Pernah tergesa-gesa? Atau sering? Nah, seorang Ulama besar bernama Hatim al-‘Asam mengatakan bahwa Islam melarang untuk tergesa-gesa karena perbuatan yang tergesa-gesa adalah perbuatan setan. Tergesa-gesa itu berbeda dengan “cekatan”, dan tidak berarti jika tidak boleh tergesa-gesa maka kita harus lebih santai atau justru “lelet”. Yang baik itu ya tengah-tengah, sewajarnya.
الشيطان من العَجَلَة
“Tergesa-gesa itu dari setan…”
Dalam semua hal? Ya, dalam semua hal sebaiknya untuk tidak tergesa-gesa. Kecuali dalam lima hal ini:
Pertama, dalam hal menghormati dan melayani tamu. Gus Baha menjelaskan hal ini dalam kajian kitab Nashaih al-‘Ibad bahwa menghormati tamu harus segera, disegerakan, ditergesakan, tapi, bentuk penghormatannya adalah sewajarnya, tidak berlebih-lebihan. Seperti menyuguhkan tamu dengan memberikan makanan dan minuman sampai tamu merasakan kenyang dan segar dari minuman yang disuguhkan.
Kedua, menyegerakan atas mayit, segera untuk memandikannya, menyolatkannya dan menguburkannya. Jika tidak disegerakan, tidak ditergesa-gesakan maka justru dari setan. Bahkan, Allah SWT sungkan untuk menyiksa sesiapa yang membawa, mengiring dan menyolatkan mayit orang salih.
Ketiga, menyegerakan untuk menikahkan anak perempuan yang sudah baligh. Mungkin hal ini sudah tidak musim di zaman sekarang. Namun, justru jika melihat pergaulan yang tidak baik, atau dalam keadaan yang darurat (keadaan dimana kedekatan anak perempuan dengan laki-laki ditakutkan akan zina) maka sangat baik untuk disegerakan. Apalagi, jika memang anak perempuan yang sudah siap lalu meminta untuk dinikahkan, maka nikahkanlah, jangan ditahan atau bahkan dilarang menikah apalagi dengan alasan yang duniawi semata.
Keempat, membayar hutang. Catatlah hutang-hutang, supaya tidak terlewatkan. Jika memiliki rezeki lebih, atau baru saja dapat uang gaji, maka dahulukan dan segerakan untuk membayar hutang terlebih dahulu.
Kelima, bertaubat. Segeralah taubat, jika maksiat terulang maka tetap segera lagi untuk bertaubat, dengan niat bertaubat yang tidak mengulangi lagi kesalahan ya. Sering-sering untuk istighfar. Rasulullah SAW yang sudah maksum-pun (terjaga dari dosa) masih sering beristighfar dalam satu hari minimal seratus kali. Dengan menggunakan kalima “Rabbighfirli wa tub alayya innaka anta tawwabul ghofur” bukan hanya dengan kalimat “astaghfirullah”.