Imam al-Haramain adalah salah satu ulama besar yang hebat. Ia merupakan guru Imam al-Ghazali dan penyambung lidah mazhab Syafii.
Salah satu ciri orang alim ialah mampu melahirkan murid yang alim pula. Demikian salah satu pernyataan Kiai Maimoen Zubair yang pernah disampaikan oleh salah seorang murid kinasihnya yang bernama Kiai Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Baha‘.
Kebenaran dari pernyataan di atas bisa ditelusuri misalnya dari salah seorang ulama besar yang hidup di abad ke-lima Hijriah, yakni pada rentang waktu 419 H – 478 H. Ulama besar tersebut ialah Abu al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf al-Juwaini atau yang lebih populer dengan sebutan Imam al-Haramain.
Guru besar dari Imam al-Ghazali ini dapat dikatakan sebagai satu-satunya ulama yang mampu ‘meringkas’ empat karya fikih yang menjadi sumber utama bagi mazhab Syafi’i sekalgus menjadi sumber bagi munculnya beragam karya fikih mazhab Syafi’i setelahnya.
Ke-empat karya agung tersebut ialah, al-Umm, al-Imla’, al-Buwaithi dan Muhktasar al-Muzani. Ringkasan yang ditulis oleh Imam Haramain sendiri diberi nama Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Madzhab (Kasysyaf al-Isthilahat al-Fiqhi li Fuqaha’ina as-Syafi’iyyah, Kiai Said Abdurrahim Sarang, hal 77-78, cet al-Barakah).
Nihayah al-Mathlab merupakan karya besar yang menjadi sumber bagi kelahiran khazanah fikih syafi’iyyah. Tak salah jika Imam As-Subki dalam al-Asybah wa al-Nadhair-nya menyatakan bahwa Imam Haramaian adalah penyambung lidah mazhab Syafi’i (al-Asybah wa al-Nadhair li as-Subki, vol II, hal 137, cet, Daar al-Kutub al-‘Ilmiah).
Karya ini mengurai permasalahan secara rinci. Imam al-Haramain mampu melakukannya -seperti yang ia ucapkan- tanpa memperdulikan kebosanan yang menghinggapi para pembaca. Karena sebagaimana yang ia katakan bahwa tidak adanya penjelasan secara detail dari para pendahulunya adalah penyebab bagi buntunya banyak permasalahan fikhi di masa selanjutnya. (Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Madzhab, Vol 5, hal 185, Daar al-Minhaj). (AN)