Dikisahkan pada suatu hari, seorang sufi berdoa dengan khusyu’nya di masjid. Di sampingnya ada seorang saudagar yang mengamati. Tampaknya ia sangat serius memperhatikan apa yang dilakukan oleh sufi tersebut. Setelah selesai berdoa, saudagar itu kemudian mendekati sufi tersebut. Sejenak kemudian saudagar menawarkan sekantong uang emas.
“ Aku tahu engkau ingin menggunakan uang ini di jalan Tuhan. Maka ambillah,” kata saudagar itu.
“ Sebentar saudara,” jawab sufi itu.
Ia kemudian melanjutkan perkataannya dan balik bertanya,” Aku tidak yakin apakah aku berhak mengambil uangmu itu. Apakah engkau orang kaya? Apakah masih banyak persediaan uangmu di rumah.”
“ O ya. Aku masih banyak uang dirumah. Ada seribu keping emas di rumahku,’ jawab saudagar dengan nada sedikit meninggi.
Kemudian sufi bertanya lagi,” Apakah engkau ingin seribu emas lagi?”
“ O jelas. Aku ingin seribu keping emas lagi. Maka tiap hari aku berdoa agar aku menghasilkan lebih banyak uang,” kata saudagar.
Setelah itu sufi berkata,” Maaf aku tidak dapat mengambil uang ini. Seorang yang kaya tidak berhak mengambil uang dari seorang pengemis.”
Mendengar berkata sufi tersebut, saudagar langsung naik pitam dan marah-marah. “Bagaimana kau ini. Enak saja kau menyebutku seorang pengemis,” katanya dengan mata melotot.
Maka sufi kemudian menjawab dengan nada tenang,” Aku adalah orang kaya karena aku sangat puas dengan apa yang diberikan Tuhan kepadaku. Sementara kau adalah pengemis karena selalu merasa tidak puas dan selalu meminta lebih dari Tuhanmu.”