Pada masa kehidupan Imam Ahmad bin Hanbal, terdapat ulama yang hidup di daerah Andalusia yang sering melakukan perjalanan untuk mencari ilmu ke Timur ataupun Barat dunia Islam. Beliau adalah Baqi bin Makhlad, salah seorang ulama besar Andalusia yang banyak mengumpulkan hadis dan juga menulis tafsir. Bahkan, kitab tafsirnya merupakan salah satu kitab tafsir tertua yang ada di Andalusia.
Suatu ketika, beliau ingin belajar dan mengumpulkan hadis dari ulama-ulama besar yang ada di Timur Islam yaitu Baghdad. Beliau kemudian melakukan perjalanan dengan jalan kaki dari Andalusia ke Baghdad, hanya untuk menemui seorang ulama dengan tujuan untuk mengambil riwayat hadis darinya. Namun sayang sekali, ulama yang menjadi tujuannya yaitu Imam Ahmad bin Hanbal sedang dalam kondisi dihukum bahkan dipenjara oleh pemerintahan yang berkuasa di Baghdad pada waktu itu. Yaitu pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, ketika berada di bawah dominasi Mazhab Muktazilah. Hukuman terhadap Imam Ahmad bin Hanbal terjadi, karena beliau tidak mau mengakui bahwa Al-Qur’an adalah makhluk (khalqiyat Al-Qur’an).
Sebagaimana dijelaskan dalam Shafhat min Shabril al-Ulama karya Abdul Fattah Abu Ghuddah, ketika perjalanan menuju Baghdad. Baqi bin Makhlad banyak mengikuti majlis-majlis ilmu dan menanyakan ulama-ulama yang menjadi tujuannya untuk belajar. Salah satunya beliau menanyakan sosok Imam Ahmad bin Hanbal, yang dijuluki sebagai imam muslimin. Beliau menanyakan Ahmad bin Hanbal tidak lain karena beliau ingin mengambil riwayat-riwayat hadis darinya. Setelah bertanya-tanya kepada orang-orang yang beliau temui di majlis ilmu, Baqi bin Makhlad mengetahui bahwa Ahmad bin Hanbal tidak diperbolehkan untuk menyampaikan ilmu-ilmunya di halaqah majlis ilmu. Akibat penolakannya terhadap doktrin yang dibawa oleh kelompok Muktazilah, yang menjadi mazhab resmi negara pada waktu itu.
Karena tidak bisa bertemu di halaqah majlis ilmu, Baqi bin Makhlad kemudian meminta orang yang beliau temui di majlis ilmu yang dikunjunginya, untuk memberi tahu di mana rumah Imam Ahmad bin Hanbal. Setelah mengetahui rumah Imam Ahmad bin Hanbal, Baqi bin Makhlad kemudian datang ke rumahnya. Setelah sampai di rumah Ahmad bin Hanbal, Baqi bin Makhlad mengetuk pintu rumahnya, Imam Ahmad bin Hanbal pun membukakan pintunya.
Melihat lelaki yang tidak dikenal dan tidak pernah dilihatnya sama sekali yang ada di depan pintu rumahnya, Imam Ahmad bin Hanbal pun kaget. Kemudian Baqi bin Makhlad memperkenalkan diri dan berkata, “wahai Abu Abdillah, ini seorang laki-laki perantau, yang negerinya jauh. Dan ini adalah kedatanganku pertama kali ke negeri ini. Aku adalah pencari hadis, dan pengumpul sunnah. Aku tidak melakukan perjalanan, kecuali hanya untuk datang kepadamu.” Mendengar ucapan tersebut, Imam Ahmad bin Hanbal kemudian berujar, “masuklah lorong itu, dan jangan sampai terlihat oleh siapapun.”
Setelah masuk, Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepadanya, “di mana negerimu?” Baqi bin Makhlad lalu menjawab, “daerah Maghrib yang jauh.” ”Afrika?”, tanya Imam Ahmad bin Hanbal. Baqi bin Makhlad lalu menjawab, “lebih jauh lagi. Aku menyeberangi lautan untuk tiba di Afrika. Negeriku adalah Andalus.” Mendengar jawaban tersebut, Imam Ahmad bin Hanbal lalu berkata, “negerimu benar-benar jauh. Tidak ada sesuatu yang lebih aku sukai daripada membantu orang sepertimu dengan baik, untuk mewujudkan keinginannya. Hanya saja, saat ini aku sedang menghadapi ujian dengan sesuatu yang mungkin kamu telah mendengarnya.”
“Benar, aku telah mendengarnya saat aku dalam perjalanan ingin menemuimu dan hampir tiba di sini.” Jawab Baqi bin Makhlad.
Setelah itu, Baqi bin Makhlad berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “wahai Abu Abdillah, ini adalah kedatanganku yang pertama kali. Aku adalah orang yang tidak dikenal di kalangan kalian. Jika anda berkenan, aku akan datang setiap hari dengan menyamar sebagai pengemis. Di depan pintu, aku akan mengucapkan apa yang sering diucapkan oleh para pengemis. Lalu, anda keluar ke tempat ini. Seandainya anda tidak menyampaikan setiap hari kecuali hanya satu hadis saja, maka hal itu sudah cukup bagiku.”
Imam Ahmad bin Hanbal lalu menjawab, “Ya, dengan syarat kamu jangan muncul di halaqah-halaqah, dan tidak juga kepada para ahli hadis.” “siap, aku berjanji.” Ujar Baqi bin Makhlad.
Hari berikutnya, Baqi bin Makhlad datang ke rumah Imam Ahmad bin Hanbal dari tempat singgahnya selama di Baghdad. Sebelum sampai ke rumahnya, beliau mengambil ranting pohon dan menaruhnya di kepalanya supaya terlihat seperti seorang pengemis. Kertas dan tinta beliau sembunyikan di balik lengan bajunya. Sesampai di rumah Imam Ahmad bin Hanbal, beliau lalu berkata, “Pahala, semoga Allah merahmatimu.” Sebuah ucapan yang diucapkan oleh para pengemis, ketika sedang meminta-minta pada waktu itu.
Setiap mendengar ucapan tersebut, Imam Ahmad bin Hanbal keluar dan menutup pintu. Lalu, Imam Ahmad bin Hanbal menyampaikan dua atau tiga hadis, bahkan bisa lebih kepada Baqi bin Makhlad. Penyamaran tersebut berjalan sangat lama, bahkan sampai orang-orang yang melarang Imam Ahmad bin Hanbal untuk menyampaikan ilmunya mati, dan juga sampai pemerintahan kembali dikuasai oleh kalangan Ahlussunnah.
Demi mencari ilmu dan mendapatkan hadis, Baqi bin Makhlad dengan sabar rela menyamar menjadi seorang pengemis di negeri yang jauh dari negeri asalnya. Beliau menyamar menjadi pengemis bukan hanya sehari dua hari saja, tetapi bertahun-tahun. Dengan semangat dan kesabarannya dalam mencari ilmu, beliau menjadi ulama besar yang dikenang oleh sejarah. Bahkan mendapat gelar al-Hafizh dan Syaikhul Islam, sebuah gelar prestisius dalam diskursus ilmu hadis dan keilmuan Islam. Dengan kesabarannya juga, beliau mendapatkan banyak teman dan saudara baru ketika berada di Baghdad, yang merawatnya ketika beliau jatuh sakit.
Akan tetapi, di zaman modern yang segalanya serba mudah, serba dekat dan serba tersedia ini. Justru semangat dalam mencari ilmu dan mendalami ilmu justru mengendor, tekad menyusut dan hasil justru melemah. Hal ini sebagaimana bisa kita lihat mulai sedikitnya orang alim dan berakhlak yang ada di sekeliling kita saat ini. Dan diperparah dengan banyaknya orang-orang yang mengklaim dirinya berilmu dan merasa paling benar, padahal belajarnya baru sebatas kulitnya saja.
Oleh karena itu, mari kembali kobarkan semangat untuk mencari ilmu di tengah ujian yang menimpa dengan kesabaran dan semangat yang membara. Karena setiap zaman, mempunyai tantangan yang berbeda-beda dalam mencari dan mendalami ilmu. Wallahu a’lam bisshawab. [rf]