Betapa bahagianya menjadi sahabat Nabi SAW. Ketika dirundung kesedihan, mereka tinggal curhat kepada Nabi; ketika ada kesulitan, mereka meminta bantuan Nabi; ketika ada yang perlu ditanyakan terkait agama, bisa langsung tanya kepada Nabi. Ini lah salah satu alasan manusia yang hidup di masa nabi disebut sebagai zaman terbaik. Hal ini juga yang dialami oleh Abdullah bin Mas’ud.
Suatu hari Abdullah bin Mas’ud datang kepada Nabi SAW. Ada satu pertanyaan penting yang ingin ia tanyakan kepada Nabi SAW. Salah satu keuntungan sahabat pada masa Nabi, semua pertanyaan bisa dijawab tanpa takut tersesat dan disesatkan, karena jawaban Nabi pasti lah jawaban yang terbaik bagi sang penanya.
Bisa jadi ini pertanyaan penting bagi Ibn Mas’ud. Sahabat ahli Al-Quran ini ingin mengamalkan amalan-amalan terbaik yang paling disukai oleh Allah SWT. Dalam Sahih al-Bukhari dijelaskan, semua pertanyaan Abdullah putera Mas’ud ini dijawab semua oleh Rasul SAW. Bahkan dalam riwayatnya, sahabat yang juga panitia pengumpul mushaf pada masa Utsman bin Affan ini menjelaskan, jika ia melanjutkan pertanyaannya, Rasululullah SAW pasti akan menjawabnya.
Atas pertanyaannya kepada Rasulullah SAW itu lah, Ibn Mas’ud mendapatkan tiga pesan yang sangat berharga, sekaligus menjadi kenang-kenangan dari Nabi Akhir Zaman kepadanya. Tiga anjuran nabi tersebut tergambar dalam hadis berikut:
سَأَلْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: ثُمَّ برُّ الوالِدَيْنِ قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: الجِهادُ في سَبيلِ اللَّهِ قالَ: حدَّثَني بهِنَّ، ولَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزادَنِي.
“Aku (Abdullah bin Mas’ud) bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: “Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT?” Rasulullah SAW menjawab, “Shalat pada waktunya”.
Ibn Mas’ud bertanya kembali, “Lalu, apa lagi wahai Rasulullah?”
“Berbuat baik kepada kedua orang tua,” tambah Rasul.
“Apalagi, ya Rasul?” Ibn Mas’ud melanjutkan pertanyaannya.
“Jihad fi Sabilillah,” sabda Rasul.
Ibn Mas’ud menyebutkan bahwa Rasulullah SAW akan menambahkan jawabannya jika putra Mas’ud ini melanjutkan rasa ingin tahunya untuk bertanya kembali.
Dalam riwayat lain, dijelaskan bahwa setelah berbuat baik kepada orang tua bukanlah jihad, melainkan berbuat baik kepada orang lain, atau dalam riwayat hadis disebut, “an yaslama an-nasu min lisanika” (selamatnya orang lain dari lisanmu).
Dari cerita Abdullah bin Mas’ud di atas, jelas ada tiga pesan dari Rasulullah SAW kepadanya. Menurut para ulama, pesan Rasulullah SAW tersebut secara khusus hanya diperuntukkan kepada Ibn Mas’ud, alasannya karena biasanya ketika Rasulullah SAW ditanya sahabat terkait amalan yang paling utama untuk mereka, Rasulullah akan menyesuaikan dengan kondisi mereka, tujuannya adalah memperbaiki dan menambah kebaikan bagi mereka.
Jika dikumpulkan ada tiga atau empat pesan Nabi kepada sahabat Abdullah bin Mas’ud. Pertama, shalat tepat waktu dan tidak menunda-nunda. Hal ini disebut paling pertama oleh Nabi, karena menurut Ibn Hajar, shalat adalah hak yang berkaitan dengan hubungan kita sebagai manusia dengan Allah SWT. Maka dari itu, hal ini tentu harus didahulukan.
Kedua, berbuat baik kepada orang tua (birrul walidain), yang meliputi berbuat baik, sopan santun kepada kedua orang tua, berkhidmah kepada keduanya, dan menghindari dari perbuatan durhaka kepada keduanya. Para ulama menyebut bahwa hal ini menjadi bagian dari pesan Nabi SAW kepada Abdullah bin Mas’ud karena ia masih memiliki ibu.
Pesan kedua ini juga bisa kita jadikan argumen bahwa selain memenuhi kewajiban kita kepada Allah (hubungan secara vertical), kita juga perlu menjaga hubungan baik kepada sesama, khususnya orang tua, atau bisa juga kita sebut dengan hubungan secara horizontal.
Ketiga, jihad. Dalam kondisi sekarang, jihad bisa difahami tidak hanya dengan perang. Tetapi dengan kegiatan lain yang bermanfaat. Baca: Jihad yang Cocok untuk Generasi Millenial, Tidak Harus Perang.
Dalam riwayat lain, pesan ketiga ini disebut oleh Rasul agar Ibn Mas’ud dapat menghindari diri dari perbuatan menyakiti orang lain dengan lisannya, seperti: mencaci maki, mengutuk, berkata kotor, dan perbuatan jelek lain yang bersumber dari mulut. Bagaimanapun, mulut memiliki banyak peran dalam menarik manusia dalam jurang kesalahan, yang oleh Nabi SAW disebut: li annahu yuktsiru al-khatha’ bihi.
Pesan-pesan Nabi di atas, memang secara khusus disampaikan untuk Abdullah bin Mas’ud dengan beberapa kondisi yang dihadapinya. Namun, beberapa hal tersebut juga bisa kita amalkan dengan menyesuaikan kondisi kita masing-masing. (AN)
Wallahu a’lam.