Dalam kehidupan sehari-hari, kata “sabar” seringkali diucapkan untuk menghibur seseorang yang sedang menghadapi musibah atau kenyataan pahit. Misalnya, ketika kesulitan mendapat pekerjaan, perasaan cinta yang ditolak oleh seseorang yang diidamkan, ditinggalkan oleh orang-orang tersayang, dan semacamnya.
Menurut Ahmad ibn ‘Ajibah (w. 1442 H), seorang sufi asal Maroko, sabar tidak hanya dilakukan saat menghadapi musibah. Dalam kitab al-Bahr al-Madid fi Tafsir al-Kitab al-Majid jilid ketiga, Ibn ‘Ajibah menyebutkan empat cabang sabar.
Pertama, sabar dalam ketaatan kepada Allah. Setiap hamba tentu memiliki kewajiban untuk menaati segala perintah Tuhannya. Meski pada hakikatnya Tuhan tidak membebani tugas kepada hamba-Nya melebihi kemampuan mereka, namun banyak hamba yang masih merasa berat untuk melaksanakan perintah-Nya.
Lalu seperti apa bentuk bersabar atas ketaatan itu? Menurut Ibn ‘Ajibah, bersabar atas ketaatan adalah dengan bersegera menuju ketaatan itu (al-mubadarah ilayha). Dengan kata lain tidak menunda-nunda untuk melaksanakan kewajiban.
Kedua, sabar dalam menghindari maksiat. Allah mengaruniakan nafsu kepada manusia. Nafsu itu harus mampu dikendalikan, bukan mengendalikan. Karena itu, seseorang yang tidak mampu mengendalikannya, menjadi mudah terjerumus ke dalam kemaksiatan.
Di tengah gempuran berbagai macam godaan untuk bermaksiat, seorang hamba harus mampu bersabar agar tidak tergoda untuk melakukannya. Dan bentuk bersabar dalam menghindari maksiat, menurut Ibn ‘Ajibah, adalah dengan meninggalkan kemaksiatan (yatrukuha).
Ketiga, sabar atas segala kenikmatan yang diterima. Kenikmatan adalah salah satu bentuk ujian yang seringkali tidak disadari. Karena itu, bisa jadi ujian berupa kenikmatan inilah yang justru lebih berat untuk dihadapi.
Menurut Ibn ‘Ajibah, bentuk bersabar atas segala kenikmatan adalah dengan mensyukuri dan menunaikan hak-hak Allah di dalamnya (syukr wa ada`i haqq Allah fiha). Di antara hak-hak Allah adalah kewajiban menyisihkan sebagian harta untuk zakat, bersedekah untuk fakir miskin, dan berinfaq untuk kepentingan sosial.
Keempat, sabar atas cobaan atau musibah yang menimpa. Setiap manusia pasti pernah ditimpa cobaan atau musibah. Tidak ada yang tidak bersedih ketika ditimpa cobaan atau musibah. Namun, bukan berarti kesedihan itu menghalangi seseorang untuk mencoba bersabar dalam menghadapinya.
Ibn ‘Ajibah menjelaskan bahwa bentuk sabar atas cobaan atau musibah adalah dengan ridho atas segala yang terjadi dan tidak memprotes ketetapan Allah yang berupa musibah itu sendiri (ar-ridho wa ‘adami as-syakwa biha). Karena, sepahit apapun sebuah ketetapan, pada hakikatnya itulah yang terbaik baginya.
Demikian empat cabang sabar menurut Ibn ‘Ajibah. Semoga kita semua mendapatkan hidayah dan pertolongan Allah, sehingga mampu senantiasa bersabar dalam menghadapi segala bentuk ujian yang diberikan. (AN)
Wallahu A’lam.