Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam penanggalan tahun Hijriah, tepatnya setelah bulan Muharam. Pada bulan tersebut terjadi beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam seperti terjadinya perang pertama dalam Islam, yakni perang Al-Abwa, terjadinya perang Khaibar, hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah yang pertama, dan pernikahan Rasulullah SAW dengan Sayyidah Khadijah.
Namun di balik hal tersebut, bulan Safar mempunyai sisi gelap yang dipercaya oleh bangsa Arab jahiliyah, sehingga menyebutnya sebagai bulan kesialan.
Safar (صفر) dalam bahasa Indonesia diartikan kekosongan. Dinamakan demikian karena rumah-rumah bangsa Arab menjadi kosong atau sepi dari penduduk karena mereka pada keluar untuk berperang ataupun untuk mencari makanan. Mereka bepergian dengan berjalan cepat karena menghindari terik musim panas. Dalam kitab Muhakkam, sebagian ulama berpendapat bahwa penamaan Safar karena bangsa Arab pergi mengumpulkan makanan dari berbagai tempat pada bulan Safar. Ada juga yang berpendapat karena penduduk Makkah mengosongkan kota Makkah untuk bepergian.
Banyak sekali kesesatan yang terjadi pada zaman jahiliyah. Termasuk kesesatan yang dipercaya oleh bangsa Arab jahiliyah adalah anggapan bahwa bulan Safar sebagai bulan kesialan. Kepercayaan tersebut timbul karena memang banyak hal negatif yang terjadi bersamaan dengan bulan tersebut. Hal-hal tersebut merupakan musibah yang terjadi karena peperangan dan pembunuhan.
Timbulnya banyak peperangan dan pembunuhan merupakan efek karena bulan Safar (bulan kedua) jatuh setelah 3 bulan yang dimuliakan secara turut-menurut, yakni bulan Dzulqo’dah (bulan ke-11), bulan Dzulhijah (bulan ke-12) dan bulan Muharam (bulan pertama). Ketiga bulan tersebut merupakan bulan yang dihindari oleh orang Arab untuk melakukan peperangan dan merupakan bulan yang aman. Secara syari’at Allah pun telah melarang peperangan pada empat bulan harom (bulan yang dimuliakan), yakni ketiga bulan yang telah disebut tadi dan ditambah bulan Ramadhan.
Oleh karena bulan Dzulqo’dah, Dzulhijah, dan Muharam terjadi berturut-turut, dan bangsa Arab menahan nafsu peperangan yang cukup lama karena dilarang melakukan perang, maka ketika bulan Safar datang, orang-orang yang mempunyai amarah dan dendam langsung menghajar musuh-musuhnya sehingga terjadi banyak peperangan dan pembunuhan. Demikianlah bangsa Arab menyebut bulan Safar sebagai bulan kesialan.
Rasulullah SAW. bersabda:
لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ ولا هَامةَ ولا صَفَرَ وفِرَّ من المَجْذُومِ كما تَفِرُّ من الأَسَد
“tidak ada penyakit menular, tidak ada (dampak) thiyaroh/ramalan buruk, tidak ada (kesialan karena) burung hammah, tidak ada (kesialan pada) bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa” (HR. Bukhori)
Sebagian ulama mengartikan صفر di sini sebagai bulan Safar, sehingga tafsir yang dimaksudkan adalah pembatalan (tidak ada) kesialan pada bulan Safar. Menurut bangsa Arab, sifat “sial” adalah sifat yang khusus pada bulan Safar, dibanding bulan-bulan lainnya. Maka perlu adanya penghapusan sifat tersebut dengan penafian, oleh karenanya Rasulullah bersabda demikian, agar menghilangkan kepercayaan sesat bangsa Arab jahiliyah yang menganggap ada kesialan pada bulan Safar.
Ulama telah sepakat bahwa anggapan bulan Safar sebagai bulan sial adalah kepercayaan yang bathil dan sesat dalam pandangan Islam, dan merupakan sisa-sisa akidah bangsa Arab jahiliyah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari bangsa jahiliyah dengan nikmat agama Islam. Amin.
Islam telah menghapus istiadat bangsa jahiliyah. Hanya saja, masih ada sebagian pikiran orang yang jauh dari ajaran Islam. Salah satunya, masih ada anggapan tentang kesialan bulan Safar. Tidak sedikit dari bangsa kita sendiri yang masih percaya kesialan pada bulan Safar. Mereka menghindari bepergian pada bulan Safar karena takut terkena kesialan, begitu juga mereka masih beranggapan bahwa memulai suatu pekerjaan pada bulan Safar khawatir akan tidak mendapat berkah. Anggapan-anggapan tersebut sudah jelas dibantah oleh hadits Rasulullah di atas.
Untuk menghilangkan stigma terhadap bulan Safar, sebagian Muslim ada yang menyifati bulan Safar dengan sebutan Shafar al-Khair (bulan Safar yang baik). Entah karena menolak kesialan pada bulan Safar ataupun hanya sekedar pengharapan nasib baik dengan diringankan keburukan pada bulan tersebut. Namun apa pun tujuannya, itu merupakan tujuan yang baik.
Perlu diketahui bahwa waktu tidak mempunyai pengaruh pada takdir Allah. Artinya bulan Safar sama halnya dengan bulan-bulan lainnya. Bisa saja terjadi takdir baik dan bisa saja terjadi takdir buruk pada bulan Safar. Maka anggapan adanya kesialan pada bulan Safar perlu dihapuskan dari pikiran kita, karena merupakan kepercayaan sesat dari bangsa Arab jahiliyah.
Semua hal baik maupun buruk dapat terjadi kapan saja tanpa memandang waktu tertentu. Dalam hal ini hanya doa dan ibadah kepada Allah yang bisa menyelamatkan kita. (AN)