Lobster adalah anugrah alam untuk Indonesia selain batu bara, nikel, dan sawit. Di seluruh dunia, lobster dan anakannya paling banyak menempati laut Indonesia. Entah kenapa? Kata Bu Susi, itulah rahmat Allah untuk bangsa ini.
Bu Susi paling benci melihat orang Indonesia mengekspor benih lobster. Meski harganya mahal. Susi melihat lobster dewasa, 7-8 bulan, harganya selangit. Satu kilogramnya bisa berharga jutaan di Jepang dan Hongkong. Makanya meski benih lobster baru 2 mm panjangnya, harganya sudah mencapai puluhan, bahkan ratusan ribu perbiji. Itulah banyak sekali orang tergiur mengekspor benih lobster.
Seorang teman yang mengaku pernah menyelundupkan benih lobster ke Hongkong, bercerita — hanya sebungkus plastik es lilin berisi benih lobster ukuran 2 mm, nilainya bisa puluhan juta rupiah. Plastik sebesar itu bisa disembunyikan di lipatan celana.
Bu Susi, waktu jadi Menteri Kelautan, melarang keras ekspor lobster. Ia konsisten. Begitu menteri kelautannya ganti Edy Prabowo, ekspor lobster dibuka lagi. Bu Susi kecut, tapi mafia lobster seneng.
Denny JA — saat Ultah Elza Peldi Tahir di resto Bebek Pinggir Sawah, Pondok Indah Mall, Jaksel, Kamis (19/11) pekan lalu — bercerita: salah seorang putranya yang kuliah di Inggris, sedang merintis bisnis lobster. Ia bekerjasama dengan peternak modern lobster dari Cina.
Di Cina, kata Denny, kini sudah ada ‘mesin’ peternakan lobster modern. Bentuknya seperti rak-rak sepatu, dengan modifikasi suhu dan gelombang laut yang sesuai dengan habitat lobster. Tentu saja air lautnya dibuat sesuai kesukaan udang mahal itu. Bisa juga beli air laut di Ancol seperti untuk ngisi akuarium ikan laut.
Baca juga: Susi Pudjiastuti si Gadis Pantai, Bukan Gadis Pantai
Satu mesin kapasitasnya 5000 benih lobster. Bila kita menanam benih lobster ukuran 2-4 mm, dalam 7-8 bulan bisa panen dengan bobot konsumsi. Dengan asumsi harga satu juta perekor lobster di pasar ekspor, berarti dalam 7-8 bulan, peternak bisa mendapat 5 milyar. Modalnya hanya ratusan juta. Mesin lobster 400 juta dan benihnya cuma ratusan juta rupiag. Ini jauh lebih untung ketimbang bisnis ayam dan sapi. Kata Denny. Luar biasa!
Mesin “empang” lobster ini removable, bisa ditaruh di manapun. Di rumah, di lapangan futsal, atau di dapur restoran. Denny berniat mesin lobster itu akan ditaruh di lapangan futsalnya di Ciputat.
Dari cerita di atas, kita bisa memahami kenapa Bu Susi ngotot agar ekspor lobster dilarang total. Sebagai pengusaha, Bu Susi tahu nilai ekspor benih lobster sangat kecil dibanding bila nelayan membesarkannya. Lobster adalah jenis udang yang mudah diternakkan, tidak rewel, dan tingkat kematiannya rendah.
Nah, pengalaman bisnis seperti itu yang tak masuk pertimbangan Edy Prabowo. Mungkin ketika ia jadi Mentri Kelautan, Edy — konon jongos Prabowo Subianto — kaget melihat harga lobster di Jepang. Ia pun ngiler. Ikut cawe cawe bisnis benih lobster.
Atau memang ada misi lain: Edy sedang “menabung” dolar untuk biaya kampanye capres si bos tahun 2024? Wallahu a’lam.