Menjadi generasi sandwich tidak melulu berkah bagi seorang anak. Bayangkan kondisinya begini: gaji anda kecil, harus membiayai hidup orang tua, adik yang masih sekolah dan tiba-tiba semua pendapatanmu bulan itu habis. Sedangkan, ya sedangkan, saat ini kamu harus menafkahi keluarga kecil yang mulai kamu bangun—lengkap dengan seorang anak kecil yang lucu dan tentunya ia membutuhkan biaya yang begitu besar untuk pendidikan. Hidup jadi begitu susah, himpitan ekonomi senantiasa membebani.
Kamu tentu saja tidak lupa berdoa dan yakin, rizki yang mengalir kepadamu adalah amanah. Tapi, kok merasa ada yang kurang ya?
Mungkin jika kamu ada di posisi ini, ada yang akan berkomentar, ah mungkin kurang bersyukur? Rezeki seret, kurang beri orang tua itu. Bakti kepada orang tua kan wajib, awas loh durhaka. Awas tidak berkah. Belum lagi, mungkin banyak banget cibiran lain yang bakal muncul jika kamu sebagai generasi sandwich mengeluh. Padahal, mengeluh itu manusiawi.
Tenang saja, Kawan. Jika kamu mengalami itu, kamu tidak sendirian kok.
Ada banyak mereka yang jadi roti lapis (sandwich) ini. Tergencet antara menafkahi orang tua, membiayai hidup sendiri dan tanggung jawab terhadap keluarga. Ini istilah yang belakangan jadi tren di kalangan urban dan sebagai muslim kita harus peka dan mulai memikirkan persoalan keuangan ini. Itulah alasan kenapa kita, dalam Islam, dianjurkan untuk kuat secara ekonomi.
Urusan ekonomi ini, anda tahu, adalah dua sisi mata uang yang kerap tidak bertemu. Ia bisa jadi penghancur utama hidupmu atau justru menjadi membuat dirimu bahagia. Kamu bebas kok mau meniru jadi kaya raya dan memperbanya sedekah. Atau ya memilih untuk mengabaikan
Nah, jika ada yang bilang kamu tidak bersykur kamu ngeluh karena jadi sandwich, percayalah, banyak yang tidak tahu bagaimana perjuanganmu membiayai tiga lapis kehidupan yang menggencet dirimu saat ini. Dan untuk itu, kamu berhak untuk sekadar mengeluh, merutuki kehidupan da
Di luar sana, banyak orang yang tidak tahu, bagaimana kamu menangis, lelah dan merasa sendirian. Padahal kamu sudah bekerja dengan keras untuk menjalankan tugasmu sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, suami/istri yang berusaha sekeras mungkin membahagian dan manusia yang ingin membahagiakan diri.
Jadi, Sandwich itu Berkah atau Beban?
Bagi KH Cholil Navis, menjadi generasi sandwich ini menjadikan kita kesempatan untuk lebih banyak lagi bersyukur. Apalagi jika menyangkut orang tua. “Islam mengajarkan agar selalu berbakti dan bersyukur kepada kedua orang tua sebagaimana bersyukur kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. (QS. Lukman: 14)’,” tulisnya.
Meskipun begitu, bagi generasi muslim yang terjebak menjadi generasi sandwich tidak serta merta bersyukur lalu segalanya akan baik-baik saja. Tidak sesederhana itu.
Bersyukur adalah sebuah konsep yang ada dalam kepala dan diaplikasikan dalam tindakan sehari-sehari. Menjadi pribadi yang gemar bersyukur ini adalah pintu menuju keberkahan asalkan dilakukan dengan cara-cara yang tepat guna menyingkirkan himpitan generasi sandwich.
Pola pikir adalah hal pertama, menurut KH Cholil Navis, yang harus ditata ulang. Selanjutnya adalah komunikasi dengan orang tua atas segala keterbatasan yang ada dan berusaha memikirkan solusi bersama, dan terakhir adalah menata ulang pos-pos ekonomi yang krusial untuk diamankan terlebih dahulu. Misalnya, soal makanan, rumah dan semacamnya.
Tiga hal ini paling tidak akan membuatmu merasa menjadi generasi sandwich tidak semenyakitkan itu, kok. Segala sesuatu pasti ada solusinya. Itulah pentingnya bagi generasi muslim untuk belajar literasi keuangan. Belajar keuangan akan membantumu untuk keluar dari betapa menakutkannya jadi generasi sandwich dan membuatmu, paling tidak, tidak mewariskan ke anak-anakmu kelak untuk jadi seorang sandwich. Tidak akan membuat anakmu repot di kemudian hari.
Nah, jika mengikuti ilmu keuangan, kita bisa kok keluar dari jeratan generasi sandwich ini. Kamu tinggal googling dan akan banyak sekali cara-cara yang bisa kamu pelajari untuk bisa memutus mata rantai ini.
Dari semua hasil pencarianmu, yakinlah, dari semua hal itu paling tidak ada dua hal krusial yang harus dimulai. Pertama, rencanakan keuanganmu. Ini terlihat sepele tapi sebenarnya mempunya efek yang sangat besar. Cobalah dari hal sederhana, misalnya, untuk membuat pos keuangan. Misalnya, 40% khusus untuk ‘sandwich’ dan sisakan 10% untuk ditabung/investasikan. Sisanya, bisa untuk kebutuhan sehari-sehari seperti cicilan rumah dan lain. Jangan lupa juga untuk zakat ya.
Kedua, investasi dan monitor. Ini titik krusial. Jika ingin melangkah jauh, kita perlu berinvestasi. Bisa di mana saja, apalagi sekarang ini banyak sekali platform yang menyediakan diri sebagai tempat investasi. Bisa juga mulai berinvestasi ke usaha/bisnis orang yang kamu kenal—ingat, hal ini perlu dihitung dengan cermat lagi.
Investasi ini mungkin tidak terlihat secara cepat. Tapi, percayalah, hasilnya akan tampak dalam beberapa tahun mendatang. Dua hal itu kunci. Variasi dari dua hal itu bisa banyak sekali dan gampang sekali kamu temukan untuk dipelajari. Dan bagi kita sebagai calon orang tua, penting untuk belajar dua hal itu biar nanti anak-anak kita tidak terjebak jadi generasi sandwich. cukup di kamu. Kita harus mempersiapkan yang terbaik bagi generasi mendatang.
Begitulah. Menjadi sandwich dan mengeluh tidak apa-apa kok. Merasa Cepek juga manusiawi. Toh kita tidak pernah tahu hidup kita berkah atau tidak. Biarkan itu jadi urusan Allah. Dan yakinlah, Dia tidak tidur dan senantiasa di sekitar kita. Tugas kita adalah terus berusaha, berdoa dan bersyukur. Insya Allah segalanya akan baik-baik saja.
*Artikel ini hasil kerjasama Islami.co dan Celengan Pemuda Tersesat. Anda juga bisa klik di Kitabisa untuk tahu aktivitas dan ikut serta menjadi bagi gerakan kampanye ini