Biasanya seorang penceramah ngobrol dahulu, beretorika ngalor-ngidul agar ceramahnya semakin indah. Aturan ceramah dan tausiyah yang kita pelajari bersama, setelah salam, tidak langsung membahas inti. Ada pembukaan terlebih dahulu, menyebut satu demi satu “orang besar” yang hadir, bahkan ada beberapa yang bercerita tidak jelas dan tidak berkaitan dengan tema yang disampaikan.
Hal ini dilakukan agar durasi waktu bertambah. Biasa lah, protokoler biasanya memberikan waktu tertentu yang tidak boleh dikurangi dan tidak boleh ditambah. Bagi penceramah yang kekurangan materi biasanya harus mengulur waktu demi durasi.
Ibnu Sukainah, seorang ulama ahli fikih dan ahli hadis asal Irak menentang hal itu. Ulama yang memiliki nama lengkap Dhiyauddin Abu Ahmad Abdul Wahhab bin Ali bin Sukainah al-Baghdadi ini pernah memberikan pesan kepada seorang muridnya yang bernama Yahya bin Al-Qasim, pengajar di Madrasah Nizhamiyah agar pandai-pandai mengatur waktu saat berceramah.
Pesan ulama yang wafat tahun 607 H ini bisa dilacak dalam tulisan Abdul Fattah Abu Ghuddah yang berjudul Qimatuz Zaman Indal Ulama. Dalam karya tersebut dijelaskan pula bahwa Ibnu Sukainah sangat memperhatikan waktu. Ia menyebut agar para muridnya tidak berbelit-belit saat ceramah. Setelah salam, menurutnya, langsung saja ke materi inti yang ingin disampaikan.
“Jangan lah kalian menambahkan masalah lain (kecuali inti materi yang akan disampaikan) setelah kalian mengucapkan salamun alaikum,” ujar Ibnu Sukainah.
Menurut muridnya, Ibnu Sukainah juga mempraktikkan hal demikian. Ia sangat menghargai waktu. Ia juga meninggalkan obrolan dan bumbu-bumbu yang tak perlu dalam tausiyahnya.
Menurut Abu Ghuddah, hal ini menjadi cambuk bagi sekian banyak penceramah untuk melakukan efisiensi waktu. Usahakan langsung ke substansi pokok ceramah setelah salam.
Dalam berceramah memang dibutuhkan retorika dan bumbu-bumbu khusus agar para pendengar tidak bosan dan ujung-ujungnya tidak mendengar materi ceramah. Karena menarik perhatian para jamaah juga membutuhkan skill khusus, dan hal itu juga harus dimiliki oleh setiap dai.
Baca juga: Penceramah Harus Mampu Merawat Kebhinekaan
Namun juga jangan sampai terlalu banyak hal-hal tak perlu disampaikan yang malah membuat orang semakin jenuh. Biasanya kita temukan saat khutbah atau acara-acara lain yang diharuskan untuk mengatur waktu dengan benar. Pasalnya saat khutbah Jumat, kita menemukan para jamaah yang tidak kebagian shaf di dalam masjid, sehingga ia harus berpanas-panasan di luar.
Jika khatib tidak mampu mengatur materi dan efisiensi waktu, maka para jamaah yang ada di luar ini semakin sengsara karena kepanasan. Terlebih jika materi yang disampaikan terlalu berbelit-belit dan malah membuat jamaah tidak mendapatkan manfaat apapun. (AN)
Wallahu a’lam.