Ustadz Idrus Ramli, dalam sebuah video ketika ditanya seorang jamaah di majelis, menyinggung Habib Quraish Shihab sebagai tokoh yang tidak layak disebut sebagai pakar tafsir. Menurut informasi yang beliau terima, tim Habib Quraish inilah yang menyusun tafsir (Al-Misbah?). Dan tim ini jumlahnya banyak!
Tak hanya meragukan kepakaran Habib Quraish, beliau pun menyinggung bagaimana anak-anak Habib Quraish yang “tidak taat” pada agama, dan dari sana pola pikir Habib Quraish mengarah pada ketidakwajiban jilbab–seperti yang ditunjukkan Najwa di tivi.
Banyak keluarga Habib Quraish yang condong kepada Syiah, sehingga Ustaz Idrus menilai Habib Quraish ini condong pula pada Syiah.
Kenapa demikian?
“Mungkin dapat duit dari Syiah. Syiah, kan, banyak duitnya.” kata Ustaz Idrus Ramli.
Pertama, kalau uangnya Syiah itu banyak, kenapa kasus-kasus persekusi yang dialami warga Syiah di Indonesia tidak kunjung selesai? Bahkan masih ada yang terlantar, tidak mendapat kejelasan bisa pulang ke rumah atau tidak?
Dari sekian banyak masjid di Indonesia, berapa banyak masjid Syiah? Apakah semudah orang Sunni mendirikan masjid?
Tidak hanya orang Kristen yang susah mendirikan gereja karena alasan IMB, lho. Tapi Syiah juga sama.
Kedua, selain Najwa Shihab, putri Habib Quraish ada Najeela Shihab dan Nahla Shihab yang berjilbab. Istrinya, Hubabah Fatmawati Asegaf pun berjilbab.
Selain Najwa Shihab, hanya adiknya yang bernama Ahmad Syihab tidak berjilbab.
Yaiyalah, dia, kan rejal (laki-laki).
Lantas, bagaimana Ustaz Idrus menilai kedua anak perempuan Habib Quraish dan istri beliau yang berjilbab semua? Apa karena Najwa Shihab tidak berjilbab–demikian juga Ahmad Syihab, lantas beliau bisa menilai bagaimana ijtihad Habib Quraish sekonyong-koyong begitu?!
Ketiga, memang ada keluarga Shihab yang Syiah di Sulawesi Selatan, tempat kelahiran Habib Quraish. Warga Sulsel juga ada yang Syiah. Tapi memang tidak bisa disensus jumlahnya berapa.
Dan, boleh Anda cek, bagaimana Syiah begitu mendapatkan diskriminasi di sana.
Andaikan benar uang Syiah itu banyak, tapi lihatlah sampai sekarang penolakan dan diskriminasi yang diterima Syiah di Sulses (dan provinsi lain) juga tak kalah banyak. Dan, mereka (Syiah) lebih sering kalah daripada memenangi penolakan & diskriminasi.
Bagaimana mungkin mazhab Islam yang menurut Ustadz Idrus sangat kaya (sehingga mampu menyuap), bisa seketeteran ini menyejahterakan umatnya yang mendapat perlakuan buruk?!
Keempat, kalau Habib Quraish dapat duit dari Syiah, sudah berapa orang yang jadi Syiah karena Habib Quraish? Atau, sudah berapa orang yang pindah mazhab Syiah karena Habib Quraish? Siapa yang tiba-tiba mengganti “Al-khalifatul Awwal Abu Bakr Al-Shiddiq” dengan “Ya Hasan, Ya Husain!!!”?
Tapi sebelum ke sana, isu “misionaris Syiah” yang mendapat aliran dana dari Iran sudah ada sejak dulu. Bahkan Gus Dur pun pernah diterpa isu yang sama. Hanyasaja, sampai sekarang tidak ada yang bisa membuktikan kecuali desas-desus yang tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya.
Alangkah baiknya pembuktian dihadirkan terlebih dahulu sebelum ada vonis, kan?!
Menginsinuasi seseorang dengan kedok kalimat ambigu “mungkin beliau mendapat uang dari Syiah” adalah vonis juga. Mau pakai kedok “mungkin” ini, kan, kepengecutan, kan?!
Maunya menuduh, tapi pingin aman.
Kelima, saya sudah baca buku Habib Quraish tentang Syiah, begitupun radd santri Sidogiri tentang buku itu. Saya menangkap kedua buku ini sangat bagus untuk membangun literatur turats. Bisa kapan lagi ada diskursus sespesifik ini, kan?
Yang menjadi keberatan saya hanya satu: buku dari Sidogiri terlalu bias. Bahkan bias sejak bab pertama. Bagi orang yang sudah berkesimpulan “Syiah sesat dan tidak mungkin bergandengan tangan dengan Sunni”, tentu saja mencari-mencari alasan untuk sampai pada kesimpulan itu. Bias seperti ini tidaklah baik untuk diskusi.
Mereka tentu saja tidak merasakan bagaimana ulama Timur-Tengah sampai mati-matian membikin perdamaian antara Sunni-Syiah pasca keributan di Suriah, Libya, Afganistan, dan Irak.
Orang yang tidak pernah merasakan bagaimana pahitnya peperangan, tentu saja tidak bisa mengerti bagaimana susahnya mencari perdamaian. Dan di buku tersebut saya tidak menemukan ruh yang sama.
Keenam, saya tidak mengenal Habib Quraish secara personal, namun saya mengenal Gus Ghofur Maimoen (Azhari) dan Gus Baha Nursalim (guru undangan di pondok Habib Quraish). Saya mencukupkan testimoni Gus Ghofur Maimoen dan Gus Baha dalam menyebutkan kepakaran Habib Quraish.
Kalau kedua nama besar itu tidak lebih dipercaya daripada informan Ustadz Idrus Ramli, ya, saya tidak bisa memaksa. Kecuali Ustadz Idrus membuktikannya sendiri, saya ya taslim.
Sayangnya, di video itu nampak sekali kalau Ustadz Idrus hanya dapat informasi yang konon dari timnya Habib Quraish. Siapa informan itu? Wallahu a’lam!
Ketujuh, seminggu ini di linimasa Twitter lagi marak insinuasi Syiah, setelah dua tahun lebih tidak ada apa-apa. Dimulai dari Husein Ja’far Alhadar, kemudian merembet ke Habib Quraish.
Untuk hal yang muncul secara tiba-tiba, saya tentu berhak curiga:
“Kenapa isu Syiah kembali muncul setelah mati suri dua tahun sebelumnya? Ada apa?!”
Kedelapan, lebaran sebentar lagi. Tapi kabar sarung BHS belum ada sampai ke rumah saya, nih. Kawan-kawan yang jadi DPRD di Tamansari dan lainnya pada ke mana, sih?