Dikisahkan seorang ibu mendatangi rumah Taqiy bin Mukhallad. Ia mengadukan kasus putranya yang ditawan tentara Romawi selepas Magrib. “ Puteraku telah ditawan oleh prajurit Romawi dan aku tidak sanggup menebusnya. Saya sangat resah dan gundah gulana. Saya punya tanah dan bisa menjualnya. Saya risau memikirkan keselamatan putraku,” ujar ibu tersebut sambil mengeluh.
“ Saya coba pikirkan. Maka sebaiknya ibu pulanglah terlebih dahulu,” janji Taqiy dengan sedikit menghibur.Kemudian Taqiy berdoa untuk kebebasan putera ibu tadi. Selalng beberapa hari kemudian wanita tersebut yang telah bersama puteranya memanggil Syeikh Taqiy. Kemudian ia berkata,”Ia telah pulang dengan selamat dan ingin menceritakan sesuatu kepadamu.”
Pemuda itupun kemudian bercerita,” Saya ditawan oleh prajurit Romawi dengan kelompok tawanan lainnya. Tiap hari kami mendapatkan pengawalan yang ketat. Kami setiap hari disuruh ke gurun untuk kerja paksa. Setelah selesai kami pulang dengan tangan yang terbelenggu. Suatu saat kami pulang selepas Magrib. Tiba-tiba belenggu tersebut terlepas dan jatuh ke tanah dengan sendirinya.’
Pemuda tersebut terdiam sejenak. Kejadian itu menurut ibu bertepatan dengan kedatangan beliau ke tempat Syikh Taqiy untuk mengadukan masalahnya.
Kemudian pemuda itu melanjutkan ceritanya,”Pengawal sangat terkejut dan membentakku dengan keras. Kamu yang melepaskan belenggu itu! Tidak, kataku. Pengawal menjadi bingung. Lalu belenggu itu kemudian dipakaikan lagi. Apa yang terjadi kemudian belenggu itu lepas lagi hingga beberapa kali kejadian serupa berulang. Tak lama kemudian pengawal itu memanggil seorang pendeta. Kemudian pendeta itu bertanya kepadaku. Apakah kamu punya seorang ibu. Ya , jawabku. Kemudian pendeta itu berkata, doa ibumu telah dikabulkan. Tuhan telah melepaskanmu dan tidak mungkin kamu dibelenggu lagi. Karena itu antarkan saya untuk datang kepada orang-orang Islam.”