Empat Tipe Kelompok Terorisme menurut Audrey Kurth Cronin (2002), dan ini setahuku masih tetap dipakai dalam literatur induk terkait isu terorisme, itu ada empat, yaitu:
1). Left-wing terrorists
2). Right-wing terrorists
3). Ethno-nationalist/separatist terrorists
4). Religious or “sacred” terrorists
Dari tulisan Cronin, sebenarnya bisa diketahui bahwa apa motivasi atau raison d’ĂȘtre masing-masing tipe kelompok teroris, dan dari situlah penanganannya bisa jadi lebih tepat sasaran.
Left-wing terrorists sangat erat kaitannya dengan gerakan Komunis, dan ini sekali lagi keywordsnya ada dua: Power and Justice – kekuasaan dan keadilan. Mereka yang melihat terorisme dalam perspektif ini, ya secara sadar atau mungkin tidak sadar, ya menggunakan perspektif komunis. Dan ini semakin memperkuat paparanku di kelas ya Om Thony Rhmn, Om Yudho Hartono, Mbak Joklan Goni? Heuheuheu.
Right-wing terrorists terinspirasi oleh Fasisme – yang ini sebenarnya berakar dari satu konsepsi besar sekaligus patologi psiko-sosial: Inferiority Complex – merasa minder, merasa susah, merasa tambah terpuruk, dan seterusnya, merasa dunia tidak adil, kita diserbu asing atau aseng, plus romantisme masa lalu akan “Negara Kuat”; dan disebarkan dengan senjata paling efektif sekaligus mengerikan: Fear.
Selanjutnya, Ethno-nationalist/separatist terrorists konsepsi idealnya, yaa mewujudkan wilayah terpisah yang merdeka dari métropole atau induknya.
Terakhir, Religious or “sacred” terrrorists, ya sesuai namanya, terinspirasi ajaran agama, khususnya ayat-ayat perang dan pedang, dan menganggap teror sebagai “jihad suci”.
Masih dalam catatan Cronin, tipologi ini tentu saja tidaklah sempurna, karena pada praktiknya, bisa saja teroris terinspirasi oleh beberapa (lebih dari satu) konsepsi memandang dunia (worldview) alias gabungan atau perpaduan antara empat tipe kelompok terorisme tersebut di atas.
Kalau mengikuti #DebatPilpres2019 dari postingan teman-teman di FB, sepertinya jawaban Kyai Ma’ruf Amin yang paling top.
Pertama, melihat trend kekinian teroris saat ini yang lebih merupakan “sacred” terrorists – yang sebenarnya didasari pada pemahaman yang salah atas ajaran agama; dan singkat plus tepat, resepnya cuma satu: luruskanlah!
Kedua, melihat kemungkinan lain selain yang pertama, yaitu permasalahan ketimpangan ekonomi, perasaan inferior alias tidak sejahtera, dan juga perasaan mengalami ketidakadilan (yang disuarakan oleh Left and Right-Wings Terrorists), dan ini resepnya (gampang diucapkan tapi susah dilakukan pada praktiknya): sejahterakanlah!
Akhirnya, apa pun analisis dan juga tawaran penanganan terorisme di Indonesia oleh para kandidat dalam debat semalam, buatku dan juga buat bangsa maupun negara ini, harapannya cuma satu: Semoga negeri ini maju, adil, makmur dan sejahtera tanpa ada satu detik pun, kejadian teror di Indonesia.