Tsabit al-Bunani adalah salah seorang dari generasi tabi’in yang dikenal sebagai seorang ahli hadis, dan orang yang istiqomah menghatamkan Al-Qur’an di setiap malamnya. Selain itu, dia juga dikenal sebagai sosok yang suka berziarah kubur setiap malam Jum’at. Di waktu itulah dia melakukan munajat kepada Allah swt. sampai waktu subuh tiba.
Sebagaimana dijelaskan Muhammad bin Abu Bakr al-al-Ushfury dalam kitab al-Mawaidh al-Ushfuriyah, suatu ketika saat Tsabit al-Bunani sedang berziarah kubur dan melakukan munajatnya. Tiba-tiba dia merasa ngantuk. Dia pun tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya tersebut, dia melihat kalau seluruh penghuni kuburan itu keluar dari kuburan mereka. Mereka keluar dengan mengenakan pakaian yang paling bagus, dan dengan wajah-wajah yang cerah dan senang.
Dalam mimpinya tersebut, dia juga melihat ada beraneka ragam hidangan untuk masing-masing dari mereka. Tiba- tiba di antara mereka terdapat pemuda dengan wajah yang pucat dan sedih. Keadaan rambutnya pun amburadul, hatinya sedang bersedih, dan pakaiannya sangat usang. Dengan kondisi kepala yang menunduk, pemuda itu pun menetaskan air mata kesedihan.
Di depan pemuda tersebut, tidak terlihat satu pun hidangan yang didatangkan untuknya sebagaimana para penguni kubur lainnya. Saat para penghuni kuburan kembali ke kuburan mereka dengan perasaan senang dan bahagia. Pemuda itu kembali dengan kondisi putus asa, wajah yang tampak susah dan bersedih hati.
Tsabit al-Bunani yang melihat hal tersebut pun merasa iba. Dia akhirnya menanyainya perihal apa yang sedang terjadi padanya, “Hai pemuda! Apa statusmu di kalangan para penghuni kuburan lainnya? Mereka mendapatkan hidangan enak dan kembali ke kuburan dengan perasaan senang, sedangkan kamu tidak mendapati satu hidangan pun dan kembali dengan perasaan putus asa dan bersedih hati.”
Si pemuda lantas menjawab, “Wahai Imam muslimin! Sesungguhnya aku adalah orang asing di kalangan mereka. Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang masih hidup mengingatku dengan melakukan kebaikan dan mendo’akanku. Sedangkan mereka para penghuni kuburan lain memiliki anak-anak, kerabat-kerabat, dan teman-teman bergaul yang mengingat dengan mendoakan mereka, berbuat kebaikan, dan bersedekah untuk mereka di setiap malam Jum’at. Kebaikan-kebaikan dan pahala shodaqoh-shodaqoh itu sampai kepada mereka.”
Dengan wajah sedih, pemuda itu melanjutkan perkataannya, “Ketika masih hidup dan pada saat aku hendak berhaji. Aku memiliki seorang ibu. Kita berdua menyengaja pergi haji bersama. Ketika aku memasuki kota (dimana kuburan pemuda berada), Allah swt. mencabut nyawaku. Lalu ibu menguburkan jasadku di tempat penguburan ini. Setelah kematianku, ia menikah dengan laki-laki lain hingga ia lupa denganku dan tidak mengingatku lagi dengan cara mendoakan dan bersedekah karenaku. Aku merasa putus asa dan bersedih hati setiap waktu.”
Mendengar perkataan tersebut, Tsabit al-Bunani pun semakin iba. Dia lalu bertanya, “Hai pemuda! Beritahu aku dimana ibumu tinggal. Aku akan memberitahunya tentangmu dan keadaanmu.”
Pemuda itu menjawab, “Wahai Imam muslimin! Ia berada di kampung ini dan desa ini. Beritahu ibuku tentangku dan keadaanku. Jika ia tidak mempercayaimu, maka katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya di saku bajumu ada 100 mistqol emas peninggalan suamimu yang merupakan bagian warisan untuk anakmu. Maka ia nantinya akan mempercayaimu!’”
Di hari kemudian setelah mimpi tersebut, Tsabit al-Bunani mendatangi kampung yang dimaksud. Dia pun mencari ibu pemuda tersebut. Tidak lama kemudian, dia menemukannya dan memberitahu tentang keadaan anaknya, serta tentang 100 mitsqol perak yang berada di saku bajunya.
Mendengar cerita tersebut, si ibu pun jatuh pingsan. Ketika ia tersadar dari pingsannya, ia langsung menyerahkan 100 mitsqol perak itu kepada Tsabit al-Bunani seraya berkata, “Aku wakilkan kamu untuk bersedekah dengan uang-uang dirham ini sebagai kiriman untuk anakku yang telah mati.”
Tsabit al-Bunani kemudian menerima 100 mitsqol tersebut, dan mensedekahkannya karena pemuda itu.
Pada malam Jum’at berikutnya, Tsabit al-Bunani kembali menziarahi saudara-saudaranya di kuburan tersebut. Saat berziarah, dia kembali merasakan ngantuk. Dia pun tertidur, dan kembali bermimpi seperti mimpi sebelumnya. Di dalam mimpi tersebut, dia melihat pemuda dari alam kubur itu telah mengenakan pakaian yang bagus, wajah yang cerah dan senang, serta hati yang bahagia.
Dalam mimpi tersebut, pemuda itu kemudian berkata, “Wahai Imam muslimin! Semoga Allah mengasihimu sebagaimana kamu telah mengasihiku.”
Kisah di atas memberikan sebuah pelajaran sangat penting bagi kita semua, bahwa orang yang sudah meninggal dunia akan merasa tersakiti karena perlakukan buruk orang-orang terdekatnya yang masih hidup. Dan mereka akan senang karena perlakukan baik dari orang terdekatnya yang masih hidup.
Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa, perbuatan-perbuatan baik yang ditujukkan untuk orang yang sudah meninggal dunia membuatnya bahagia di alam sana. Sebagaimana sabda Rasulullah saw;
عن سفيان عمن سمع من أنس بن مالك رضي االله تعالى عنه يقول: قال رسول االله صلى االله تعالى عليه وسلم إن أعمال الأحياء تعرض على عشائرهم وعلى آبائهم من الأموات فإن كان خيرا حمدوا االله تعالى واستبشروا وإن يروا غير ذلك قالوا اللهم لا تمتهم حتى ديهم هداية فقال عليه السلام يؤذى الميت فى قبره كما يؤذى فى حياته قيل ما إيذاء الميت قال عليه السلام إن الميت لا يذنب ذنبا ولا يتنازع ولا يخاصم أحدا ولا يؤذى جارا إلا إنك إن نازعت أحدا لابد أن يشتمك ووالديك فيؤذيان عند الإساءة وكذلك يفرحان عند الإحسان فى حقهما
Artinya: Diriwayatkan dari Sufyan, dari orang yang mendengar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata, “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, ‘Sesungguhnya amal- amal orang yang hidup akan diperlihatkan kepada teman- teman bergaul dan bapak-bapak mereka yang sudah mati. Apabila amal yang diperlihatkan adalah baik maka mereka akan memuji Allah dan mereka akan senang. Apabila amal yang diperlihatkan adalah buruk maka mereka yang telah mati berkata; Ya Allah! Jangan Engkau cabut nyawa mereka (yang beramal) hingga Engkau memberi mereka hidayah terlebih dahulu! Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama berkata, ‘Mayit akan menerima rasa sakit di kuburannya sebagaimana ia menerima rasa sakit ketika masih hidup.’ Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama ditanya, ‘Apa yang bisa menyakiti mayit itu?’ Kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama menjawab, ‘Sesungguhnya mayit tidaklah melakukan suatu dosa, tidak saling berselisih, tidak melawani siapapun, dan juga tidak menyakiti tetangga. Hanya saja sesungguhnya kamu ketika berselisih dengan orang lain maka barang tentu ia akan berbicara kotor tentangmu dan kedua orang tuamu. Kemudian kedua orang tuamu itu disakiti ketika dicelakai. Begitu juga mereka berdua akan senang ketika diperlakukan baik sesuai dengan hak mereka.
Sesungguhnya amal baik keluarga, pahala sedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia, dan berbagai amal baik lainnya sangat dibutuhkan oleh penghuni alam kubur. Sebab di setiap malam Jum’at, mereka menunggu kiriman dari keluarga dan sanak familinya. Karena amal seseorang di dunia sangat erat hubungannya dengan nasib orang-orang yang sudah meninggalkan kita untuk selamanya, maka supaya mereka bahagia di alam sana, perbanyaklah melakukan perbuatan baik, bersedekah untuk mereka dan jangan pernah lupa untuk selalu mengirimkan doa kepada mereka. Dan jangan pernah lupa untuk menziarahi kuburannya.