Hari-hari yang telah berlalu tidak bisa kembali. Begitulah kata pepatah Arab berbunyi. Lan tarji’a al-ayyamu allati madhat. Begitupun hari-hari indah bersama orang tua hanya sekali terjadi. Hari-hari bersamanya jadi kenangan abadi yang hidup sepanjang hari. Orang tua begitu berarti. Bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat nanti. Sudahkah kita jadi anak yang berbakti? Atau justru sebaliknya kita malah jadi anak yang sering membuat orang tua sakit hati. Naudzubillah.
Demi berbakti pada orang tuanya, Uwais al-Qarni jadi sosok yang sangat terkenal di langit meski di bumi tidak ada yang mengenalinya (masyhur fi al-sama’ majhul fi al-ardhi). Uwais rela terus menetap di Yaman demi menjaga ibunya yang sedang sakit. Padahal saat itu, ia semasa dengan Nabi Muhammad SAW, sosok yang sangat ingin ditemuinya. Ia sangat ingin berjumpa dengan Nabi di Madinah, tetapi apa daya sekalipun waktu tak ada. Hasrat cinta dan ambisi pribadi yang tak pernah terjadi. Bertemu Nabi hanya dalam kisah, angan-angan dan mimpi. Demi wanita yang melahirkannya, ibu, ia rela kehilangan kesempatan bertemu Nabi, sang kekasih hati.
Seharusnya ia bisa jadi Sahabat mulia Nabi. Tetapi ia kehilangan semua itu demi baktinya pada sang Ibu. Namun tentangnya Nabi SAW berkata: Sebaik-baik tabi’in adalah Uwais al-Qarni. Bukan hanya itu, Rasulullah juga menitipkan salam kepadanya melalui Umar. Umar bin al-Khattab bahkan diminta Rasulullah SAW untuk didoakan olehnya. Sahabat sekelas Umar diminta begitu. Kalau bukan sosok hebat di hadapan Allah dan Rasul-Nya, tentu hal itu tidak terjadi. Sosok Uwais memang luar biasa. Setiap doa yang diminta pasti dijawab Tuhannya. Itulah bukti dan berkah baktinya kepada orang tua. Bisakah kita meniru Uwais dalam berbakti kepada orang tua?
Berbakti pada orang tua sangat besar keutamaan dan keuntungannya. Di dunia bahkan di akhirat. Keutamaannya bahkan melebihi perjuangan jihad sekalipun. Suatu ketika ada seorang pemuda datang kepada Nabi untuk ikut berperang. Rasulullah SAW tidak lantas mengizinkan. Beliau bertanya dulu memastikan ibunya masih ada atau tidak. Pemuda itu menjawab kalau ibunya masih ada. Spontan, karena itu Rasulullah Saw melarang pemuda itu ikut berperang. Beliau bersabda; Jagalah ibumu karena sesungguhnya surga ada di bawah kedua telapak kakinya. (HR. Al-Nasa’i). Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan fafiha fajahid (berjihadlah dengan berbakti kepadanya).
Mendapatkan surga banyak cara dan jalannya. Bukan hanya dengan jihad perang seperti yang dibayangkan para teroris. Di saat pandemi seperti sekarang, diam di rumah (stay at home) juga termasuk jihad. Pahalanya seperti orang yang syahid. Begitu riwayat sayyidah Aisyah dalam Shahih al-Bukhari disebutkan.
Dalam hadis ada kisah al-Qamah yang tersiksa di akhir hayatnya karena mengabaikan ibunya. Untungnya sang ibu pada akhirnya masih mau memaafkan. Ada juga kisah Juraij si ahli ibadah yang hampir dibakar hidup-hidup karena tidak merespon panggilan ibunya. Karena dalam keadaan shalat ia tidak menjawab. Tetapi meski begitu ia tetap mendapat dampak sial akibat sakit hati ibunya itu. Maka hati-hati dalam bersikap kepada orang tua. Gunakan sikap yang luhur, santun, berbudi dan akhlak yang terpuji. Jangan sampai menyakiti walau sekecil apapun itu. Karena menyakiti akibatnya bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat.
Maka dari itu, apapun sikap dan tindakan yang menyakiti orang tua, sekecil apapun itu, akan membawa sengsara, di kehidupan saat ini atau nanti. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang tidak pernah berbakti kepada orang tuanya semasa hidupnya, Allah akan masukkan ke neraka, dijauhkan dari rahmat-Nya dan ia akan dibinasakan”. (HR. Ibnu Syahin, al-Thabrani dan al-Hakim). Karena itu di dalam al-Qur’an berkata uff (ahh) saja dilarang. Apalagi sampai pada level menyakiti. Durhaka kepada orang tua derita tiada henti. Dibawa sampai mati bahkan setelah itu.
Sebaliknya, birrul walidain atau berbakti kepada orang tua, sekecil apapun itu, akan membawa dan mendatangkan kebahagiaan sampai di akhirat nanti. Karena itu Rasulullah SAW bersabda bahwa orang tua adalah tengah-tengah pintu surga, jika tidak ingin memasukinya abaikan saja (durhaka saja), kalau ingin memasukinya maka jagalah orang tua. (HR. Al-Tirmidzi). Itulah mengapa ridha Allah ada pada ridha orang tua. Begitu juga murkaNya ada pada murka keduanya. (HR. Al-Tirmdzi dan Hakim).
Berbakti pada orang tua adalah perintah al-Qur’an. Demikian hal itu dijelaskan dalam firman-Nya (lihat QS. al-Nisa: 36). Maka menyalahinya adalah dosa besar. Dalam hadis riwayat imam al-Bukhari dan Muslim dijelaskan, bahwa suatu ketika Rasullah SAW berkata kepada para Sahabat, “Maukah kalian aku beri tahu tentang dosa-dosa besar (ala unabbi’ukum bi akbar al-kaba’ir, tsalatsan)?”. Ungkapan ini sampai diulang tiga kali. Para Sahabat menjawab tentu ya Rasulullah (bala ya Rasulullah). Rasulullah SAW kemudian menjelaskan bahwa dosa yang paling besar itu adalah syirik dan durhaka kepada orang tua (al-Isyrak billah wa ‘uquq al-walidain).
Berbaktilah kepada orang tua selama kita masih bernafas. Karena berbakti kepadanya akan membawa keberuntungan dan keberkahan. Di dunia dan akhirat. Abadi di surga-Nya. Birrul walidain…