bergerak maju.
Meskipun landmark ini memiliki sejarah dan makna yang jelas, banyak jemaah asal Indonesia yang menganggap sepeda raksasa ini sebagai sepeda milik Nabi Adam. Mitos ini mungkin muncul karena ukuran sepeda yang sangat besar, yang dianggap cocok untuk seorang manusia raksasa seperti Nabi Adam yang digambarkan dalam beberapa kisah masa lalu. Selain itu, kurangnya informasi yang tersedia tentang asal-usul sebenarnya dari sepeda ini juga turut memperkuat mitos tersebut.
Cerita ini kemudian menyebar dari mulut ke mulut di kalangan jemaah haji asal Indonesia, menambah daya tarik sepeda raksasa ini sebagai objek wisata. Tidak jarang terlihat para jemaah yang berfoto dengan sepeda tersebut sambil bercerita tentang “sepeda Nabi Adam” kepada keluarga dan teman-teman mereka di rumah.
Dampak Budaya dan Pariwisata
Sepeda raksasa ini bukan hanya menjadi landmark terkenal di Jeddah, tetapi juga telah memberikan dampak positif terhadap pariwisata lokal. Banyak wisatawan yang penasaran ingin melihat sepeda ini dari dekat dan mendengar cerita di baliknya. Pemerintah kota Jeddah pun sering mempromosikan sepeda raksasa ini sebagai salah satu daya tarik wisata yang wajib dikunjungi.
Selain itu, landmark ini juga menjadi simbol persahabatan dan kolaborasi internasional. Karya seni dari seorang seniman Spanyol yang ditempatkan di kota Arab Saudi menunjukkan bahwa seni dapat menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai budaya dan negara. Kolaborasi semacam ini diharapkan dapat terus berkembang di masa mendatang, memperkaya budaya dan seni di Jeddah serta kota-kota lain di Saudi Arabia.
(AN)