Kisah Kiai Hasyim Asyari Menegur Orang yang ‘Berhijrah’

Kisah Kiai Hasyim Asyari Menegur Orang yang ‘Berhijrah’

Kiai Hasyim pernah menegur seorang yang ‘berhijrah’ dan memilih untuk uzlah.

Kisah Kiai Hasyim Asyari Menegur Orang yang ‘Berhijrah’
Ilustrasi, dalam film Sang Kiai, tampak Hadratusyaikh KH Hasyim Asyari dicium tangannya oleh para santri dan umat islam

Selama ini, ketokohan Hadratussyaikh K.H Hasyim Asyari selain dikenal sebagai konseptor salah-satu organisasi keagamaan terbesar di tanah air, beliau juga sebagai seorang ulama sekaligus penulis yang cukup produktif. Bahkan tidak kurang, beliau menulis lebih dari lima disiplin ilmu berbeda.

Satu hal yang menarik, beberapa persoalan yang ditulis dinilai telah menemukan relefansiya dengan konteks saat ini.

Dalam kitab Al-Tibyan fi Nahyi an Muqatha’ati al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan, misalnya, beliau mengisahkan tentang tindak-laku seorang ulama yang seharusnya dihindari. Suatu kali, Kiai Hasyim mendengar kealiman seorang karib yang memutuskan untuk berhijrah. Ia melakukan laku uzlah. Saban hari ia habiskan untuk beribadah, sekali ia keluar hanya untuk berjamaah dan mengajar, selebihnya kembali kerumah untuk uzlah.

Laku yang dilakukan itu, tentu membuat masyarakat agak kecewa. Karena kebetulan, ia merupakan sosok yang disegani dengan jamaah yang tidak sedikit. Namun semenjak ber-uzlah, menjadi sukar untuk ditemui, setidaknya hanya sekedar meminta nasihat atau doa. Tapi anehnya, ketika pejabat/politisi datang kerumahnya, bakal mendapat sambutan yang berbeda, begitu mudah dan penuh kehangatan.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan laku uzlah, hanya tindakannya yang membedakan tamu dan nasib umat yang terabaikan, itulah yang membuat Kiai Hasyim mulai risau. Karena alasan itulah, beliau mendatangi rumah sang karib, bermaksud mengklarifikasi persoalan yang terjadi. Seperti tamu pada umumnya, kedatangan beliau tidak mendapat sambutan yang baik, bahkan harus menunggu cukup lama sampai tuan rumah datang menemuinya.

“Wahai saudaraku, aku dengar engkau kerapkali melakukan tindakan kontroversial, apa alasanmu?” tanya kiai Hasyim.

“Ya, sebab sekali aku melihat manusia yang nampak bukan wujud aslinya, melainkan layaknya (maaf) binatang,” jawabnya.  

Ingatlah, sesungguhnya itu hanya godaan semata, yang menutupi penglihatan dan membuat hatimu bimbang,” terang kiai Hasyim. Lantas beliau kembali melanjutkan, “Tipu daya setan akan membisikan padamu untuk tidak keluar rumah (menyapa umat), agar mereka beranggapan engkau adalah kekasih Allah Swt., yang pada akhirnya mereka berdatangan untuk berziarah, meminta berkah, dan memohon petunjuk/nasihat atas setiap persoalan.”

“Maka sadarlah, saudaraku! Segeralah insaf dan bertaubat”.

“Dan satu hal yang perlu kau ingat, siapapun yang datang kepadamu, mereka punya hak yang harus kau penuhi. Bukankah nabi Saw. sendiri bersabda, siapapun yang beriman pada Allah Swt. dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya,” tegas kiai Hasyim.   

Beberapa hari usai pertemuan tersebut, giliran sang karib menyambangi kediaman kiai Hasyim dan berujar, “Benar yang kiai sampaikan tempo hari, untuk itu saya berjanji untuk kembali beraktifitas seperti pada umumnya dan kembali menyapa umat.”

Sejak pertemuan itu, ia kembali beraktifitas seperti sedia kala. Dan satu hal yang ingin disampaikan, beribadah dan berinteraksi sosial harus berimbang dan berjalan bersama, saling melengkapi satu-sama lain. (AN)

Waallahu a’lam.