Tren taaruf dan “segera halalkan” kembali marak. Yaa.. sebenarnya sih selalu semarak, setidaknya di kalangan akhi wa ukhti. Alasannya sederhana. Sebab bagi yang anti-pacaran, tren taaruf dan segera menghalalkan menjadi pilihan untuk segera bisa bersama orang yang dicintai.
Sikap demikian amat baik, dan juga “lebih laki” daripada hanya berani gombal sambil bilang, “I love you, dek” di depan pacar karena takut bilang, “Aku mau menikahi anakmu”, di depan muka orang tuanya.
Namun jika diamati, tren taaruf dan segera halalkan semakin marak berkat fenomena artis hijrah. Fenomena taaruf dan “tiba-tiba nikah” di beberapa kalangan artis, sukses membuat baper para akhi-ukhti usia tanggung. Fenomena ini juga memotivasi dalam tren segera menghalalkan. Misalnya yang belum terlalu lama ini, adalah Dinda Hauw yang tiba-tiba nikah dengan Rey Mbayang. Pernikahan mereka sukses membuat banyak remaja baper, dan juga ikut bermimpi betapa bahagianya tiba-tiba dihalalin.
Selain itu, sejak dulu, juga banyak buku-buku yang memotivasi untuk segera menikah, semisal Jomblo Sebelum Nikah karya Ahmad Rifai, Halaqah Cinta, dan buku lainnya, yang sebenarnya sih megajak pembaca untuk tak terjebak dalam maksiat sebelum nikah. Namun, ya kadang malah kesimpulannya melompat: pokoknya segera menikah!
Banyak quotes segera halalkan bermunculan: “Kalau sudah siap, segera saja halalkan. Kalau nunggu mapan, jodoh keburu ditikung sama orang yang berani datang duluan.”
“Halalkan yuk, sebelum ditikung orang.”
“Halalkan, sebelum dihalalkan orang lain.”
Dan quotes lainnya yang sering kita jumpai di media sosial, dengan nuansa estetik ala kaum urban kekinian.
“Memang kenapa dengan quotes itu?”
Ya, tak ada apa-apa sih. Hanya saja, begini saudara-saudara..
Saya termasuk orang yang mau mempermasalahkan quotes demikian dan sejenis. Menurut saya, ini menurut saya sendiri ya, kalau quotes-quotes macam itu rada-rada problematis karena malah menempatkan atau menyamakan perempuan layaknya hadiah lomba panjat pinang atau hadiah lomba 17 Agustusan, yang prinsipnya “siapa cepat dia dapat”.
Perempuan diposisikan layaknya hadiah lomba atau barang saja, hanya soal “siapa cepat (siapa yang duluan melamar) dia yang dapat”. Secara tak langsung statemen demikian seakan menganggap kalau perempuan itu cuma bisa diam dan menunggu untuk dinikahi.
Ckckck.. Padahal, perempuan juga punya akal-pikiran serta hati-perasaan loh. Mereka pastinya punya cita-cita dan mimpi yang ingin mereka wujudkan. Toh kalau dia sudah mencintai seseorang, dia akan setia kok pada laki-laki yang dicintainya.
Bagi saya, perempuan adalah makhluk yang punya pendirian dan prinsipnya sendiri. Kalau sudah mencintai seseorang, biar seribu laki-laki datang melamar ia punya hak untuk tidak menerima. Entah sebab menunggu sang kekasih hati atau karena alasan meraih cita-citanya.
Contohnya banyak.
Semisal Ibunda Siti Khadijah r.ha yang meskipun sudah banyak laki-laki yang melamarnya, namun tak ada yang beliau terima. Nanti, saat melihat Nabi Muhammad SAW, Tuhan memperkenankan kedua insan suci itu, lantas Siti Khadijah pun memilih Nabi Muhammad saw sebagai suami yang amat dicintainya. Ini berdasar karya Sibel Eraslan “Khadijah”.
Contoh lain, putri Rasulullah SAW Fatimah az-Zahra, sebagaimana sudah masyhur bahwa sebelum sahabat Ali datang melamar, banyak sahabat-sahabat terdekat Rasulullah SAW yang datang melamarnya. Namun, tak ada yang diterima. Saya yakin, saat itu Rasulullah SAW sudah tahu siapa sebenarnya laki-laki yang dicintai Fatimah.
Hingga saat laki-laki itu, Ali bin Abi Thalib datang melamar, dengan gembira Rasulullah SAW pun menjawab lamaran itu, “Ahlan wa sahlan!”
Dan masih banyak lagi contoh yang seharusnya mematahkan statement kalau “siapa cepat dia dapat (siapa duluan melamar dia bakal dapatkan si perempuan)”. Pandangan yang terlampau memandang perempuan layaknya barang hadiah perlombaan saja.
Padahal, perempuan itu juga manusia, makhluk mulia yang punya akal-pikiran serta hati-perasaan. Meski banyak orang datang melamar, kalau dia sudah komitmen pada satu hati, maka dia akan setia menjaganya.
Ini bukannya saya memotivasi untuk pacaran, ya. Tidak. Saya hanya mau bilang kalau perempuan juga manusia yang punya akal-pikiran serta hati-perasaan, makhluk Tuhan yang punya prinsip sendiri atas dirinya dan terhadap orang yang dicintainya. Maka tidak bisa seenaknya main ajak cepat menikah. Menikah itu memang mudah tapi tidak seharusnya digampangkan. Pernikahan adalah janji suci yang juga perlu direncanakan dengan baik. Bukan cuma sekadar marak tren taaruf, apalagi karena motivasi quotes pernikahan.
Pandangan ini tak lantas menyalahkan mereka yang menerima lamaran orang tanpa ada rasa cinta lebih dulu. Itu tidak bisa disalahkan juga, apalagi kalau sudah menyangkut ridha orang tua. Berat, bos! Pada akhirnya memang setiap orang menapaki jalan cintanya masing-masing.
Ada yang menikah dengan lebih dulu saling mencintai, dan ada juga yang membangun cinta nanti setelah menikah. Keduanya insya Allah baik, sebab menjalin hubungan pernikahan itu memang dibenarkan secara syariat.
Sebaliknya laki-laki juga harus sadar. Kalau benar cinta, maka segera lah membuka obrolan untuk menapak jenjang hubungan yang lebih serius. Minimal temui orang tuanya untuk memperlihatkan keseriusan cinta itu. Hal itu bukan semata karena takut didahului orang lain. Akan tetapi demi mengambil kemanfaatan dan keridhaan dari orang tuanya. Sebab percayalah, rasa cinta perempuan itu teramat besar dan kokoh. Semakin ia mencintaimu, semakin tegar dia akan menunggumu.
Hanya saja, kalau kamu lama menggantung si dia, tak pernah memberi kepastian, apalagi menampakkan diri kepada orang tuanya, maka semakin tampak di depan mata bahwa ternyata kamu itu cuma laki-laki yang nggak punya komitmen.
Menyatakan cinta enggan, memutus hubungan tak mau. Suram! [rf]