Bagaimana menjelaskan fenomena Islam Indonesia kok kian tertutup dibanding Islam Arab? Kita bisa melihat dari fenomena-fenomena kecil ini. Beberapa waktu lalu terjadi kebisingan di media sosial terkait arsitektur Masjid Al Safar dibuat oleh Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat yang dianggap mirip simbol illuminati dan dajjal karena memuat unsur segitiga dan mata satu (lingkaran). Yang mempermasalahkannya adalah Ustad Rahmat Baequni.karena menurutnya, masjid itu dianggap Yahudi dan Zionis yang berinfiltrasi melalui simbol, ritual, dan arsitektur.
Ridwan Kamil selaku arsitek pembuat masjid dalam Forum Silaturahmi dan Diskusi Umum yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat di Bale Asri Pusdai Jabar yang mempertemukan antara dirinya dengan Ustad Rahmat, mengklarifikasi bahwa desain arsitektur yang ia buat khususnya di mihrab dan pintu masuk masjid bukanlah simbol illuminati dan dajjal. Ridwan juga membantah bahwa desain arsitekturnya bukanlah segitiga, melainkan trapesium. Ridwan Kamil juga mempertanyakan kenapa hanya Masjid Al Safar yang dipermasalahkan, padahal ada banyak desain masjid yang menyerupai bentuk segitiga dan lingkaran.
Fenomena di atas kembali menguatkan tesis para ahli bahwa realitas keislaman di Indonesia semakin hari semakin membelok ke arah konservatisme. Dalam wacana keislaman, Islam Indonesia sering dianggap sebagai Islam pinggiran dibanding Islam Arab yang dianggap sebagai Islam otentik karena dari segi historis, Islam dimulai dari negeri Arab.
Beberapa hal yang sering dicurigai dan dianggap negatif di Indonesia adalah segala hal terkait Yahudi, Natal, China, anjing, dan lain-lain. Padahal di negeri Arab, hal tersebut tak terlalu diambil pusing seperti di Indonesia.
Di negara Arab seperti Saudi, terdapat sebuah tugu yang berlambang mata satu yang menyerupai simbol dajjal. Selain itu, di Al Naeem District 4, Jeddah, Saudi juga terdapat Masjid Aisyah yang sekilas menyerupai segitiga dengan lingkaran di tengahnya menyerupai lambang illuminati dan dajjal (untuk melihat ini, silakan tonton youtube channel Alman Mulyana di bawah ini).
Nah, apa jadinya kalau simbol-simbol tersebut berada di Indonesia? Saya yakin hal itu akan menjadi bahan gorengan para petualang politik khususnya di tahun politik.
Narasi terkait China juga menjadi isu yang sangat sensitif belakangan ini. Negeri Arab yang dikenal dengan negeri para Nabi tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal terkait China. Saudi malahan makin memperkuat hubungan diplomatiknya dengan China. Pengaruh China cukup kuat di Saudi khususnya di sektor perdagangan dan bisnis. Di Saudi, simbol China mudah ditemukan di beberapa tempat khususnya di momen Imlek. Saya sering mendapatkan ole-ole umroh dari teman dan keluarga seperti mainan onta, alat make up, tasbih, kopiah yang made in China. Hal itu menunjukkan bahwa China adalah bagian yang tak terpisahkan dari Saudi.
Sewaktu saya berkunjung ke Uni Emirat Arab di awal tahun 2019, barang-barang buatan China sangat mudah didapatkan di mana-mana. Berbagai souvenir yang diperjualbelikan disana umumnya adalah buatan China, termasuk boneka onta yang saya beli untuk keluarga.
Setiap momen menjelang Natal, wacana haramnya Natal juga selalu mewarnai percakapan di ruang publik, padahal di Uni Emirat Arab, hal itu bukanlah sebuah masalah besar. Pada tahun 2017, salah satu hotel mewah di Uni Emirat Arab pernah membuat pohon Natal termahal di dunia yang ditaksir seharga 11 juta Dollar atau setara dengan 149 miliar Rupiah.
Beberapa waktu lalu saya juga sempat berkunjung di Dubai, salah satu kota di Uni Emirat Arab dan saya menemukan berbagai pohon Natal di beberapa pusat perbelanjaan. Tak ada keributan terkait simbol Natal seperti di Indonesia. Umat Islam di Uni Emirat Arab adalah umat Islam yang dewasa dan percaya diri dalam beragama.
Kedewasaan dan kepercayaan diri warga Uni Emirat Arab dalam berislam mereka tunjukkan dengan mencanangkan tahun 2019 sebagai tahun toleransi dan juga mengangkat Menteri Toleransi demi menjaga harmoni antar warga karena sebagaimana diketahui bahwa Uni Emirat Arab memiliki pekerja asing dan ekspatriat yang jumlahnya sangat besar dan mereka memiliki agama dan keyakinan yang berbeda-beda.
Fatwa terkait haramnya ucapan selamat Natal sampai saat ini selalu menjadi bahan gorengan setiap tahunnya di Indonesia. Orang yang mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristen sering dianggap sebagai orang yang lemah komitmen keislamannya. Padahal Hamka, Ketua MUI yang pernah mengeluarkan fatwa terkait Natal, semasa hidupnya sering mengucapkan selamat Natal kepada tetangganya karena dianggap sebagai bagian dari muamalah. Yang ia larang dalam fatwanya sebenarnya adalah menghadiri perayaan Natal bersama karena dianggap bagian dari ibadah. Entah kenapa isi fatwa ini menjadi bergeser.
Di beberapa negara Arab, para tokoh penting seperti Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan juga Grand Mufti Al Azhar sering mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Kristen setiap tahun. Para muslim Arab tampak lebih percaya diri dalam berislam dibanding muslim Indonesia yang selalu merasa terancam dengan kehadiran simbol dan atribut Natal.
Polemik tentang anjing juga menarik belakangan ini setelah seorang ibu yang beragama Katolik masuk ke dalam masjid mengenakan sepatu sambil membawa anjing. Videonya menjadi viral dan menjadi bahan perbincangan para netizen. Ibu itu masuk ke masjid karena ingin mencari suaminya yang baru saja masuk Islam (muallaf) dan ingin melangsungkan pernikahan di dalam masjid tersebut. Sebelumnya, ada seorang perempuan bercadar menjadi olok-olokan karena rajin memberi makan pada anjing yang bagi sebagian orang Indonesia dianggap hewan najis.
Di Uni Emirat Arab, anjing telah menjadi bagian dari kehidupan warganya sejak dulu. Di Uni Emirat Arab, kontes balap anjing Saluki sering dilombakan dan telah menjadi tradisi turun temurun.
Di belahan negeri lainnya di luar Arab, yakni Turki yang saat ini dipimpin oleh Erdogan dan sering dijadikan rujukan sebagai negeri Islam yang ideal oleh para kelompok Islamis, pada dasarnya sangat familiar dengan anjing. Anjing telah menjadi bagian dari kehidupan warga Turki. Anjing sangat mudah ditemukan di jalan layaknya kucing di Indonesia. Anjing bahkan sering menjadi penjaga halaman masjid.
Warga Turki sering memberi makanan pada anjing yang bertebaran di jalan dan juga memberikan selimut di kala musim dingin. Pemerintah Turki juga menunjukkan perhatiannya pada anjing yang bertebaran di jalan dengan memberikan vaksin.
Terkait soal kenajisan jilatan anjing, itu adalah persoalan lain. Sebagai seorang muslim, kita tetap harus memberi penghargaan pada anjing karena ia juga adalah makhluk ciptaan Tuhan. Jangan ketika kita melihat anjing, kita lalu bernafsu ingin membunuhnya karena dianggap hewan najis.
Begitulah karakter berislam sebagian muslim Indonesia belakangan ini. Hal ini tampaknya disebabkan karena miskinnya literasi. Yang lebih banyak diutamakan sebagian muslim umumnya adalah semangat beragama yang menggebu-gebu yang tak diimbangi dengan semangat keilmuan yang tinggi. Toh, ada juga sebagian muslim lainnya yang memiliki semangat kajian keilmuan yang cukup tinggi, namun bacaan yang digeluti cenderung hanya bersifat satu arah yang sesuai dengan aliran dan pemikiran yang dianut, seolah enggan belajar dari kelompok yang berbeda dengannya karena dianggap dapat mendangkalkan iman.
Banyak yang lupa bahwa dalam Islam terdapat berbagai keragaman pendapat dan penafsiran. Keragaman itu lahir karena adanya perbedaan pengetahuan, bacaan, pengalaman, ulama rujukan, latar belakang pendidikan, dll. Karena itu, umat Islam harus senantiasa belajar dan belajar dari siapapun dan dimanapun. Jangan sampai sifat sombong dan rasa gengsi yang tinggi membelenggu kita, sehingga semakin membuka tabir kebodohan kita yang sesungguhnya.