Tradisi Maulid Nabi sebagai tanda cinta atas kelahiran Nabi Muhammad SAW kerap dituding sebagai bid’ah, atau praktik keislaman yang mengada-ada. Perdebatan ini di sebagian kalangan masih terjadi dan mungkin banyak yang meyakini tanpa tahu duduk perkaranya. Bagaimana Gus Baha memandang tradisi Maulid Nabi yang disebut bid’ah?
Menurut pemaparan Gus Baha, sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW bermula saat tentara Romawi menguasai Palestina. Tersebutlah Salahudin al-Ayyubi, pahlawan Islam saat itu berusaha keras untuk menggelorakan kembali semangat umat Islam yang sedang melempem akibat Palestina dikuasai oleh Romawi.
Salahudin al-Ayyubi menemukan bahwa umat Islam terpercik semangatnya tiap kali berbicara tentang suri tauladan Nabi Muhammad SAW. Sehingga kemudian satu jalan yang dicetuskan oleh Salahudin al-Ayyubi adalah dengan membacakan biografi Nabi Muhammad SAW, yang akhirnya menjadi titik awal terbentuknya tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW.
Lewat Maulid Nabi Muhammad lah umat Islam bisa mengenang tentang sosok, figur dan perjuangan Nabi Muhammad SAW yang penuh perjuangan dan memberi suri tauladan yang luar biasa. Misalkan deskripsi tentang sifat welas asih Nabi Muhammad yang penyayang, cenderung diam ketika disakiti, dan tidak pendendam terhadap musuh.
Gus Baha juga menjelaskan, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang sering dilakukan umat Islam sekarang ada ‘sedikit’ kelirunya. Mengapa demikian? Karena tradisi maulid yang sering muncul hanya ramai-ramainya dan rentan kurang menghayati. Pada masa dahulu, Ulama asal Rembang ini mengatakan, para Habaib dan alim ulama begitu menghayati dalam membaca Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan tidak jarang sampai menitikkan air mata, menangis karena menghayati.
Maulid yang dirayakan oleh umat Islam pada dasarnya berisi riwayat dan kisah seputar Nabi Muhammad, yang diperingati supaya umat Islam tergerak hatinya dan menambah keyakinan bahwa yang Nabi Muhammad SAW yang kita imani adalah benar-benar seorang nabi, benar-benar Rasul utusan Allah SWT.
Gus Baha menyitir sebuah kutipan dari Kitab Maulid:
Maka Arsy pun berguncang penuh suka cita dan riang gembira, Kursi Allah bertambah wibawa dan tenang, Langit dipenuhi berjuta cahaya, Dan suara malaikat bergemuruh membaca tahlil, tamjid (pengagungan Allah), dan istighfar.
Berkenaan dengan ini Gus Baha memberi penjelasan: “Ketika Rasulullah lahir, langit bergema membaca tasbih, lalu kita punya semangat bahwa Rasulullah itu nabi betul. Buktinya, orientasinya orang baca tasbih. Kalau beliau bukan Nabi, pasti orientasinya bikin kerajaan.. Coba, Nabi bilang beliau suka shalat, Nabi juga berwasiat kalian jangan lupa shalat. Coba orang Islam shalat itu menguntungkan Nabi atau enggak? Enggak sama sekali! Itu bukti Rasulullah itu utusan Allah. Buktinya semua orang diajak bersujud kepada Allah SWT. Seumpama Nabi itu bukan Nabi, orientasinya pasti duniawi.”
Dari penjelasan singkat ini, bisa disimpulkan bahwa menurut Gus Baha, tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW adalah rekaman-rekaman sejarah (tarikh) yang bisa menggerakkan hati umat Islam supaya makin menjiwai keimanannya kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga keliru jika dituding sebagai bid’ah, atau praktik yang mengada-ada. Apalagi jika dituding sebagai kegiatan yang mendekati kesyirikan.
Lebih lanjut Gus Baha memberi komentar: “Bagaimana mungkin membaca tarikh seperti itu dikatakan bid’ah? ..Seandainya paham (maulid), bisa menangis dia. Mau membid’ahkan bagaimana?”