Beberapa hari ini, publik diramaikan oleh isu Gender Neutral Toilet sejak munculnya salah satu episode podcast Daniel Mananta bersama Abi Quraish Shihab. Daniel menyampaikan, dia merasa resah karena di sekolah anaknya —yang merupakan sekolah internasional, terdapat Gender Neutral Toilet.
Daniel menambahkan bahwa guru di sekolah tersebut membebaskan siswanya untuk meng-eksplor perasaan mereka, dan menurut Daniel hal tersebut berkaitan dengan woke agenda (LGBT) dan gencar dikampanyekan oleh negara-negara liberal seperti Amerika Serikat.
Jika kamu sering bepergian ke luar negeri, sebenarnya Gender Neutral Toilet bakal sering ditemui. Bahkan, di beberapa negara di Asia seperti China, Jepang, India, Thailand dan Nepal juga sudah menerapkan Gender Neutral Toilet, lho.
Lalu, apa sih sebenarnya Gender Neutral Toilet itu?
Gender Neutral Toilet merupakan single stall facility, atau lebih jelasnya fasilitas toilet dengan satu pintu yang di dalamnya terdapat satu kloset dan satu wastafel, bentuknya hampir sama seperti toilet disabilitas yang sering kita temui di fasilitas publik.
Tujuannya untuk memastikan privasi, kenyamanan, keselamatan individu dan mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan psiko-fisiologi mereka.
Oleh karena itu, pada dasarnya Gender Neutral Toilet tidak ada hubungannya dengan identitas gender, ekspresi gender, ataupun jenis kelamin karena secara fungsional, Gender Neutral Toilet hampir sama seperti toilet-toilet umum yang tidak ditujukan untuk jenis kelamin tertentu (Unisex Toilet).
Saya akan coba mencontohkan beberapa urgensi Gender Neutral Toilet.
Pertama, di toilet umum dengan perbedaan jenis kelamin tertentu (pada konteks ini di sekolah), sering terjadi kasus bullying intragender (sesama gender; laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan).
Gender Neutral Toilet memang bukan solusi atas bullying, tetapi setidaknya dapat memberikan ruang aman untuk individu di mana dia tidak perlu takut atau merasa terancam karena Gender Neutral Toilet adalah ruangan privat yang terkunci.
Kedua, Gender Neutral Toilet juga bisa menjadi ruang aman untuk individu yang mengalami gangguan emosi atau gangguan psikologis seperti kecemasan sosial, gangguan dismorfik tubuh atau sekadar butuh ruang privat untuk menyendiri karena sedang merasa capek, atau bahkan cuma butuh ruang yang aman buat nangis.
Pengalaman saya saat saya SMA dan sedang merasa galau-galaunya, satu-satunya tempat yang dirasa paling aman untuk meluapkan emosi ya cuma toilet. Soalnya, kalau nangis di kelas pasti bikin heboh sekelas, mau nangis di UKS malah takut dikasih paracetamol.
Ketiga, secara lahiriah, terdapat 1,7% individu yang terlahir interseks (kondisi seseorang yang terlahir dengan dua jenis kelamin berbeda). Toilet yang menerapkan gender binary bukan hanya membingungkan bagi individu interseks, karena bagi mereka tidak hanya secara psikologis merasa tidak cocok tetapi juga secara fisik atau biologis seolah-olah mereka disalah-tempatkan.
Keempat, dalam kasus penggunaan fasilitas publik (tidak hanya sekolah), Gender Neutral Toilet dapat ditujukan juga bagi orang-orang disabilitas atau lansia yang membutuhkan bantuan orang lain dengan jenis kelamin yang berbeda sehingga mereka dapat menggunakan toilet tanpa harus merasa ga enak sama orang lain.
Kelima, sorry ya kalo bagian ini terkesan agak jorok, tapi ini emang pengalaman empiris dan setiap orang pasti pernah mengalami. Kita pasti pernah berada dalam kondisi diare dan jika menggunakan toilet umum yang berjajar, kita merasa khawatir akan mengganggu orang lain, atau ketika kita sedang mengalami sembelit, pasti butuh waktu lebih lama untuk menggunakan fasilitas publik.
Selain butuh tempat yang privat, kita ga bikin malu dan ga bikin orang lain merasa terganggu.
Sederhananya, Gender Neutral Toilet ini seperti toilet ekstra saja, yang jika dalam situasi tertentu, misalnya harus antri lama atau ada toilet yang rusak, Gender Neutral Toilet bisa dijadikan toilet darurat. Yang sebenarnya penting untuk diluruskan, istilah netral-gender itu bukan merepresentasikan pengguna atau individunya tetapi istilah yang dilekatkan untuk toiletnya.
Jadi, jangan lagi terjebak sama judul Gender Neutral Toilet, ya, karena pada intinya setiap individu cuma butuh ruang privat untuk menyelesaikan urusan sunatullah ini.