Pada momen Hari raya Idul Fitri, seluruh umat muslim berhak bahagia, tanpa terkecuali. Namun, pada realitanya, tidak semua umat muslim dapat berbahagia bahkan sebagian dari kita boleh jadi tidak mampu untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari di hari fitri. Mengatasi masalah itu, Nabi SAW memberi tuntunan agar kita menyedekahkan sebagian harta kita di hari fitri, kemudian sedekah ini dikenal dengan zakat fitri, orang Indonesia menyebutnya zakat fitrah.
- Kewajban Zakat Fitrah dan Sejarahnya
Berikut tuntunan Nabi dalam mewajibkan zakat fitrah dalam satu hadis riwayat Ibnu ‘Umar :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra. berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri satu sha’ dari kurma atau sha’ dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum muslimin. Dan beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (‘Ied) “.
Jika kita lacak dalam sejarah, zakat fitrah pertama kali disyariatkan pada tahun kedua Hijriah bersamaan dengan tahun pertama diwajibkan puasa Ramadhan. Menurut ulama, alasan zakat fitrah diwajibkan adalah untuk menutupi lubang yang ditinggalkan saat kita menunaikan puasa di bulan Ramadhan. Selain itu, zakat fitri diperuntukkan memenuhi kebutuhan saudara seiman kita yang kurang beruntung. (Wahbah Zuhayli, al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid 2 hlm. 900)
- Alasan Kewajiban Zakat Fitrah
Lebih jauh, umat muslim percaya bahwa sebagian harta yang dimiliki, ada hak orang lain di dalamnya. Sejak awal, kita percaya kekayaan yang kita miliki, bukan 100% hasil sendiri melainkan ada peran orang lain baik secara langsung atau tidak langsung.
Dalam salah satu buku keuangan best seller, Psychology of Money, Morgan Housel mengamininya. Dia mengakui faktor “keberuntungan” alias faktor di luar usaha menentukan kekayaan seseorang.
Bedanya, jika Morgan menjadikan alasan tersebut agar orang memahami betapa pentingnya mempertahankan kekayaan dan berhemat─ karena keburuntungan boleh jadi tidak datang dua kali. Nabi kita Muhammad SAW menjadikan alasan di atas agar kita, umat muslim menyisihkan harta di luar faktor usaha kita itu untuk didermakan kepada orang lain. Wallahu a’lam. (AN)