Term liberal akhir-akhir ini jadi lebih sering kita jumpai. Banyak orang yang berfikiran sempit dan dengan seenaknya melabeli orang lain liberal, munafik, radikal dan lain sebagainya. Lebih parah lagi, term itu justru ditujukan kepada sesama saudaranya yang muslim tanpa rasionalisasi yang jelas.
Begitu pula yang dialami Gita Savitri, ternyata sang vloger cantik ini juga pernah dituduh liberal oleh para netizen yang mulia. Tak tanggung-tanggung lagi, banyak juga netizen yang dengan seenaknya menyuruh Gita “pergi ke neraka”. Ketika ditanya oleh Gita mengapa mereka menuduhnya liberal, mereka justru tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Tuduhan-tuduhan liberal itu berawal dari opini di vlog Gita mengenai dugaan pelecehan agama yang dilakukan Joshua Suherman dan Ge Pamungkas. Cap liberal semakin berlanjut saat Gita mengunggah foto bersama Hannah al Rashid. Sebelumnya, Hannah dituduh netizen sebagai tokoh pro-LGBT karena ia mengikuti kegiatan Women’s March.
Sampai saat ini entah ada berapa banyak komentar-komentar netijen yang secara gamblang dan tanpa basis menyebut gue sebagai muslim liberal. Yang tadinya baper, gue sekarang jadi punya invisible shield. Yang tadinya sakit hati, sekarang jadi nggak berasa apa-apa kalo ada yang nyebut gue liberal. Bahkan nyebut gue kafir sekalipun, tulis Gita dalam blognya.
Pernah suatu ketika Gita mengirimkan pesan kepada salah seorang netizen yang menganggapnya sekuler, “Sekuler itu apa?”. Dia kemudian menjawab “Sekuler itu orang yang nggak bisa ngebedain mana yang baik dan mana yang buruk”.
Lebih aneh lagi, ada pula netizen yang bertanya hal lucu kepada Gita “Kakak suka sama ceramah Quraish Shihab. Kakak merasa yang dilakukan pelawak itu bukan pelecehan. Kakak nanti tahun 2019 pilih Jokowi ya?”
Oh sungguh, tahun-tahun politik ini memang sangat melelahkan, segala sesuatu jadi bisa dihubungkan dengan politik.
Dalam blognya, Gita menuliskan tanggapannya atas tuduhan liberal yang ditujukan kepadanya:
Tuduhan 1: Gita liberal, soalnya di video creators for change tahun lalu dia menghadirkan seorang waria untuk jadi salah satu narasumbernya. Tandanya dia pendukung LGBT, laknatullah!
Gue nggak setuju dengan konsep LGBT. Kalau ada muslim yang gay, ya gue nggak setuju, karena menyalahi aturan agama. Tapi balik lagi, itu urusan dia sama Tuhan. Gue nggak berada di posisi di mana gue bisa mengatur mereka, bukan pula di posisi gue marah-marah ngelaknat mereka. Lantas, gue harus memusuhi teman-teman gue yang LGBT? Gue rasa tidak. Gue selalu mengajarkan diri gue dan mencoba untuk melihat seseorang lebih dari sekedar identitas seksual dia, agama dia, ras dia, dan apapun faktor personal lainnya. Temen-temen LGBT gue banyak dan mereka baik-baik banget. Makin ke sini, hal itu sih yang makin gue prioritaskan dalam pertemanan. Asalkan lo baik, faktor lain nggak terlalu penting.
Tuduhan 2 : Gita liberal. Soalnya Gita nggak merasa Tretan Muslim dan Coki Pardede melecehkan agama, di mana ghirahmu?
Menurut Gita, lawakan Muslim dan Coki tidak lebih hanya sekedar sarkasme terhadap orang muslim di Indonesia yang fanatik buta. Yang Gita anggap melecehkan agama misalnya geert wilders, pemimpin oposisi anti Islam di Belanda yang sengaja membuat kontes menggambar karikatur Rasulullah SAW, seperti yang pernah dilakukan koran Charlie Hebdo. Contoh lain dari pelecehan agama adalah orang yang sering mengebom atas nama jihad, padahal Islam tidak pernah menyuruh umatnya untuk membunuh.
Tuduhan 3 : Gita liberal karena dia nggak mendukung gerakan nikah muda. Mending nikah muda daripada zina!
Menurut Gita, menikah harus dibarengi dengan tanggung jawab yang besar. “Lawan dari berzina adalah tidak berzina, bukan nikah muda. Gue sejujurnya sedih, makin ke sini perkara menikah makin menjadi tekanan di kalangan masyarakat. Kesannya kalau belum menikah itu sedih banget. Padahal siapa tau yang masih single itu bisa lebih bahagia daripada yang udah nikah tapi tiap hari berantem terus.
Menurut Gita, kampanye nikah muda justru mengisyaratkan makna bahwa tujuan dari kehidupan yang sungguh pelik ini adalah mencari pasangan. Seakan-akan menuntut ilmu sampai ke negeri Cina tidak penting. Seakan-akan menambah wawasan dan pengalaman hanya membuang waktu, memberi mimpi semu. Seakan-akan menikah adalah solusi segala masalah yang dia punya.
Gita sendiri lebih memilih menghabiskan waktu dengan ilmu sebelum ia menikah, baginya menikah butuh persiapan yang matang baik dari segi materi maupun mental.
Di era internet ini, informasi menjadi lebih mudah diakses. Cara berkomunikasi pun menjadi lebih canggih. Sayangnya banyak netizen yang tidak mengerti apa yang ia ucapkan. Pintu toleransi seolah-olah telah tertutup. Berdakwah dengan cara yang lembut dan ramah tidak lagi diutamakan. Banyak kelompok yang seenaknya melabeli orang lain yang berbeda dengannya dengan sebutan liberal, munafik atau kafir. Seakan-akan golongannya adalah yang paling benar.
Kalau kamu pernah melabeli orang lain dengan sebutan liberal, memang apa sih makna liberal menurutmu?