Tren peningkatan jumlah calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah dikhawatirkan bakal berlanjut pada Pilkada 2020. Dan, Gibran Rakabuming adalah salah satunya.
Pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak akhir tahun nanti, majunya Gibran Rakabuming memang menyita perhatian paling besar. Setelah melalui sejumlah drama partai, putra Presiden Jokowi ini diprediksi akan melawan kotak kosong karena didukung seluruh partai, kecuali Partai Keadilan Sejahtera.
Merespon majunya Gibran sebagai Calwalkot, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengtakan, partainya hanya memiliki lima kursi di Solo, sedangkan untuk mengusung satu calon harus memerlukan empat kursi lagi.
Ditengarai, PKS sedang menggalang komunikasi dengan partai-partai lain untuk mengusung kandidat penantang. Pasalnya, keberadaan calon tunggal dinilai sebagai kultur yang buruk terhadap iklim demokrasi.
“Kalau melawan kotak kosong itu musibah demokrasi. Seharusnya ada kompetisi sehat, yakni adu visi, adu karya, dan adu gagasan. Saat ini ada dua calon perseorangan dan masih kurang 14.000 KTP. Tetapi nanti kita lihat karena masih ada waktu sampai 4 September untuk mengusung calon,” kata Mardani seperti dikutip Harian Kompas, (27/7).
Majunya Gibran sebagai calwakot itu tentu saja tidak lepas dari suara-suara pedas. Tidak saja dianggap sebagai menelan ludah sendiri (desclaimer: sekiranya dua tahun lalu Gibran mengatakan ogah terjun ke politik), tetapi Gibran juga dinilai sebagai pewaris politik dinasti.
Ajaibnya, preseden adanya politik dinasti itu justru dijustifikasi oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto saat menafsir keputusan majunya Gibran ke gelanggang politik.
Menurut Hasto, adalah suatu hal yang lumrah kalau pendidikan itu bermula dari keluarga, begitu juga pendidikan politik. Jadi, wajar aja politisi punya keluarga yang mau terjun juga.
“Terkait [politik] dinasti, ya kami tahu, bahwa PDI Perjuangan tidak menutup mata dan menempatkan proses kaderisasi itu dimulai dari keluarga. Yang penting ruang dibuka dulu. Semua diramu melalui sekolah calon kepala daerah. Gibran tidak bisa memilih mau lahir dari mana. Yang penting seluruh calon-calon mengikuti seluruh proses kaderisasi kepemimpinan yang disiapkan oleh partai. Jadi, itu [keluarga berpolitik] merupakan hal yang sifatnya alamiah di dalam kehidupan politik,” ujar Hasto, dilansir Tempo dari konferensi pers virtual.
Akankah Gibran Rakabuming Raka menang telak nanti di Pilkada Solo? Entahlah. Yang jelas, kotak kosong bukanlah lawan yang patut diremehkan, sebab ia terkadang justru menjadi pesaing berat di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap calon yang bersangkutan.
Oiya, kalau Gibran benar-benar jadi Wali Kota, maka tunggu saja rilis serial layar kaca “Tukang Martabak Jadi Walikota”. (AK)