Seorang berpeci putih tiba-tiba mengangkat tangannya tepat ketika TGB Zainul Majdi mengakhiri jawabannya atas pertanyaan sebelumnya. Tujuannya sama seperti laki-laki sebelumnya, ingin bertanya perihal masalah agama yang ada di kepalanya saat acara Picknikustik oleh Komuji Jakarta, 29/01.
“Saya ingin bertanya, saat saya mendapatkan (pesan) Whatsapp tentang acara (Komuji), ada teman yang menyebut kalau hukumnya haram ikut acara ini. Bagaimana cara saya menanggapinya agar tanggapan saya bisa diterima?” tanya laki-laki berpeci putih tersebut.
Acara Picknikustik yang diselenggarakan Komuji ini selain diisi dengan kajian keislaman juga diisi dengan penampilan musik dari beberapa musisi. Wajar jika beberapa kelompok yang mengharamkan musik, juga ikut mengharamkan hadir dalam acara ini.
Menanggapi hal ini. Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi memberikan pendapatnya. Menurut mantan gubernur NTB ini, kita perlu mengetahui untuk apa musik tersebut digunakan. Tidak semua musik yang dimainkan bernilai buruk. Bisa jadi, menurutnya, musik yang dinyanyikan seseorang lebih baik daripada ribuan pengkhutbah.
“Bisa jadi satu musik lebih baik dari pada ribuan pengkhutbah (yang hanya berisi caci maki, red.),” tutur TGB.
TGB beralasan jika suatu musik yang bisa mengajar orang menuju kebaikan, merasakan kesadaran dan karunia Allah SWT lebih baik daripada khutbah atau ceramah yang disampaikan dengan keras dan malah memaki-maki orang lain.
“Seperti yang diceritakan Kang Sastrow tadi, musik gamelan yang didendangkan oleh Sunan Kalijaga tentu sangat baik, karena dapat membantu syiar Islam dan dapat dengan mudah diikuti oleh banyak orang saat itu,” tambah TGB.
Menurut TGB, jika berdakwah dan syiar Islam juga tidak bisa sembarangan. Perlu berbagai pendekatan agar dakwah kita bisa diterima oleh masyarakat.
“Nah, musik bisa jadi perantara untuk berdakwah itu,” sambungnya.
TGB kemudian mengutip kisah Aisyah yang ditemani Rasul SAW menyaksikan pertunjukan musik di samping rumah (dekat Masjid Nabawi saat itu). Musik tersebut ditampilkan oleh orang-orang Habasyah, Ethiopia. Saat itu, menurut TGB, Aisyah menyaksikan musik tersebut sambil bersandar di bahu Rasulullah SAW.
Setelah beberapa syair selesai, Rasulullah SAW menanyai Aisyah, “Aisyah, apakah kamu sudah selesai menonton?” Pertanyaan Rasul tersebut dijawab Aisyah dengan tanda bahwa Aisyah masih ingin melanjutkan penampilan tersebut. Rasulullah SAW pun menurutinya.
Sastrow al-Ngatawi menambahkan, bahwa yang menjadikan musik haram adalah kegunaannya. Jika musik itu tidak digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan maksiat, maka sah-sah saja, apalagi jika dapat menguatkan, menyadarkan dan mendorong seseorang untuk menyadari dirinya. (AN)
Wallahu a’lam.