Sebentar lagi, setelah menjalani puasa sebulan penuh, umat Islam akan melaksanakan Idul Fitri pada 1 Syawal. Pada hari itu kaum muslimin diperintahkan melakukan Shalat Idul Fitri (shalat Id). Shalat tersebut hukumnya sunnah muakkad bagi semua orang, lelaki dan perempuan, dalam keadaan bepergian (musafir) atau di rumah. Artinya sangat dianjurkan oleh agama tetapi tidak sampai diwajibkan.
Kali pertama di syariatkan atas nama Nabi Muhammad Saw. Pada tahun kedua hijriyyah dan menjadi salah satu khushusiyah-nya, karena tidak disyariatkan pada umat-umat terdahulu. (Al-Bajuri: I, 224).
Shalat Id dapat dikerjakan setelah matahari terbit, hingga masuk waktu dhzuhur, jumlah rakaatnya dua. Dapat dikerjakan secara berjama’ah dan munfarid atau sendirian. Jadi, kalau karena suatu alasan tidak sempat di masjid, dapat mengerjakan sendirian di rumah. Lebih baik shalat sendirian dari pada tidak sama sekali. Tetapi yang lebih utama adalah berjama’ah, karena hal itu dapat mempererat hubungan anggota masyarakat.
Syarat rukun shalat Id sama dengan shalat lain. Begitu pula hal-hal yang membatalkan dan pekerjaan-pekerjaan atau ucapan-ucapan yang disunnahkan. Dengan demikian, orang yang shalat Id harus bersih dari hadas dan najis, menutup aurat, membaca al-fatihah, dilarang berbicara dan sejenisnya. Kalupun terdapat perbedaan, terletak pada niat dan anjuran takbir. Niat shalat tertentu saja berbeda-beda. Bunyi niat shalat Idul Fitri adalah “ushalli rak’ataini sunnata ‘idul fitri” kalau munfarid. Ditambah “imaaman” kalau menjadi imam, dan “ma’muuman” jika menjadi makmum.
Dalam shalat Id disunnahkan takbir seperti takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan seraya mengucapkan lafal “Allahu akbar” tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakaat kedua.
Pada rakaat pertama, takbir dilakukan setelah membaca doa iftitah, yakni “kabira wa alhamdulillahi katsira…” dan seterusnya dan setelah membaca ta’awudz (a’udzu billahi minas-syaithani ar-rajiim).
Sebagaimana kita ketahui bersama , setelah takbiratul ihram, kita disunnahkan membaca doa iftitah dan sebelum alfatihah mebaca ta’awudz. Kalau kita tidak membaca doa iftitah, takbir dilakukan langsung setelah takbiratul ihram. JIka tidak mebaca ta’awudz, takbir langsung disusul bacaan Fatihah. Bila seseorang setelah takhbiratul Ihram langsung membaca Fatihah, sudah tidak disunnahkan karena waktunya telah lewat. (Al-Fiqh Al-Manhaji: I, 224).
Sedangkan pada rakaat kedua, takbir dilakukan setelah takbir qiyam, yakni takbir setelah bangun dari sujud. Di antara dua rakaat, baik pada rakaat pertama maupun rakaat kedua disunnahkan membaca kalimat “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar.”
Setelah Fatihah pada rakaat pertamasebaiknya membaca surat Sabbihisma atau al-Kaafirun, dan rakaat kedua membaca surat Al-Ghaasyiyah atau Al-Ikhlash.
Selesai shalat Id dua rakaat, disunnahkan khotbah dua kali jika dilakukan secara berjamaah. Adapun shalat sendirian, yidak usah diikuti khotbah. Ketika khotbah, hendaknya khotib menerangkan hal ihwal zakat fitrah.
Di samping shalat Id, kaum muslimin dianjurkan atau disunnahkan membaca takbir sejak matahari terbenam hari terakhir bulan Ramadhan hingga imam shalat Id jika shalat berjamaah. Atau sampai takhbiratul ihram kalau shalat sendirian.
Hali itu merupakan realisasi perintah Allah Swt. Dalam al-Qur’an:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaknya kamu mengagungkan (bertakbir) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah, 185).
Lafal takbir adalah seperti yang biasa kita dengar setiap hari raya, Allaahu akbar, Allahu akbar Allahu akbar, Laa ilaaha illallaah wallahu akbar, Allah akbar walillahilhamdu.” (Al-Adzkar, 145-146).
Sumber: K.H. MA. Sahal Machfudz, Dialog Problematika Umat, hal 153-155, Khalista, Surabaya, 2013.