Dalam sebuah hadis dengan tegas Nabi pernah bersabda bahwa membuat patung yang menyerupai mahluk hidup dilarang dalam Islam sebab dinilai menandingi Allah Sang Maha Pencipta. Sebab sebagaimana yang kita tahu, pada zaman dulu patung adalah sesembahan bagi mereka dan lekat dengan ritual peribadatan.
Sementara itu, saat ini patung tidak hanya dipandang sebagai sesembahan. Lebih dari itu, patung bisa menjadi sebuah maha karya yang tak ternilai baik karena nilai sejarah atau seni yang terkandung dalam patung tersebut. Seperti patung tokoh pahlawan yang dibuat untuk memperingati jasa heroiknya terhadap negeri dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana seharusnya kita melihat hukum pembuatan patung sebagai sebuah karya seni? dan bagaimana pandangan para ulama dalam hal ini? Apakah patung mutlak diharamkan terlepas untuk apapun tujuannya dibuat?
Menurut Quraish Shihab dalam video terbarunya, sebetulnya pembuatan patung yang dibuat pada masa lalu terdapat perbedaan atau memiliki maksud yang berbeda dengan patung yang dibuat pada masa kini.
Pada dasarnya, Pakar Tafsir lulusan Al-Azhar itu tidak mengesampingkan akan adanya hadis-hadis yang melarang menggambar dan mematung, apalagi mahluk hidup.
Namun, jelasnya lagi, perlu dipahami bahwa ada prinsip dalam ajaran agama Islam yang perlu dipahami. Pertama, ada kalanya hukum bisa berkaitan dengan ibadah, dan ada kalanya berkaitan dengan non ibadah.
“Kalau ibadah, tidak bisa diubah sama sekali, tidak bisa dilakukan kecuali ada perintah. Kalau non ibadah boleh dilakukan selama tidak ada larangan. Yang non ibadah itu juga ditinjau, mengapa dilarang?,” jelasnya.
Allah berfirman dalam kalam-Nya
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa : 48)
Kedua, hukum itu tergantung dengan illat (sebab) nya. Jika illat tetap ada maka hukum tetap ada. Sebagai mana dalam sebuah kaidah usul fiqh dikatakan
الحكم يدور مع العلة وجودا و عدما
Artinya: “Hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”
“Kemudian, jika sebab pelarangan tersebut masih ada sebabnya, maka hukum tetap berlaku. Kalau sudah tidak ada sebabnya maka bisa berubah hukumnya,” katanya lagi.
Adapun menurut para ulama, sebab patung pada zaman dulu dilarang oleh Nabi karena patung dulu dibuat untuk disembah menjadi berhala, sebagai tempat pemujaan dan lain sebagainya.
Sehingga pada masa sekarang, apabila patung itu dibuat tetap untuk tujuan menyembah atau disembah orang, maka tetap tidak boleh.
Akan tetapi, jelas penulis Tafsir Al-Misbah tersebut, kalau tujuannya untuk seni dan sebagai pengingat akan jasa-jasa seseorang serta bukan untuk disembah, maka menjadi boleh-boleh saja.
Selama tujuannya berkarya, mengekspresikan seni bahkan mengingatkan orang yang menikmati seni akan kebesaran Allah justru boleh. “Kalau kita lihat di Jakarta ada patung Jenderal Sudirman itu membantu kita mengingat bahwa tokoh ini orang berjasa, orang yang wajar ditiru kepahlawanannya,” kata Quraish Shihab.
Adapun yang tidak diperbolehkan membuat patung telanjang yang bisa merangsang syahwat. Alasan tidak dibolehkan karena patung itu (dibuat) dengan tujuan bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral.
Selengkapnya, klik di sini