dalam sebuah seminar bertemakan ‘Demokrasi di Pesantren’ yang diikuti oleh para kiai pengasuh pondok pesantren se-Indonesia, di Yogyakarta, ada seorang kiai yang cukup berpengaruh di kalangan warga NU. Ia mengatakan bahwa realitas Indonesia hari ini menunjukkan tingkat keterpurukan moralitas yang luar biasa, kehancuran akhlak yang sangat parah.
Kasus-kasus perampasan hak milik orang lain muncul secara masif dan fenomenal , dn dilakukan oleh banyak orang dengan beragam identitas struktural, kultural dan keagamaannya. Kriminalitas dan pelanggaran kemanusiaan hadir dalam keseharian masyarakat kita.
Menurut Kiai tersebut faktor utama dari semua itu adalah rendah atau hilangnya moralitas “malu” pada sebagian besar masyarakat. Kia tersebut kemudian menyitir ucapan Nabi Muhammad Saw: ” Di antara ucapan kenabian yang pertama adalah : ‘Hai anak Adam, jika kamu tidak lagi punya rasa malu, maka kerjakanlah apa saja semaumu”. (Arbai’in Nawawi).
senada dengan Hadits di atas, sebuah syair Arab menyatakan:
Jika engkau tidak peduli kehormatan diri Tidak takut kepada Tuhan Tidak takut kepada orang lain Kerjakan apa saja semaumu
Suatu hari Nabi pernah menyampaikan kepada para sahabat tentang pentingnya memiliki rasa malu kepada Allah. Mereka spontan dan serentak menjawab: “kami, alhamdulillah, sungguh-sungguh merasa malu kepada Allah”.
Tetapi Nabi mengatakn : “Bukan begitu, iitu tidak cukup. Merasa malu kepada Allah adalah menjaga kepala dan pikiranmu (dari kecenderungan-kecenderungan yang buruk dan jahat), perut dan isinya (dari memakan harta yang bukan hak miliknya), serta mengingat mati dan kebinasaan “. (HR. Tirmizi dan Thabrani).
Maka supaya kita untuk mengatasi kerusakan sosial adalah bagaimana menumbuhkan kembali akhlaq (budaya) ‘malu’ tersebut di tengah-tengah masyarakat.