Abu Amr adalah seorang laki-laki yang menjalani hidupnya dengan prinsip kezuhudan. Sebagaimana layaknya kaum zuhud,ia berada dalam puncak kehormatan dan kemuliaan. Semua perkataannya didengarkan dan setiap perbuatannya dianggap sebagi suatu kebenaran bagi kaumnya. Kaumnya Aus menganggap kehadirannya sebagai anugerah terbesar, sehingga mereka cenderung membesar-besarkan ucapan dan perbuatannya. masjid dhirar
Kecintaannya pada kehormatan membuatnya jatuh terperosok dalam jurang kebodohan. Ia tidak menerima Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah kebenaran, padahal dia telah mengetahui secara jelas tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad SAW. Benar, kedengkian telah merubahnya menjadi musuh yang wajib diwaspadai kaum muslimin.
Hari-hari berlalu dengan cepat, Amr melihat kaumnya hijrah bersama Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Kemudian Abu Amr melihat kaumnya merayakan kedatangan Rasulullah SAW. Sulit baginya menyaksikan kesuksesan Nabi Muhammad, serta perubahan kaumnya yang beriman dan menyakini akan kebenaran Islam.
Rasulullah yang mengetahui perihal Amr segera mengajaknya berdialog untuk menemui solusi terbaik. Rasulullah membacakan beberapa ayat Al-Qur’an, namun hati Amr tidak pula berubah keyakinan. Akhirnya Abu Amr memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan memilih memerangi Rasulullah sebagai orang yang telah merebut kepercayaan kaumnya.
Pada saat perang Badar, kaum kafir Quraisy dibuat mati kutu, para pembesarnya menyandang aib besar dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mereka mempunyai keyakinan akan merampas apa yang dulunya hilang dari tangan mereka. Hal itu pun terlaksana dalam perang Uhud, dan Abu Amr mempunyai peran dalam memobilisasi pasukan serta memberikan motivasi lebih kepada mereka.
Dia memotivasi kaum Quraisy untuk memerangi kaum muslimin, menuntut balas, serta mengembalikan suku Aus yang telah menyatakan kesetiaannya pada Islam. Dia menjadi salah satu tokoh terpenting bagi kaum kafir Quraisy. Di Uhud, Amr muncul sebagai orang pertama yang menyatakan peperangan. Ia datang bersama dengan 50 budak Quraisy, seraya mempengaruhi kaumnya agar kembali padanya.
Perang Uhud telah berlalu dan menyisakan kepedihan serta pelajaran berharga untuk kaum Muslimin. Di sana, kaum muslimin mendapat pengalaman spiritual dalam dari proses kekalahan. Proses inilah yang mengantarkan kaum muslimin pada kemenangan-kemenangan gemilang pada saat melakukan peperangan.
Abu Amr tak kuasa melihat kemenangan demi kemenangan yang diraih kaum muslimin. Ia pergi ke Romawi berharap mendapat bantuan untuk menumbangkan Islam. Sampailah Abu Amr di hadapan raja, menjelaskan maksudnya. Dia memohon bantuan dalam penyiapan pasukan melawan Islam dan mengakhiri kegiatan orang-orangnya, terutama pemimpinnya Nabi Muhammad SAW.
Sayangnya raja Romawi tidak tertarik untuk terlibat dalam peperangan dan kepentingan orang lain. Sang raja hanya bisa berjanji dan berjanji. Amr pun hanya bisa menunggu sampai janji itu dipenuhi.
Janji raja itu cukup membuat Abu Amr terlihat gembira, dia melihat cahaya kemenangan yang ada pada kaumnya. Restu yang diberikan raja Romawi sebagai bentuk senjata terbaik untuk memusnahkan puing-puing kegemilangan muslimin. Karenanya, Abu Amr menulis surat untuk menyatakan kabar gembira ini kepada kaumnya, kaum munafik di Madinah. Dia memberikan harapan besar kepada mereka, bahwa dia akan datang dengan jumlah pasukan yang besar kemudian mengusir Rasulullah beserta kaumnya.
Surat itu telah sampai pada kaum munafik. Mereka mendekapnya dan membacanya berulang kali. Setiap kata dalam surat tersebut memuat tangga-tangga kemenangan pada kubu mereka. memang benar, Abu Amr adalah pelipur lara di saat jiwa dan perasaan mereka tersakiti. Mereka merasa cita-cita yang selama ini mereka dambakan akan terwujud sebentar lagi.
Mereka berpikir bahwa rencana itu membutuhkan ‘tampilan’ yang lebih menarik, yaitu berupa agama dan risalah baru. Tujuannya agar nantinya mereka dapat berbaur dengan khalayak dan menyembunyikan tujuan buruk mereka. Akhirnya muncullah sebuah solusi untuk membangun masjid, mengikuti langkah kaum muslimin dalam menyebarkan Islam.
Dari ide itu, mereka beranjak mewujudkan tujuan mereka di bawah naungan masjid. Mereka akan berkumpul dan berbicara sebebas bebasnya. Masjid akan melindungi mereka ketika membicarakan rencan jahat dan memecah belah kaum muslimin. Mereka akan menanam sesuatu yang dapat mematahkan semangat kaum muslimin.
Tetapi yang menjadi persoalan berikutnya, masjid yang mereka dirikan masih bersifat illegal. Butuh pengesahan dari pemimpin tertinggi umat Islam agar masjid ini diakui dan tidak dicurigai kaum muslimin. Akhirnya mereka membujuk Nabi untuk sholat dalam masjid tersebut dan kemudian memberkatinya agar masyarakat benar-benar percaya.
Mereka membujuk Rasulullah agar memberkati masjid tersebut dengan alasan pembangunan masjid untuk kaum dhuafa, orang-orang sakit, dan malam saat hujan. Dengan logika tersebut, mereka berusaha meyakinkan Rasulullah atas pembangunan masjid ini. Usulan yang mereka ajukan akan diterima orang pada umumnya. Diterima demi kaum duafa, orang-orang yang sakit, dan terhambat perjalanannya menuju masjid Rasulullah karena kehujanan. masjid dhirar
Namun diluar dugaan mereka, Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah. Ia memberitahu perihal pembangunan masjid tersebut, yaitu sebagai tempat kekufuran dan membangun strategi memecah belah kaum muslimin (Surat At-Taubah ayat 106-108). Dengan keterangan yang disampaikan Jibril menjadi jelaslah tujuan pembangunan masjid ini. Itulah strategi buruk yang sengaja diatur oleh Abu Amr.
Maka Rasulullah mengutus dua laki-laki untuk merobohkan masjid tersebut. Mereka membakarnya dan meratakannya dengan tanah. Mereka nyalakan api dengan kayu lalu mendobrak masjid tersebut di hadapan penghuninya. Kumpulan kaum munafik itupun bubar dan rencan mereka menjadi berantakan. Masjid itu kini dikenal dengan masjid Dhirar.(AN)
Wallahu a’lam.