Akan datang hari mulut dikunci
Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara
Dari mulut kita
Lantunan musik merdu menghiasi langit Jeruk Purut kala itu. Sebuah lagu berjudul “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” dibawakan oleh Kikan pada acara kajian bulanan kelima Komunitas Musisi Mengaji (Komuji), Jumat (26/7).
Sebelum mulai bernyanyi, mantan vokalis band Cokelat ini mengatakan bahwa lagu ini dibuat sebagai pemaknaan dari surah Yasin ayat 65. Liriknya ditulis oleh Taufik Ismail dan lagunya diciptakan oleh Chrisye.
Saat mendengar penjelasan itu, saya langsung terkagum. Baru tahu jika lagu itu terinspirasi dari dari sebuah surah al-Qur’an. Lirik lagunya sungguh sakral dan menyentuh hati, menggambarkan pendengar akan suasana hari saat manusia dihisab.
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS Yasin : 65)
Selain Kikan, ada pula Panji Sakti yang membawakan lagu berjudul “Dia Danau”. Sebuah lagu yang menggambarkan seorang hamba yang sedang mendekatkan dirinya kepada tuhannya. Seorang hamba yang seolah-oleh menyendiri, namun sejatinya sedang bermuhasabah diri dan tenggelam dalam kecintaan pada tuhannya.
Komunitas ini memang bertekad untuk menyebarkan pesan-pesan sejuk dan damai melalui musik. Di tengah pro kontra musik dan Islam di tanah air, Komuji justru hadir untuk membuktikan bahwa musik bisa bernilai positif dan para musisi sesungguhnya juga mengaji.
Di sela-sela kajian dan dakwah yang disampaikan Ustadz atau ustadzah yang mumpuni di bidangnya, Komuji juga senantiasa menyelipkan penampilan dari berbagai grup band di tanah air. Sehingga pengajian menjadi asyik dan tidak membosankan.
Melalui komuji, para musisi dari beragam grup band berkumpul. Mereka mengaji, berdiskusi, dan bertukar pikiran. Tentu saja bukan perkara mudah untuk mengajak para musisi mengikuti Komuji. Kikan sebagai ketua Komuji Jakarta pun kerapkali menemukan kesulitan.
“Ada tantangan sendiri mengundang orang ke Komuji, apalagi muslim urban, anak-anak muda. Saya merasakan langsung bagaimana susahnya mengundang teman-teman musisi. Mungkin karena kesibukan dan padatnya jadwal mereka, atau udah ada yang berpikiran “Ah kalau gua datang ke pengajian harus gini ah, males ah”, udah ada mainset seperti itu,” ujar Kikan saat kami wawancarai di Jeruk Purut (26/7).
Metode dakwah melalui seni sebetulnya telah lama muncul. Bahkan para wali songo pun pernah menyebarkan dakwah melalui lagu dan tembang Jawa. Begitu pula dengan Komuji, Komuji berupaya menunjukkan bahwa berdakwah bisa jadi asik melalui musik.