Kejujuran adalah hal yang tidak ternilai harganya, karena jujur adalah sebuah kesadaran imani yang dimulai dari suara hati, moral, dan karakter manusia. Berbicara tentang kejujuran, ada sebuah kisah menarik yang diceritakan Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitabnya Shafahat Min Shabril Ulama.
Dalam kitab tersebut, dijelaskan biografi Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi Al-Baghdadi Al-Bazzaz Al-Anshari (w. 535).
Diceritakan bahwa Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari bercerita tentang dirinya, ketika beliau tinggal di Mekkah. Pada suatu hari, Al-Qadhi Abu Bakar ditimpa kelaparan yang dahsyat. Beliau tidak memiliki apapun untuk melawan rasa laparnya. Saat itu beliau menemukan sebuah kantong sutera yang terikat dengan tali dari kain sutera.
Melihat hal itu, beliau mengambilnya dan membawanya pulang. Saat membukanya, kantung itu ternyata berisi kalung mutiara yang belum pernah dilihat sebelumnya. Setelah itu, ia mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung tersebut, dengan membawa kantung yang berisi uang 500 dinar. Orang tersebut berkata di depan Al-Qadhi Abu Bakar, “Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan kantongku yang berisi mutiara”.
Al-Qadhi Abu Bakar berbisik dalam hatinya, “Aku sedang memerlukannya dan lapar, aku akan mengambil dinar tersebut dan memafaatkannya. Aku akan mengembalikan kantong berisi mutiara ini kepadanya.”
Kemudian Al-Qadhi Abu Bakar berkata kepadanya, “Kemarilah”. Ia membawa orang tersebut ke rumah beliau. Kemudian orang tersebut menyampaikan ciri-ciri kantong tersebut, beserta tali pengikatnya dan mutiara yang ada di dalamnya. Kemudian beliau mengeluarkan kantong tersebut dan mengembalikan kepada orang yang punya.
Orang tersebut kemudian menyerahkan uang 500 dinar kepada Al-Qadhi Abu Bakar, tetapi beliau tolak dan tidak mau mengambilnya. Orang tersebut kemudian berkata kepadanya, “Kamu harus menerimanya.” Dia terus mendesak Al-Qadhi Abu Bakar, tetapi beliau tetap menolaknya. Maka, orang tersebut meninggalkannya dan pergi.
Setelah kejadian tersebut, Al-Qadhi Abu Bakar pergi meninggalkan kota Mekkah. Beliau mengarungi lautan, akan tetapi perahu yang ditumpanginya pecah dan para penumpangnya tenggelam. Semua harta yang ada musnah. Al-Qadhi Abu Bakar selamat dengan berpegangan pada pecahan kayu perahu tersebut, dan terombang-ambing dalam waktu yang lama tanpa tahu kemana air membawanya. Sehingga beliau kemudian terdampar di sebuah pulau yang ada penduduknya.
Al-Qadhi Abu Bakar kemudian singgah di sebuah masjid dan membaca Al-Qur’an. Orang-orang di pulau tersebut yang mendengarkan bacaan Al-Qur’annya, kemudian datang kepadanya dan berkata, “Ajarilah kami membaca Al-Qur’an”. Di masjid inilah kemudian Al-Qadhi Abu Bakar membuka beberapa lembar kertas mushaf, mengambil dan membacanya. Orang-orang yang ada di sana bertanya kepadanya, “Anda bisa menulis?” Al-Qadhi Abu Bakar menjawab, “Iya”.
Mereka berkata, “Ajarilah kami menulis”. Lalu mereka datang membawa anak-anak mereka, baik yang masih kecil maupun para pemudanya. Al-Qadhi Abu Bakar kemudian mengajari mereka dan beliau mendapatkan imbalan harta yang melimpah.
Setelah itu, mereka berkata kepadanya, “Di sini ada seorang anak perempuan yatim. Dia memiliki banyak harta, dan kami ingin engkau menikahinya.” Saat itu Al-Qadhi Abu Bakar menolak, namun mereka berkata, “Ini harus!” Mereka terus memaksa dan pada akhirnya beliau mengiyakan.
Ketika orang-orang pulau tersebut membawa perempuan yang disuruh dinikahi sama Al-Qadhi Abu Bakar. Beliau terkejut dan matanya terbelalak, melihat sebuah kalung yang tergantung di lehernya. Beliau terpukau dan memandanginya, mereka berkata, “Wahai Syekh, anda telah mematahkan hati wanita yatim ini dengan pandanganmu kepada kalung itu. Mengapa engkau memandangnya seperti itu?”
Kemudian Al-Qadhi Abu Bakar menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah ditemukannya kepada mereka. Mereka terperanjat, kaget, dan takjub sambil mengucapkan takbir dan tahlil, hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau.
Al-Qadhi Abu Bakar pun bertanya kepada mereka, “Ada apa dengan kalian?”. Mereka menjawab, “Syekh, yang memiliki kalung itu adalah ayah wanita ini, dan dia pernah mengatakan, “Aku belum pernah menemukan seorang muslim sejati di dunia ini. Selain orang yang telah mengembalikan kalungku kepadaku.” Ia juga pernah berdoa, “Ya Allah, kumpulkanlah dia denganku sehingga aku dapat menikahkannya dengan putriku”.
Doa tersebut kini terkabul, kejujuran Al-Qadhi Abu Bakar telah mendapat balasan dari Allah SWT. Setelah menikah, beliau dikaruniai dua anak dan tinggal di pulau tersebut.
Wallahu A’lam.