Sebuah kisah menarik yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud dalam hadisnya. Kisah ini bersumber dari Abdullah bin Amir bin Rabiah yang merupakan kisah pribadinya dengan ibunya. Kisah ini juga bisa menjadi salah satu contoh kepribadian seorang muslim yang tak suka menipu.
Suatu hari Rasulullah SAW berkunjung ke rumahnya. Saat itu, Abdullah masih kecil dan sedang bermain di luar. Melihat kedatangan Rasul, Ibunya kemudian memanggil Abdullah kecil untuk masuk ke dalam rumah seraya mengiming-imingi sesuatu.
“Wahai Abdullah, masuk lah ke dalam, nanti aku beri kamu sesuatu,” pinta sang ibu.
Mendengar ibunya akan memberinya sesuatu jika ia masuk ke dalam, Abdullah pun bergegas masuk. Rasul yang mendengar dan melihat secara langsung kejadian itu kemudian bertanya kepada ibunya.
“Apa yang kamu berikan kepadanya?” tanya Rasul.
“Aku memberinya kurma,” jawab sang ibu.
Rasulullah lega. Iming-iming sesuatu yang dijanjikan sang ibu kepada Abdullah memang benar-benar diberikan, bukan hanya sebatas janji atau bahkan kebohongan.
“Jika engkau tidak memberinya, maka hal tersebut akan dianggap sebagai sebuah kebohongan,” sabda Rasul kepada ibu Abdullah.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa seorang muslim tak pantas menipu, walaupun hanya kepada anak kecil. Rasulullah SAW memberi peringatan dengan keras kepada ibu Abdullah agar jangan sekali-kali melakukan penipuan, walaupun hanya sekedar hal yang remeh.
Tak hanya kepada anak kecil, bahkan kepada hewan pun kita perlu menjauhi perilaku menipu ini. Seperti contoh tingkah laku kita memanggil hewan dengan pura-pura memberinya makan, setelah hewan itu datang kita tak jadi memberi makan malah menangkapnya. Hal seperti ini sudah termasuk sebagai kategori penipuan yang tidak layak dilakukan oleh seorang muslim.
Imam Ahmad bahkan pernah menolak untuk meriwayatkan sebuah hadis kepada seseorang hanya karena orang tersebut melakukan kebohongan kepada hewan sebagaimana contoh di atas.
Hal ini juga dijelaskan secara gambling oleh Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah ketika menjelaskan tafsir terkait surat as-Shaff ayat 2-3:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ – ٢
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ – ٣
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Surat as-Shaff ayat 2-3)
Menurut Sayyid Qutb, sebagaimana disebutkan Quraish Shihab, berdasarkan ayat di atas, ciri dan kepribadian muslim adalah berkata benar dan melaksanakannya secara istiqamah.
Baca Juga: Doa Agar Terhindar dari Penipuan
Dai yang menyampaikan ceramah kepada para jamaahnya, namun ia tidak melakukannya adalah sebuah penipuan. Pejabat yang meminta rakyat kecil untuk menaati aturan, tetapi ia tidak melaksanakannya juga sebuah penipuan. Anggota DPR yang membuat aturan, namun mereka sendiri yang melanggarnya pun tergolong sebagai penipuan.
Surat Al-Baqarah ayat 44 telah jauh-jauh hari memperingatkan hal ini.
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ – ٤٤
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? (Surat Al-Baqarah ayat 44)
Demikian lah, muslim yang sebenar-benarnya adalah muslim yang menjauhi penipuan dalam bentuk apapun. Dalam suatu hadis Rasul SAW membuat kriteria orang munafik sebagai pembeda dengan muslim yang sesungguhnya, “Tanda-tanda Munafik itu ada tiga: Ketika ia berkata, ia berbohong; ketika berjanji, ia ingkar; ketika diberi amanah, ia berhianat.”
Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa term munafik dalam hadis bukanlah orang muslim yang berbeda pilihan politik dengan muslim lain, juga bukan sama seperti makna Bahasa Indonesia selama ini, melainkan yang dimaksud munafik dalam hadis di atas adalah orang yang sebenarnya bukan muslim namun menampakkan dirinya sebagai seorang muslim demi bisa menghancurkan kekuatan muslim dari dalam.
Nah, untuk itu, jika kita ingin dianggap sebagai seorang muslim yang sesungguhnya, mari kita jauhi segala bentuk penipuan, walaupun hanya sekedar menipu anak kecil atau hewan. (AN)
Wallahu a’lam.
Penjelasan selengkapnya bisa dibaca dalam “Tafsir Al-Misbah 15 Juz” karya Quraish Shihab.