Menurut berita yang beredar, peserta aksi 212 yang pernah menuntut Ahok untuk ditetapkan sebagai tersangka pada kasus penodaan agama, akan melaksanakan reuni kembali. Sebagaimana kita ketahui, aksi 212 sendiri merupakan aksi jilid ke-3 dari rangkaian aksi pada tahun 2016 silam.
Namun aksi reuni 212 yang rencananya akan digelar di Monas pada tanggal 2 Desember nanti, akan lebih mengarah kepada kampanye untuk mendukung pasangan calon nomer 2, yaitu Prabowo dan Sandi. Aksi yang pertama kali digelar dalam rangka membela islam pada 2016 silam pada akhirnya mengarah kepada kepentingan politik praktis.
Hal itu diketahui setelah ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif didapuk sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan (BPA) Prabowo-sandi dan para alumninya akan mengadakan Jambore Nasional Relawan (JNR) 212 sebagai bentuk persiapan menjelang reuni alumni 212 2 Desember nanti. 2 tahun berselang, aksi yang menyuarakan pembelaan terhadap agama dan ulama pada akhirnya pula malah membela dan mendukung pasangan Capres-Cawapres.
Pada perkembangan aksi yang berjilid-jilid dan selalu mengatasnamakan agama islam ini tidaklah benar-benar konsisten mempertahankan siapa yang dibela. Padahal, mereka selalu terlihat kompak dan bersatu mengaku membela Hak agama dan Tuhan yang dihinakan. Tapi dalam proses selama aksi berlangsung, banyak terdengar suara-suara berbau politis seperti 2019 ganti presiden, menyuarakan anti pemerintah, pemerintah dzolim dan lain-lain.
Pada awal aksi berjilid-jilid tersebut digelarpun, maksud dan tujuannya pun sebenarnya sudah terbaca. Ya, mejatuhkan lawan politik dengan aksi yang sebenarnya hanya membuang-buang waktu dan biaya saja. Bayangkan, berapa ribu orang merapat ke Jakarta dan berapa juta uang yang dikeluarkan. Mbokyo, uang tersebut lebih baik dipakai untuk mensejahterakan tetangga atau yatim, tentu lebih bermanfaat dibanding hanya untuk aksi berkedok membela agama yang ujung-ujungnya membela calon pejabat.
Dalam suatu perbincangan yang diadakan oleh Tv one, salah satu penasihat alumni 212 sekaligus ketua umum Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam menyatakan mengundurkan diri dari anggota penasihat PA 212. Ia menilai aksi reuni 212 nanti sangat berbau politis dan mengarah untuk mendukung salah satu calon presiden. Ia juga menegaskan bahwa yang dibela oleh PA 212 bukan lagi Tuhan, melainkan manusia.
Penulis mengira, mungkin ketum Parmusi ini dulu merasa khilaf. Mengapa ia baru menyadarinya sekarang dan bukan dari dulu? Lah wong menjatuhkan Ahok dari kontestasi politik melalui aksi berjilid-jilid dengan mengaitkannya dengan kasus yang sebenarnya sedang diproses secara hukum saja sudah sangat politis, kok dari malah dulu merasa membela Tuhan. Bukannya Tuhan itu tidak membutuhkan pembelaan hambanya dan mempunyai kekuasaan yang mutlak atas seluruh alam dan mahluknya? Dengan sendirinya, Tuhan akan menunjukan kekuasaan-Nya.
Tapi penulis tetap bersyukur, Ketum Parmusi ini akhirnya mengakui kekhilafannya dan telah kembali menuju jalan yang benar.
Di sisi lain, ketua PA 212 tetap konsisten dengan reuni yang akan dilaksanakan 2 Desember nanti. Ia justru berdalih bahwa yang dibela adalah agama dan ulama. Ketika ditanya mengenai pernyataan Usamah Hisyam di atas, Ia malah berdalih bahwa aksi reuni 212 nanti akan difokuskan membela sehelai kain bertuliskan kalimah tauhid (bendera tauhid menurutnya). Bendera yang sebenarnya dipertanyakan kegunaan dan manfaatnya bagi bangsa dan Negara.
Sejauh pengamatan penulis, sebagian golongan yang menyatakan merasa perlu membela bendera tersebut mengatakan, bahwa bendera tersebut merupakan bendera islam dan merupakan simbol kebesaran. Padahal dalam beberapa literature, bendera tersebut dinyatakan bukanlah bendera islam yang sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Rasulullah. Padahal, Rasulullah menggunakan bendera yang mempunyai banyak variasi warna dan ukuran yang hanya dipakai ketika berperang. Bias disimpulkan, klaim bendera tersebut bukanlah suatu kebenaran.
Terlepas dari semua itu, aksi reuni PA 212 sangatlah tidak penting untuk dilaksanakan. Sebab, hanya sekedar membuang waktu, tenaga, pikiran, dan yang pastinya uang.
*Selengkapnya, klik di sini