Apa salah pemerintah dan Presiden Jokowi kepada mereka sehingga mereka membuat rusuh di Tanah Abang, Jakarta? Tidak ada.
Kumpulan pemalas, penganggur yang merusak itu selama ini bisa bersekolah gratis dan dapat pengobatan gratis dari pemerintah – tapi mereka tetap bodoh – bahkan dungu – karena begitu mudah diperalat dan disetir orang lain untuk menjadi sampah masyarakat.
Sebanyak 70 perusuh yang tertangkap di Polda Metro Jaya, Rabu (22/5) dinihari mengaku datang dari luar kota dan hanya dibayar Rp.300 ribu untuk membuat rusuh ibukota. Sementara operator dan elite yang menggerakan mereka duduk di ruang ber-AC menonton aksi mereka yang kini mendekam di tahanan.
Apakah sepadan, imbalan Rp.300 ribu untuk masuk tahanan dan jadi pesakitan sampai beberapa hari ke depan ? Tergantung otak mereka masing masing.
Untuk yang sudah sudah dicekoki hoax bahwa “Jokowi menang lewat cara curang” mereka dengan suka hati membuat kerusuhan.
Juga mereka yang dicuci otak dengan ajaran jihad, membela agama, boleh jadi mereka menganggap perang suci. Jangankan dibayar – keluar duit pun mau.
Mereka tak berpikir dampak ekonomi dan sosialnya. Bahwa jl. MH. Thamrin lumpuh dan banyak orang tak bisa kerja mencari nafkah untuk keluarga. Mereka bersikap tidak peduli. Karena tak ada hubungannya dengan mereka. Mereka juga penganggur. Mereka dari luar daerah, orang lugu yang diperalat oleh calo calo politik atas perintah kaum elite yang kalah, kecewa dan frustasi.
Pakar hukum tata negara Prof. Mahfud MD di layar teve siang tadi menegaskan, sekarang ini bukan lagi urusan politik dan masalah politik – karena saluran politik dibuka bagi yang bersengketa. Melainkan masalah hukum dan ketertiban.
Jadi aparat harus tegas. Mereka yang rusuh di jalan adalah para kriminal. Untuk itu, perlakukan mereka sebagai pelaku kriminal. Tangkap atau lumpuhkan dan masukkan ke bui untuk diadili.
POLITISI BALITA jelas ada di belakang mereka. Politisi kekanak kanakan yang tak bisa menerima kekalahan, menjerit menuduh lawan curang, tak paham fair play, lalu terus meminta perhatian, mengamuk, merisak, egois, tak punya tenggang rasa pada situasi sekitar.
Pokoknya menjerit, menangis dan mengamuk – karena kemauannya tidak dituruti – dan itulah ciri kanak kanak Balita.
Kerusuhan seharusnya lebih besar dan lebih parah – seandainya para provokator dan agitator ditangkap satu per satu dan berlarian ke segala arah. Malah ada yang kabur ke luar negeri .
Untuk ini jangan dikasi hati. Jangan hanya mempertimbangkan suara 45% yang – yang sebagian besarnya sudah legowo – melainkan perhatikan 55 % suara yang menang, yang ingin negara aman dan tertib. Seperti sediakala.
Tindakan tegas diperlukan dan rakyat di belakang aparat.
Presiden Jokowi dalam jumpa pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/5/2019). menegaskan, “Saya tidak memberikan toleransi kepada siapa pun juga yang akan menganggu keamanan, menganggu proses demokrasi, menganggu persatuan negara yang amat kita cintai ini,” kata Jokowi.
Selaku Panglima Tertingi AU, AD, dan AL perintah sudah diberikan. Kini tinggal pelaksanaannya di lapangan. Kini saatnya aparat menunjukkan dan mempraktikan semua metode dan pelatihan yang selama ini dipelajari di sekolah dan markas markas dalam tugas pokok mereka selaku penegak hukum dan penjaga negara ini.
Fasilitas dan peralatan yang dibeli oleh uang rakyat gunakan untuk memastikan rakyat terlindungi. Agar negara ini terjaga dari para perusuh jalanan.