Anda benar, jika berpikir bahwa Gus Dur tidak pernah menyuarakan jargon islam kaffah. Memang, Gus Dur selama ini dikenal sebagai suara terlantang dari “Islam ramah” yang dihadapkan dengan “Islam marah”. Sekalipun gak ada salahnya membayangkan Gus Dur memaknai Islam kaffah.
Satu hal yang harus dicatat di awal, Gus Dur tidak pernah menempuh cara-cara kekerasan dalam memperjuangkan gagasannya. Pesan yang konstan disuarakannya adalah perdamaian. Marilah mengawali perbincangan ini dengan salah satu kutipan dari Gus Dur tentang dialog antaragama dan kerja sama dengan kelompok agama lain.
“Perbedaan keyakinan tidak membatasi atau melarang kerja sama antara Islam dan agama-agama lain, terutama dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan umat manusia. Penerimaan Islam akan kerja sama itu tentunya akan dapat diwujudkan dalam praktek kehidupan, apabila ada dialog antar agama…. Kerja sama tidak akan terlaksana tanpa dialog, oleh karena itu dialog antar agama juga menjadi kewajiban.” (Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, 2006: 133-134).
Kutipan di atas menyatakan dengan jelas bahwa dalam tahap tertentu, dialog agama adalah sebuah kewajiban sosial yang harus dijalani oleh para pemeluk agama. Jika dialog adalah prasyarat bagi terciptanya toleransi, kerjasama dan perdamaian, maka dialog antaragama adalah keniscayaan yang harus dilalui.
Toleransi tidak hanya membiarkan orang lain dengan sikap apatis. Toleransi adalah sikap empati terhadap keyakinan orang lain yang dibangun di atas pemahaman yang mendalam akan perbedaan dan kesamaan. Sikap ini menjadi landasan bagi persaudaraan dan kerja-kerja kemanusiaan yang bersifat universal.
“Baik agama Hindu, Katolik maupun Islam, memandang…orang suci…memiliki beberapa sifat yang membedakan dari orang lain…ciri-ciri istimewa yang diberikan Tuhan…ataupun pengorbanan mereka pada kepentingan manusia. Persamaan pandangan inilah yang membuat kami…saling menghormati dengan sepenuh hati…. Saya tidak pernah memikirkan perbedaan…melainkan justru persamaan…yang selalu kami jadikan sebagai titik pandang untuk melakukan pengabdian kemanusiaan.” (Abdurrahman Wahid, Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, 83-84)
Jadi, inti toleransi bagi Gus Dur adalah kesadaran bahwa setiap manusia memiliki keyakinan berbeda. Perbedaan ini sama sekali tidak menghalangi penghormatan dan persaudaraan karena ada nilai-nilai universal yang menyatukan antarsesama manusia. Bahkan nilai substansisal setiap agama pun dipersatukan dalam semangat pengabdian kepada Tuhan dan pengorbanan untuk manusia. Inilah yang membuat persaudaraan, penghormatan, dan kerjasama antaragama agama yang penuh kekerasan, kebencian, dan intoleran.
Dari sini marilah kita kembali ke Islam kaffah. Islam bagi Gus Dur adalah perdamaian sebagaimana makna kata al-islâm yang berarti perdamaian. Karena itu, Islam kaffah bagi Gus Dur berarti perdamaian total. Prinsip nirkekerasan adalah fondasi dalam membangun hubungan dengan orang atau kelompok lain. Dari sinilah lahir berbagai tindakan yang mendamaikan, misalnya, dialog antaragama, rekonsiliasi, dan toleransi.[]