Tafsir Al Baidhawi atau “Anwar at tanzil wa asror at ta’wil” adalah tafsir yang sangat terkenal di kalangan ahlussunnah wal jamaah, bahkan di beberapa pondok pesantren di Indonesia juga dikaji oleh para Kiai dan disampaikan dengan sistem bandongan.
Kehebatan tafsir ini di antaranya adalah ia menginspirasi para ulama untuk memberi penjelasan, komentar, catatan dan detail pembahasan dari kajian tafsir ini yang hanya disebutkan secara singkat dan padat. Oleh karenanya, lahirlah berbagai hasyiyyah yang berusaha menjelaskan isi dari Tafsir al-Baidhawi, dan berikut ini beberapa hasyiyyah tafsir Baidhowi yang masih beredar:
Pertama, Musthofa bin Ibrahim bin at-Tamjid ar-Rumy al-Hanafy. (w 880)
Beliau adalah seorang ulama Daulah Ustmaniyah, salah satu guru dari Sultan Muhammad al Fatih. Kitabnya berjudul:
حاشية ابن التمجيد على تفسير البيضاوي
Hasyiyyah Ibn al-Tamjid ala Tafsir al-Baidhawi
Hasyiyyah ini merujuk ke berbagai kitab-kitab induk bahasa dan tafsir, di samping juga merujuk kitab-kitab hadis. Ibnu Tamjid cenderung menjelaskan aspek bahasa, balaghah dan hukum yang tertulis dalam Tafsir al-Baidhawi secara luas dan mendalam dengan lebih menguatkan pendapat-pendapat Abu Hanifah.
Beliau juga menjelaskan ayat-ayat yang dipakai hujjah (dalil atau landasan argumen) oleh Ahlussunnah wal Jamaah dan membantah pendapat-pendapat Muktazilah.
Di antara keunggulan hasyiyyah ini adalah penisbatan setiap pendapat kepada pencetusnya, lalu dijelaskan kata-kata yang perlu dijelaskan dan dianalisis secara kritis.
Kedua, Muhammad bin Musthofa al-Qujawi al-Hanafi terkenal dengan Syaikh Zaadah (w 951)
Beliau adalah salah seorang ulama fikih Hanafi, mufassir sekaligus sastrawan di Istambul Turki. Kitabnya berjudul:
حاشية شيخ زاده على تفسير البيضاوي
Hasyiyyah Syaikh Zaadah ala Tafsir al-Baidhawi
Kitab ini adalah hasyiyyah Tafsir al-Baidhawi yang sangat terkenal dan paling banyak dirujuk oleh para pengguna Tafsir Baidhawi.
Al-Qujawi menjelaskan pernyataan-pernyataan Imam Baidhawi dengan bahasa yang mudah, memperhatikan aspek-aspek qiraat, dan terkadang membandingkan antara pendapat para mufassir tanpa menguatkan salah satunya.
Ketiga, Ahmad bin Muhammad bin Umar, Syihabuddin al-Khafaji (w 1069)
Beliau adalah kadi Mesir pada masanya, dan seorang ulama yang ahli bidang tafsir, bahasa dan sastra. Kitabnya berjudul:
عناية القاضي وكفاية الراضي على تفسير البيضاوي
Inayatul Qadhi wa Kifayatur Radhi ala Tafsir al-Baidhawi
Hasyiyyah ini mengikuti pola hasyiyyah syekh Zaadah, dikenal juga dengan “Hasyiyyah Shihab” atau “Hasyiyyah al Khafaji“.
Dalam hasyiyyah ini, Syekh al-Khafaji menjelaskan pernyataan Imam Baidhawi dari berbagai aspek, sharaf, nahwu, balaghah, qiraat, serta diperkuat dengan riwayat hadis, atsar, syiir dan peribahasa Arab. Selain itu, al-Khafaji juga menjelaskan riwayat hadist palsu yang disebutkan Imam Baidhawi.
Keempat, Ismail bin Muhammad bin Musthofa al Qunawi (w 1195)
Beliau adalah salah seorang ulama besar di Qustantiniya (Istambul), ahli bidang tafsir, hadis, fikih dan ushul. Kitabnya berjudul:
حاشية القونوي على تفسير البيضاوي
Hasyiyyah al-Qunawi ala Tafsir al-Baidhawi
Hasyiyyah ini berisi ensiklopedia bahasa dan sastra Arab, karena luasnya kajian Syekh al-Qunawi dan analisanya terhadap permasalahan bahasa dan balaghah dalam kitabnya.
Beliau lebih menitikberatkan kajiannya terhadap kajian kebahasaan dan makna mufrodat serta asal derivasinya. Dalam menjelaskannya beliau sering merujuk pada kitab Sibawaih, Mughnil Labib, al-Bahr al-Muhith, al-Lubab, dan beberapa kitab lain.
Syekh al-Qunawi juga menjelaskan permasalahan-permasalahan hukum yang dibahas oleh Imam al-Baidhawi dan seringkali merujuk pada Ahkam al-Quran karya Imam al Jasshash dan al-Jami’ li Ahkaam al-Quran karya Imam al Qurthubi. Beliau juga menjelaskan ayat-ayat akidah dan membantah pendapat muktazilah.
Wallahu a’lam.